Broken Swan

5.7K 244 2
                                    

Matahari tenggelam dalam lautan misteri namun alunan lagu masih terdengar sendu. Tubuhnya hanya dilapisi kain putih yang membentuk lekuk tubuhnya, badannya mengikutin alunan musik klasik yang terngiang di kepalanya. Berputar dan menikmati semilir angin di pagi buta, gemercik air menyambut pagi indah hari itu.

Jeevans, pemuda itu masih mengikuti alunan musik dengan tubuh gontai yang nampak kelelahan, namun masih begitu indah dimata Navins, saudara kembarnya.

"Bukankah kamu lelah? Seharusnya kamu berhenti saja je."

Jeevans menghentikan tariannya, ia menengok kearah navins yang tengah merapatkan pakaiannya, bekas kemerahan terlihat jelas dari bahu pemuda bersurai perak itu. Sedangkan jeevans hanya tersenyum simpul.

"Aku harus melakukan ini untuk mendapatkan jodoh, sepertimu bulan purnama lalu."

Navins terdiam, ia tahu benar bahwa Jeevans sedang menyindirnya. Ia lantas merapatkan pakaiannya dan masuk kedalam kastil meninggalkan Jeevans dengan tatapan datarnya.

"Aku tidak pernah ingin lahir berbeda dengan bangsa angsa yang lain navins, tapi terimakasih sudah merebut segalanya dariku."

Navins berhenti sejenak, ia menengok kearah belakang dimana Jeevans kembali menari ditemani alunan musik sendu. Musik yang selalu Jeevans gunakan ketika ia melakukan tarian pagi harinya. Namun ada yang berbeda, Jeevans nampak lebih angkuh dari sebelumnya.

Pagi menyingsing dan Jeevans menghentikan tariannya, ia bisa melihat warna kemerahan pada langit. Ia lantas terduduk, memejamkan matanya, tangannya mengusap bahunya, sayapnya rontok lagi. Tuhan benar-benar membuatnya menjadi sosok antagonis sekarang.

Hal yang biasa bagi bangsawan untuk sarapan bersama, namun berbeda dengan keluarga lainnya. Jeevans tak pernah turun untuk sekedar memakan sarapannya bersama dengan sang ayah, ibu, navins serta tunangan navins, marco.

Tok tok

"Tuan jeevans, sarapanmu-"

"Katakan aku tidak turun."

Senyap, sebelum ketukan kembali terdengar. Kali ini siapa? Ayahnya? Atau ibunya? Atau bahkan Navins, putra angsa yang diagungkan semua orang karna kecantikannya. Kenapa ia harus berbeda dengan Navins? Mengapa ia terlihat lebih kekar dan tidak indah sama sekali? Ia benci tubuhnya.

"Jeev, ini aku..."

Yang ia dengar hanyalah suara hatinya yang menjerit ingin membuka pintu, namun ia terdiam diatas ranjangnya. Memeluk lututnya karna malas mendengar ketukan dari Marco. Ia mulai jengah dan melempar gelas kaca kearah pintu. Marco panik dan membuka pintu.

Ia berlari memeluk tubuh Jeevans yang bergetar "Maafkan aku, jangan seperti ini. Aku men-"

Prang

Jeevans kembali memecahkan gelas kaca dilengan Marco "APA KAU RASA AKU PERCAYA?! SETELAH KAU MENIDURI ADIKKU, KAU SAMPAH PERGI!!" Teriakan frustasi Jeevans membuat Marco melupakan rasa sakit pada lengannya.

"Aku harus melakukan itu untuk ke-"

"Aku tidak punya keluarga.. Aku hanyalah angsa cacat yang tidak dianggap.. Jangan mendekat. Tanganmu terluka, lebih baik kau temui navins."

Jeevans berjalan kearah balkon kamarnya dan mulai menari lagi meskipun beberapa bulu sayapnya jatuh tak beraturan.

Mungkin beberapa orang akan menganggap pemuda itu gila, dari pagi ke pagi ia hanya menari seakan ingin menarik atensi dari segala arah. Namun beberapa orang juga akan mengatakan hal itu adalah sia-sia. Jeevans terlahir sebagai angsa omega dimana ia harusnya nampak cantik dan indah.

Namun Jeevans lahir dengan tubuh kekar dan wajah yang tegas. Berbeda dengan sang kembar yang nampak cantik paripurna. Hinaan tak berhenti bergulir padanya hingga ia dewasa, ia membenci bagaimana ia terlahir berbeda. Bahkan keluarganya nampak prihatin namun tak mengindahkan keberadaan sang putra pertama.

Sakitnya, lelaki yang ia damba pun harus menjadi milik adiknya. Harus menjadi teman berdansa adiknya setiap malam, sedangkan ia hanya berdansa sendirian ditengah gelapnya malam. Ironis..

To be continue

The black swan ; markno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang