Tap.
Tap.
Tap.
Sudah beberapa menit berlalu, Jaejong mondar-mandir dengan gelisah di sebelah meja mayat seperti seorang ayah yang menunggu anaknya lahir. Sesekali Jaejong akan berhenti dan memicingkan mata, melihat apakah dada mayat itu mulai mengembang untuk mengambil udara. Pandangan Jaejong tidak lepas dari tubuh mayat itu, berusaha menangkap pergerakan sekecil apapun. Jaejong mulai lelah, dia menarik kursi lalu duduk sambil menopang kepalanya dengan sebelah tangan. Tiba-tiba sudut bibirnya terangkat. Jaejong mendekatkan wajahnya ke ujung jari mayat itu. Dia yakin telah melihat telunjuk itu berkedut. Jaejong menunggu pergerakan berikutnya, sampai kemudian----
Jemari mayat itu bergerak. Jaejong segera mengambil stetoskopnya lagi untuk memeriksa detak jantung mayat itu. Dengan hati berdebar Jaejong menempelkan kepala stetoskop di atas jantung mayat tersebut.
"Oh! Hahaha! Haha! Aku tidak percaya ini! Hahahaha! Terima kasih Tuhan! Terima kasih! Ya Tuhan.. Aku hampir saja menjadi seorang pembunuh.."
Jaejong mengusap kasar wajahnya. Sangat lemah, tapi terdengar, jantung mayat itu berdetak. Jaejong segera mengambil jas putihnya untuk menutup tubuh orang yang terbaring. Tidak cukup, ruangan itu sangat dingin. Jaejong berlari meninggalkan ruang autopsi untuk mengambil selimut di ruang istirahatnya.
Jaejong membuka lagi pintu ruang autopsi sambil membawa selimut dan beberapa pakaian. Tubuhnya langsung membeku ketika melihat pemandangan di depannya. Mayat itu, bukan, orang itu duduk di meja autopsi. Jaejong terengah-engah, ntah karena dia lelah berlari atau karena adrenalinnya terpacu sangat kencang oleh pemandangan itu. Jaejong melangkah perlahan memasuki ruangan, berusah untuk tidak mengagetkan orang yang baru saja terbangun.
Orang itu sangat pucat, sorot matanya lemah. Sebelah tangannya memegang meja autosi untuk menyangga beban tubuhnya, sebelah tangan yang lain megang kepalanya. Keningnya berkerut ketika dia merasakan sakit di dadanya. Bola matanya bergerak ke bawah melihat apa yang membuat dadanya sakit. Dadanya tertutup perban dan plester. Orang itu kemudian berusaha untuk turun dari meja. Dia menjejakkan sebelah kakinya di lantai, tapi ketika kaki kedua menyusul, tiba-tiba tubuhnya limbung, kedua kakinya seperti tidak memiliki kekuatan untuk menopang, orang itu jatuh seperti jeli. Tapi dia tidak merasa sakit, dia jatuh di sesuatu yang empuk.
"Ah! Jangan bangun dulu!"
Jaejong dengan cepat menangkap tubuh yang hampir terjatuh itu.Orang itu jatuh ke pelukan Jaejong. Dia ingin mengatakan sesuatu, tapi suluruh badannya lemas, dia bahkan tidak bisa menggerakkan bibirnya. Dia hanya bisa menyandarkan seluruh beban tubuhnya kepada orang yang tidak dia ketahui lawan atau kawan.
Jaejong kemudian mendudukkan orang itu di kursinya, lalu membalut tubuh yang telanjang itu dengan selimut, Jaejong juga menambahkan jaketnya setelah itu, karena Jaejong tahu orang itu pasti sangat kedinginan setelah sadar dari 'tidur'nya.
"Jangan khawatir, kau baik-baik saja sekarang, aku yang membangunkanmu.. kau.. hidup lagi.. eh... tidak, bukan hidup lagi, karena kau belum mati, maafkan aku Tuan Jung."
Orang itu langsung menoleh ketika mendengar namanya disebut. Tatapannya penuh pertanyaan. Tapi suaranya masih belum bisa keluar untuk menuntut jawaban. Jaejong paham bahwa orang itu masih kebingungan dengan apa yang terjadi, jadi dia dengan sukarela menjelaskan sesingkat mungkin apa yang sedang terjadi.
"Aku Kim Jajeong, dokter yang bertugas mengautopsimu, ..tadinya. Beberapa saat yang lalu kau datang kemari sebagai mayat, tapi setelah melakukan pemeriksaan, aku menemukan bahwa kau sebenarnya belum meninggal, tubuhmu tidak seperti mayat.. jadi aku memacu lagi jantungmu dengan obat. Dan......
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshot Yunjae
FanfictionKumpulan cerita singkat saja, 1 atau paling banyak 3 Chapter per cerita. Chapter akan terus bertambah sesuai inspirasi yang datang, enjoy ! ^^ ================ BL lover only. Homophobic mohon menyingkir. Jangan salah lapak. ================= Mohon...