Asmalibrasi (part. 1)

6 1 0
                                    

Suara alarm sudah berulang kali berbunyi berusaha membangunkan gadis yang masih terbungkus selimut itu. Setelah sekian kali akhirnya gadis itu membuka matanya.

"Apakah pagi tidak bisa lebih lama? Aku masih mengantuk ya Tuhan."

Dengan memaksakan diri akhirnya ia bangun dan segera bersiap-siap.

Melangkah keluar dari kostan. Ia berjalan cepat untuk menuju ketempat kerjanya. Baru sampai halaman depan kost-kostan ia bertemu dengan penghuni kamar kost sebelah, Radit namanya.

"Pagi Laras, mau kemana buru-buru banget?"

"Eh halo mas, biasa mas cari cuan." jawab Laras sambil tersenyum.

"Mau bareng? sekalian saya juga mau ke kantor."

"Ide bagus tuh mas biar saya irit ongkos hehe," namanya juga Laras manusia yang tidak akan menolak rejeki.

"Hahaha, ya sudah ayo naik takut keburu macet."

Di pagi yang cerah dikota hujan itu. Kedua orang yang sedang berangkat kerja bersama itu sama-sama menahan debaran jantung. Laras begitu gugup, ia biasanya banyak bicara tapi entah kenapa mulutnya diam saja. Matanya fokus menatap punggung tegap milik Radit yang dibalut kemeja biru laut. Ia membayangkan betapa nyamannya jika punggung itu dijadikan sandaran.

"Laras, kamu sudah sarapan?" tanya Radit

"Hah apa mas? ga kedengaran" balas nya sedikit berteriak. Maklum saja suara angin yang bersik sangat menggangu ketika motor matic berwarna merah itu melaju.

"Kamu sudah sarapan?" Radit kembali bertanya dengan nada lebih keras.

"Hah apa? senapan? aku ga punya mas."

"Bukan Larass, SUDAH SARAPAN BELUM?." Radit berteriak frustasi.

"Ohh, gampang mas nanti aku beli roti." Laras berteriak dalam hati malu sekali ketahuan bolot didepan mas Radit. Dari kaca spio lelaki itu tertawa kecil melihat pipi gadis yang diboncengnya memerah. Tak pikir panjang ia membelokkan motornya ke sebuah minimarket.

"Mas mau ngapain berhenti?"

"Kamu tunggu sebentar disini ya." Pungkas Radit, lalu masuk kedalam minimarket itu. Tak lama ia kembali dengan membawa dua bungkus roti, sebotol air mineral dan sekaleng kopi.

"Nih ambil roti sama air mineral buat kamu."

"Ngapain repot-repot mas?, padahal aku bisa sarapan nanti. Ini berapa totalnya biar aku ganti." tanya Laras sambil mengambilnya.

"Ga apa-apa sekalian saya beli sarapan, ga usah diganti anggep aja itu traktiran dari saya."

"Mas kenapa baik banget sih? makasih banyak yaa." jawab Laras sambil tersenyum lebar sampai mata sipitnya membentuk bulan sabit.

Kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan. Dengan lincah Radit memotong jalan melawati gang-gang kecil agar lebih cepat sampai. Akhirnya motor matic itu berhenti tepat di depan cafe tempat Laras bekerja.

"Mas makasih ya udah nganterin aku, semangat ya kerjanya!" ucap Laras dengan ceria.

"Sama-sama Laras, saya pamit dulu ya."

Laras menatap Radit yang berlalu sambil melambaikan tangan. Sungguh hari ini ia sangat beruntung bisa bertemu pujaan hatinya nya, bahkan sampai ditraktir pula! ia tak bisa menahan senyumnya. Andaikan saja lelaki setampan dan baik seperti mas Radit menjadi kekasihnya. Membayangkannya saja sudah membuat berdebar.

Kembali kekenyataaan lamunan Laras buyar ketika suara cempreng seseorang bergema, "Woi Laras cepetan kerja jangan ngelamun mulu!" ujar Rani teman kerjanya. Laras tertawa sambil berlari kecil menuju pintu cafe. Bertemu mas Radit membuat suasana hatinya sangat baik hari ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

cerpen ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang