Malam ini rumah bu Rani bertambah dua orang yang menginap, yaitu Dimas dan Daffa. Duo bocil Ardi itu tidak mau pulang ke rumah ayahnya karena masih takut pada ayahnya akibat kejadian sore tadi. Pun keduanya juga tak mau pulang ke rumah eyang uti nya karena takut sewaktu waktu Ardi tiba-tiba datang, intinya mereka tidak mau bertemu sang ayah dulu.
Alhasil Ardi terpaksa mengizinkan kedua bocil nya untuk menginap di rumah bulik nya. Saat ini kedua bocil itu sedang melakukan kegiatan yang berbeda. Daffa tengah asyik bermain di depan televisi dan Dimas, bocah satu itu sekarang sedang mengerjakan tugas rumah di temani oleh Fanny. Sore tadi Ardi memang mengantarkan peralatan sekolah Dimas, mainan Daffa dan peralatan kebutuhan kedua anaknya yang lain ke rumah bulik nya.
Bu Rani keluar dari kamar dengan ponsel yang ada ditangannya, beliau menghampiri kedua cucunya di ruang tengah.
"Dimas, Daffa." panggil bu Rani.
Dimas dan Daffa menoleh pada bu Rani, "ada apa eyang?" tanya Dimas yang di angguki Daffa, "da pa?" katanya lucu.
Fanny menahan gemas di tempat melihat tingkah Daffa. Bu Rani menghela nafas pelan sebelum berkata, "eyang dapat telfon dari ayah kalian, katanya ayah mau bicara sama kalian, mau minta maaf juga. Kalian mau kan bicara sama ayah?" tanya bu Rani hati hati.
Hening. Kedua anak itu hanya diam tak menjawab pertanyaan bu Rani. Melihat itu, Fanny yang tak tahan dengan situasi nya angkat bicara, "anak anak, kalian pernah berbuat salah sama ayah nggak?" tanya Fanny menarik atensi keduanya.
"Pernah, waktu itu aku pernah ndak sengaja buat berkas penting ayah jadi pesawat kertas," celetuk Dimas polos.
Fanny menahan tawa melihatnya, lalu melanjutkan, "kalau Daffa, pernah nggak buat salah ke ayah?" tanya Fanny lembut.
Daffa mengangguk lucu kemudian berucap, "Daffa pelnah jatuhin hp ayah ke kolam ikannya eyang uti."
Fanny mengangguk kemudian menatap kedua anak itu bergantian lalu bertanya, "terus kalian minta maaf nggak sama ayah," tanya Fanny di angguki keduanya. "Dimaafkan tidak sama ayah kalian?" lanjut nya dan keduanya mengangguk kembali.
Menghela nafas pelan Fanny berkata, "setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, entah itu kita atau orang terdekat kita, semua itu wajar. Jadi jika ada yang minta maaf sama kita ya kita harus memaafkannya, selagi kesalahannya masih dalam tahap wajar. Mengerti anak anak?" tanya Fanny yang di angguki Dimas dan kerjaban mata bingung dari Daffa.
"Jadi kita halus memaafkan ayah begitu bunda?" tanya Daffa polos.
Fanny mengangguk membenarkan lalu berucap, "iya, kan kalian pernah berbuat salah ke ayah, dan ayah maafin kesalahan kalian. Masa sekarang giliran ayah yang buat salah, kalian nggak mau maafin ayah?" tanyanya menaik turunkan alisnya.
Keduanya berpandangan sesaat lalu berkata, "kita maafin ayah." seru kedua anak itu kompak.
"Anak pintar, jadi kalian mau dong bicara sama ayah? Ayah sepertinya kesepian nih kalian tinggal sendiri di rumah." Fanny berkata sambil memasang wajah berpikir yang di balas anggukan dan tawa keduanya. Ketiganya pun tertawa lepas membayangkan Ardi yang kesepian.
Bu Rani yang melihat itu, bersyukur cucunya sudah mau memaafkan ayahnya. Beliau menatap Fanny teduh, Fanny ini menantu idamannya. Rasa rasanya bu Rani jadi ingin menjodohkan Satria betulan dengan Fanny.
Sedangkan Ardi yang mendengarkan percakapan itu dari awal sampai akhir di sebrang sana karena memang dia tidak mematikan panggilannya pun hanya bisa termenung dan merasa semakin tak bisa melupakan wanita yang saat ini tengah tertawa begitu indah dengan kedua anaknya.
*****
Kerap bergaul dengan anak kecil belakangan ini membuat Fanny jadi bisa memahami apa yang mereka inginkan. Pemikiran kita orang dewasa tentu saja berbeda dengan pemikiran anak kecil seperti mereka, dan Fanny menyadari perbedaan itu.
Dia bersyukur. Dengan kehadiran duo bocil ini, dia bisa belajar menghadapi anak kecil dan setidaknya sebagai calon ibu dia tidak terlalu amatir untuk menghadapi kedua calon anaknya kelak.
Seperti saat ini dia tengah duduk di tepi ranjang dan membacakan sebuah cerita dongeng anak untuk Daffa dan Dimas yang akan tidur. Kedua anak itu mengantuk setelah berbicara dengan ayahnya di telfon, untung saja sebelum tidur dua anak itu sudah menyikat gigi dan mencuci wajah, tangan serta kaki.
Fanny mengakhiri membaca ceritanya setelah melihat duo bocil itu sudah terlelap, dengan pelan di bangkit dari ranjang dan keluar kamar untuk menuju ruang tengah, dia belum mengantuk dan memutuskan untuk menonton televisi.
Sampai ruang tengah ternyata ada bu Rani yang belum tidur dan tengah menonton tv, Fanny kira bu Rani sudah tidur duluan.
"Belum tidur bu?" tanya Fanny mendudukkan diri di sofa.
"Belum ngantuk, oh iya tadi Ardi minta nomor kamu dan ibu kasih. Ndak apa kan? Soalnya dia juga mau minta maaf sama kamu," ucap beliau.
"Iya tidak apa apa bu," jawab Fanny mengangguk.
"Anak anak sudah tidur?" tanya bu Rani.
"Alhamdulillah sudah bu."
"Ya sudah ibu mau istirahat dulu di kamar yo," pamit bu Rani yang di angguki Fanny.
Saat sedang asyik menonton, ponselnya yang ada diatas meja berdering menandakan ada panggilan masuk. Fanny segera mengambil dan dilihatnya sebuah nomor asing yang memanggil.
Fanny mengangkat panggilan itu lalu berucap, "halo, assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam. Saya Ardi, saya dapat nomor kamu dari bulik Rani. Sebelumnya maaf sudah menelpon malam malam begini, " kata Ardi di sebrang sana.
"Iya nggak papa mas, ada apa ya mas?" tanya Fanny to the point.
"Saya minta maaf atas kejadian sore tadi. Bukan maksud saya menakuti kamu tapi saya memang sedang ada masalah pribadi, maaf jika kamu harus terseret dalam kejadian sore tadi," ucap Ardi penuh sesal.
"Saya tau mas pasti punya cara tersendiri untuk mendidik anak anak mas, dan saya yakin bahwa kejadian sore tadi pun bukan atas keinginan mas Ardi. Saya yang harusnya meminta maaf karena sudah ikut campur, padahal saya hanya orang asing yang tidak tahu menahu tentang masalah yang mas hadapi," Fanny menarik nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya, "tapi pesan saya, kalau memang mas Ardi mempunyai masalah pribadi tolong usahakan jangan sampai melibatkan anak anak, karena mereka masih kecil dan tidak tau apa apa. Jikalau anak anak tidak mau menuruti mas Ardi pun, mas Ardi harus sabar dan beri mereka pengertian secara perlahan. Dengan begitu saya yakin mereka akan menjadi anak anak yang baik," ucap Fanny panjang lebar.
Di sebrang sana Ardi terdiam mendengar perkataan Fanny, hatinya menghangat mendengar perhatian Fanny pada kedua anaknya. Perasannya semakin tak menentu pada Fanny, kini dia hanya berharap semoga saja dia tidak melewati batas.
"Terima kasih atas sarannya, saya akan ingat pesan kamu dan akan saya usahakan untuk melakukannya sebaik mungkin. Kalau begitu saya pamit, sudah malam. Assalamu'alaikum," kata Ardi menutup sambungan telepon.
"Wa'alaikum salam, semoga saja dia memegang ucapannya," gumam Fanny dengan mata menatap layar televisi.
*****
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sembarang Janda
FantasiaKecelakaan di tempat kerja lalu tiba-tiba terbangun di dunia novel yang dialami Stefanny sukses membuatnya menyadari bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, termasuk transmigrasi. Bukannya mendarat di raga antagonis seperti impiannya Stefan...