Hilang Arah

21 1 0
                                    

Hiruk pikuk kehidupan Jakarta yang kini bukan lagi ibukota masih tetap sama. Lautan manusia memadati pelosok kota. Klakson kendaraan terdengar setiap detiknya. Hari ini waktu liburan semester kuliahku tiba. Aku memutuskan untuk menghabiskan dua bulan liburanku di desa. Sebuah desa di Provinsi Jawa Barat, desa tempat nenekku tinggal. Sebuah desa yang cukup jauh dari ibukota. Aku ingin melepas penat dari kehidupan kota. Ingin merasakan sejuknya desa. Menikmati indahnya pemandangan alam tanpa polusi udara.

Pagi itu, aku sudah siap untuk pergi ke desa. Aku hanya membawa sedikit pakaian dan
tidak lupa membawa kamera. Keindahan desa patut untuk diabadikan.

"Dira berangkat dulu ya, dadah," ucapku kepada ibu dan adikku yang terlihat tidak rela melepasku. "Hati-hati ya kak," ucap ibu kepadaku.

Awalnya aku tidak diizinkan untuk pergi ke tempat tinggal nenek karena ibu ingin aku berlibur di rumah saja. Maklum sewaktu kuliah saja aku jarang sekali ke rumah padahal jarak kampus dan rumah tidak terlalu jauh, namun karena tugas kampus yang menumpuk aku jadi jarang sekali ke rumah dan lebih sering menghabiskan waktuku paling banyak di kampus dan di kos.

Aku berangkat ke desa bersama ayah. Selama perjalanan aku hanya tidur. Aku hanya berbicara seputar kuliah sebentar dengan ayah. Aku pun hampir sampai di desa. Aku terbangun dan langsung terpesona akan hijaunya alam di desa. Mataku seketika tercuci oleh asrinya keindahan di sana. Aku yang biasanya melihat dan menghirup asap kendaraan kini dibuat terpesona oleh keindahan desa. Aku juga melihat beberapa orang desa yang sibuk mencari kayu bakar. Ada juga yang sedang memasak bersama, tertawa bersama, semua kegiatan di desa terasa hangat dirasa. Aku membuka kaca jendela mobil, kemudian memejamkan mata dan
merasakan sejuknya udara desa.

"Kak, udah sampe," ucap ayah padaku.

Aku hampir tidak sadar bahwa sudah sampai karena terlalu menikmati sejuknya udara desa. Sesampainya disana aku langsung memeluk nenek dengan erat. Aku sudah lama tidak bertemu nenek. Aku dan keluarga biasanya hanya menemui nenek saat hari raya.

"Diraaaaa," ucap nenek yang terlihat sangat merindukanku.

"Nenekkkkk," balasku kepada nenek dan memeluk nenek dengan erat.

Aku, nenek dan ayah duduk di luar rumah. Nenek dan ayah sedang berbincang sementara aku sibuk memandangi betapa indahnya desa ini. Saat ayah pindah ke kota dulu untuk urusan pekerjaan, nenek memang tidak ingin ikut karena sudah nyaman dengan desa ini. Ayah dan nenek selesai berbincang. Ayah harus kembali ke rumah karena besok harus bekerja. Aku mengucapkan selamat tinggal pada ayah. Aku akan tidur bersama nenek karena di rumah nenek memang hanya ada satu kamar. Nenek hanya tinggal seorang diri, namun nenek merasa nyaman
dengan warga sekitar yang selalu peduli dengan nenek. Nenek bercerita bahwa akan selalu ada
warga desa yang memberikan nenek makanan dan buah-buahan. Warga desa disini memang sangat kental tali persaudaraannya. Aku sudahmembereskan barang-barangku. Aku memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar mengitari desa. Nenek memperbolehkannya.

