Akhirnya tiba hari dimana Fanny akan meninggalkan desa ini. Meninggalkan seluruh kenangan yang berkesan disini, meninggalkan bu Rani yang begitu menyayanginya layaknya anak dan meninggalkan Ardi dan dua krucil nya yang selalu membuat Fanny tertawa.
Fanny memandang lama kamar yang selama dua minggu ini dia tempati, entah suatu saat nanti dia bisa tidur disini lagi apa tidak. Membawa tasnya, Fanny keluar dari kamar dan langsung disambut oleh bu Rani yang memang menunggunya di depan kamarnya.
Tanpa kata mereka berdua berjalan keluar dengan tangan Fanny yang digenggam erat bu Rani. Sesampainya di luar, Fanny menatap bu Rani lalu memeluk beliau yang dibalas pula oleh beliau.
"Terimakasih, terimakasih untuk semua yang sudah ibu lakukan untuk Fanny. Maaf Fanny selalu merepotkan ibu. Terimakasih bu," ucap Fanny.
Bu Rani menepuk punggung Fanny di pelukannya dengan lembut seraya berkata, "ibu juga terimakasih karena Fanny sudah mau menemani ibu selama dua minggu ini, dan ibu minta maaf jika selama kamu disini ibu ndak sengaja pernah berbuat salah atau secara ndak sadar menyakiti kamu," balas beliau.
Kemudian keduanya melepas pelukan masing masing. Fanny yang hendak mengambil tangan bu Rani untuk disalim, dikejutkan oleh suara klakson mobil dibelakangnya.
Sontak Fanny dan bu Rani melihat mobil siapa yang datang. Bu Rani mengulas senyum saat tau jemputan untuk Fanny datang tepat waktu. Sedangkan Fanny sedikit kecewa karena dia tadi sempat berharap itu mobil Ardi dan dua krucil nya, namun ternyata tidak. Mungkin mereka masih sibuk dengan urusannya di rumah keluarga mendiang istri Ardi dan ibu dari Dimas serta Daffa.
Fanny memang sengaja tidak memberi tau mereka tentang kepergiannya karena tak mau mengganggu urusan mereka dan tak mau membuat mereka sedih akan kepergiannya. Apalagi Daffa, Fanny yakin kalau anak itu pasti akan menangis serta melarang keras Fanny untuk pergi dan Fanny paling tidak tega dengan tangisan Daffa yang bisa saja membatalkan niatnya untuk pergi.
Mobil itu berhenti tepat di depan Fanny dan bu Rani. Seorang pria tampan dengan setelan kantor keluar dari kursi kemudi depan menghampiri Fanny dan bu Rani yang menatapnya, pria itu tersenyum lalu memperkenalkan diri.
"Assalamu'alaikum. Perkenalkan saya Arjuna, teman kerja Satria di kantor." salam pria itu yang dibalas Fanny dan bu Rani. Sengaja Arjuna tidak memperkenalkan dirinya yang sebenarnya karena dia ingin memulai hubungan dengan Fanny tanpa embel-embel statusnya agar nanti dia bisa leluasa mendekati Fanny. Meskipun nanti dia akan menanggung resiko karena menyembunyikan identitasnya.
Melihat Fanny yang sekarang berdiri di hadapannya sukses membuat Arjuna merasakan kembali perasaan merah muda yang bertahun tahun lalu sempat dia rasakan saat pertama kali bertemu Fanny, dan kali ini perasaan itu entah mengapa semakin bertambah kuat.
Meskipun saat ini Fanny tampak seperti tidak mengingat dan mengenalinya. Arjuna mengerti, mengingat kejadian yang mempertemukan keduanya itu sudah bertahun tahun berlalu dan Arjuna pun sadar diri, mungkin saat itu Fanny tak pernah merasakan perasaan yang sama sepertinya karena Fanny sudah memiliki Rendra. Jadi menurut Arjuna hal yang wajar jika Fanny memang tak mengingat dan mengenalinya, walaupun dalam hati kecilnya dia merasakan sedikit kecewa.
Dan dia pun tak akan memaksa Fanny untuk mengingatnya. Mengingat kejadian itu terjadi saat Fanny sudah menikah, Arjuna ingin memulainya dari awal tanpa bayang bayang masa lalu yang mungkin sakit untuk Fanny ingat. Biarlah Arjuna simpan perasaan dan kenangan yang indah itu sendiri, jika nanti Fanny mengingatnya, Arjuna pikir itu mungkin sebuah keberuntungan baginya.
Larut dalam pikirannya Arjuna tersadar saat bu Rani bertanya padanya, "kamu pasti yang dimintai tolong Satria untuk mengantar Fanny ya?" tanya bu Rani yang mendapat tatapan bingung dari Fanny.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sembarang Janda
FantasyKecelakaan di tempat kerja lalu tiba-tiba terbangun di dunia novel yang dialami Stefanny sukses membuatnya menyadari bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, termasuk transmigrasi. Bukannya mendarat di raga antagonis seperti impiannya Stefan...