Marco terdiam sejenak kala menatap dirinya dalam balutan jas rapih berwarna putih gading. Rambut kecoklatannya ditata keatas menunjukan wibawa dari gelarnya sebagai putra mahkota. Ia sejenak memejamkan mata kata menghirup harum manis yang menguar disekitarnya.
Aroma manis khas tunangannya, Jeevans. Berpendar diseluruh ruangan yang ia tempati sebagai ruang kerjanya, Marco berjalan menuju pintu dan menemukan Naavins tersenyum padanya. Lelaki berstatus calon adik iparnya itu menggandeng tangan Ravin dan menepuk bahu Marco.
"Berbahagialah kak.."
Ravin yang ada disebelah Navins menggenggam erat tangan pemuda itu dan berlalu meninggalkan Marco yang menatap keduanya dengan senyuman bahagia. Langit cerah, suara burung berisik meramaikan altar yang akan ia lewati untuk menempuh hidup barunya.
Jalanan setapak yang kala itu mengantarnya pada Jeevans kini kembali mengantarnya untuk menjemput Jeevans sebagai pasangan hidupnya. Hatinya bergemuruh kala matanya menatap kearah dimana Jeevans berdiri disana bersama sang ayah. Air matanya menetes perlahan kala pemuda manis itu berjalan mendekat padanya.
Marco meraih tangan Jeevans dan keduanya berdiri berhadapan. Jeevans dengan balutan kemeja satin berwarna putih dan sebuah kain veil menutupi wajahnya. Kulit seputih susu itu tak kalah berkilau dibawah cahaya matahari. Senyuman seindah bulan sabitnya menularkan debar dan euforia bahagia pada Marco.
Digenggamnya tangan pemuda itu dan keduanya mengucapkan janji suci secara bergiliran. Marco masih bisa melihat betapa indahnya senyuman Jeevans, betapa cantiknya pemuda manis yang ia puja ini. Bagaimana dulu ia bisa berfikir untuk menyakiti belahan jiwanya?
Genggaman tangan semakin erat, Marco mengecup punggung tangan Jeevans dan mendekatkan tubuhnya untuk membuka kain yang menutupi paras sang terkasih. Si manis sedikit menundukan kepalanya kala kain itu terbuka, Marco masih senantiasa tersenyum ia memberikan sebuah kecupan singkat pada kening pemuda pujaannya itu.
Kedua tangannya digenggam erat, dilemparkan sebuah senyuman manis sehingga siapapun yang melihatnya akan ikut tersenyum.
"Jee, Heaven knows your name, I’ve been praying... Dari sekarang, jangan pergi ya sayang"
Maka luruh lah air mata si manis saat itu juga, semua orang terkekeh kecil dan memberikan kain kecil untuk Jeevans mengusap air matanya. Nyatanya bahagia yang selama ini Jeevans damba sudah ada didepan mata. Gelar putra mahkota yang tersemat padanya, keluarganya menyayanginya, tidak ada perbedaan dan Marco pun ada disisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The black swan ; markno
FanfictionThe Black Swan story of Markno Slight Markmin. Kapan terakhir kali jeevans tersenyum selebar ini? mungkin sudah sangat lama. Ketukan sepatu ber hak 3 centi itu menggema di lantai altar, ia hanya mengenakan setelah jas berwarna hitam pekat dan tersen...