Tidak lupa aku membawa kamera. Setiap Langkah kaki yang kupijak aku selalu dibuat terpesona oleh hijaunya pemandangan. Aku memotret setiap pemandangan. Hingga tidak terasa aku sudah cukup jauh berjalan akhirnya aku kembali ke rumah nenek. Kami makan malam dengan lauk yang aku bawa dari rumah, tapi nenek memasak beberapa macam lauk lagi untuk menambah makan malam kami. Keesokan paginya nenek membangunkanku untuk salat subuh,
selesai salat aku kembali tidur. Semalam tidur sangat larut karena asik berbincang-bincang dengan nenek sambil menonton televisi. Hari-hari yang kulalui terasa menyenangkan. Tak terasa sudah dua minggu aku di desa ini.

Pagi itu, aku bangun terlebih dulu dari nenek. Aku termenung, memikirkan alasan sebenarnya aku ingin berlibur di desa ini bersama nenek. Ya, bukan hanya sekedar ingin menghilangkan penat dari hiruk pikuk kota. Aku butuh tempat yang tenang, sunyi dimana aku bisa memikirkan apapun dengan leluasa, dan juga aku ingin meminta nasihat dari nenek. Hal apa
yang membuatku risau? Kenapa pula aku tidak bisa meminta nasihat dari ayah atau ibuku? Sederhana saja, aku tidak ingin mereka kecewa. Mungkin tidak, mereka hanya akan mengkhawatirkanku. Tapi tetap saja, aku tidak ingin membuat mereka ikut tenggelam dalam masalahku. Aku tidak tahu apa yang salah, belakangan ini semuanya kacau. Mulai dari tugas-
tugas kuliahku, hubungan pertemananku, hingga masalah finansial yang dialami keluargaku. Aku
mulai merasa kehilangan arah. Apa yang kukejar? Apa yang ingin ku gapai? Aku mulai khawatir
dengan masa depanku. Apakah aku bisa membanggakan kedua orang tua ku nanti? Apakah aku bisa menghidupi keluargaku menggantikan ayahku nanti? Apakah aku bisa menjadi anak, cucu,
dan kakak yang baik?

Nenek terbangun, melihatku merenung menatap jendela, ia menghampiriku. Aku mulai menceritakan segala kerisauanku kepada nenek. Setelah mendengar semua ceritaku, nenek tersenyum dan berkata,

"Itu semua adalah hal yang wajar dalam kehidupan ini Dira, masalah yang kamu alami, dan segala perasaan yang mengganggumu. Khawatir terhadap masa depan diri sendiri itu bagus, tidak apa, yang penting jangan terpuruk pada hal itu. Kalau kamu memang peduli terhadap keluargamu, pedulikan dirimu sendiri dulu. Tidak usah memaksakan sesuatu yang tidak bisa kamu lakukan, tetapi lakukanlah sebisamu. Pada dasarnya, segala hal yang akan terjadi dalam
hidupmu sudah diatur oleh Tuhan, kamu tidak perlu khawatir. Tetapi bukan berarti kamu bisa lalai dalam setiap tanggung jawabmu. Berusahalah meraih apa yang kamu inginkan, bukan hanya usaha saja tetapi juga dengan do'a. Berbagilah masalahmu dengan kedua orang tua mu, itu tidak akan membebani mereka. Jika mereka adalah orang tua yang baik, maka mereka akan mendengarkan dengan baik dan mencari solusinya bersama." balas nenek.

Aku menangis mendengar semua itu, nenek memelukku dan berkata,

"Menangislah sepuasmu nak, setelah itu mari kita memasak untuk sarapan dan jalani hari-
hari yang menyenangkan, bagaimana kalau sore ini kita pergi ke pasar?" ucap nenek berusaha
menenangkan dan menghiburku.

"Pasar? Tentu nek ! pasti akan menyenangkan." Balasku dengan gembira.

Kami pun memasak untuk sarapan, dan sore harinya kami pergi ke pasar. Aku dan nenek tidur setelah selesai salat isya, kami kelelahan setelah dari pasar. Aku tidur dengan nyenyak tidak sabar menanti esok hari, masih banyak hari yang akan kulalui bersama nenek, dan pastinya itu akan menyenangkan.

 Aku tidur dengan nyenyak tidak sabar menanti esok hari, masih banyak hari yang akan kulalui bersama nenek, dan pastinya itu akan menyenangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
cerpen ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang