Hal yang membuat marco nekat mendekati angsa cantik bernama navins bukan lain karna ia hendak berjalan lebih dekat kearah Jeevans. Iya, Marco melakukan semuanya untuk Jeevans fakta bahwa pemuda itu begitu memuja angsa dengan surai legam pula badan berisi yang nampak kuat, pinggang yang ramping ingin Marco rengkuh.
Namun kecerobohannya membuat ia harus mau tak mau berpura-pura didepan semua orang bahwa ia sangat memuja Navins sebagai tunangannya. Dimata Marco ia bisa melihat bagaimana hancurnya hati Jeevans kala itu, tangisan kencang bisa ia dengar dan beberapa pelayan bersaksi bahwa tuan mudanya hampir melakukan hal buruk di hari ke-3 pertunangannya.
Tapi apakah Marco merasa bersalah? Sangat, ia merasa bodoh dan tetap berpura-pura sebagaimana mestinya. Sesekali ia berjalan didepan kamar Jeevans yang tertutup rapat, hanya terdengar alunan musik kencang yang mungkin seharian akan didengar para pelayan hingga muak menyerang.
Hal yang dilakukan Jeevans hanya menari ditepian sungai yang terhubung di dalam bilik kamarnya. Marco pun meminta kamarnya ada di jangkauan kamar Jeevans tanpa perduli bahwa jarak kamar pemuda manis itu dan Navins cukup jauh. Ia hanya ingin mendengar pemuda itu bercengkrama dengan temannya.
Dan Marco tidak meniduri Navins, ia hanya memberi tanda itupun Navins memintanya dengan sangat. Ia sadar Navins pun terobsesi padanya dan berusaha memukul Jeevans mundur perlahan, namun angsa yang Marco lihat di mimpinya kala itu memang Jeevans, lengkap dengan setelan hitam legam seperti makan malam.
"Kamu melamun" Suara mengintrupsi Marco yang terduduk tenang di meja kerjanya. Navins datang dengan pakaian tipis berwarna gading, sayangnya Marco tidak tertarik dengan itu semua. Navins mengerutkan keningnya dan membuka jendela dimana ia bisa melihat Jeevans masih menari di jam 7 malam.
"Berisik sekali, dia tidak berhenti melakukan itu sejak kita bertunangan. Padahal siapa juga yang mau bersama dia jika dia hanya menari disana bukannya di pesta dansa kerajaan." Mungkin jika Jeevans mendengarnya, pemuda jtu akan sangat sakit hati.
Marco beranjak dan merangkul bahu Navins ke sofa "Jangan katakan itu pada saudaramu, hal yang membuatnya seperti itu juga dari keluargamu sendiri. Ingatkah bahwa kalian memang dibedakan sejak kecil?" Navins menatap Marco dengan tatapan tak suka, apa tunangannya ini membela Jeevans?
"Kenapa kau membelanya? Bukankah benar bahwa seorang angsa cacat sepertinya tidak memiliki pasangan? Ayah menjodohkanmu denganku karna aku memang pantas, bukan dengan angsa seperti dia!" Terpatik emosi, Marco justru tersenyum menyeramkan dihadapan Navins. Pemuda manis itu nampak terkejut dengan ekspresi Marco dan mundur perlahan.
"Apa aku mengatakan? Kalau aku ini tidak ingin ditunangkan dengan angsa yang paling dipuja di negeri ini? Dengarkan aku dengan baik Navins, aku membela saudaramu karna kau juga cukup keterlaluan, sadar apa yang kau lakukan adalah hal yang paling benar. Sudah benar kau tidak banyak bicara setelah aku memberimu tanda, rupanya tidak puas juga."
Navins dapat melihat tatapan Marco penuh dengan emosi, Marco benar... Ia selalu mengelukan Marco didepan saudara kembarnya itu, merasa bahwa dia yang paling pantas dan tersenyum mengejek setelah mendapatkan Marco pula mendapat dukungan dari orang tuanya.
Semua orang akan mengatakan malangnya Navins jika ia tidak mendapatkan Marco dan akan menyalahkan Jeevans, nyatanya Navins begitu egois untuk memiliki Marco seutuhnya tanpa berfikir apakah ucapannya akan menyakiti Jeevans, saudara kembarnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The black swan ; markno
Fiksi PenggemarThe Black Swan story of Markno Slight Markmin. Kapan terakhir kali jeevans tersenyum selebar ini? mungkin sudah sangat lama. Ketukan sepatu ber hak 3 centi itu menggema di lantai altar, ia hanya mengenakan setelah jas berwarna hitam pekat dan tersen...