True

1.3K 136 5
                                    

Marco duduk bersebrangan dengan Jeevans, dimana warga lebih memilih duduk dan berdiri dibelakang pemuda manis itu dibanding mengelilingi keduanya. Bibi kim sendiri duduk dan mengusap tangan Jeevans untuk menenangkan pemuda tersebut. "Bagaimana bisa Navins melakukan kebijakan seperti ini?"

Marco menghela nafas berat dan menatap Jeevans "Dia merasa bahwa dengan pembangunan toko dan bar, pemasukan warga akan bertambah sehingga para warga tidak akan meminta sumbangan pemerintah yang disimpan sebagai anggaran kerajaan. Aku tidak mengikuti perkembangan keuangan karna kurasa navins akan melakukan hal yang ada di nalar kepalanya saja."

Pemuda bernama ikal itu mendengus dan berjalan menuju Marco dan memukul pangeran itu "Pukul tunangan bodohmu itu tuan! Dia pikir kami bisa hidup seperti budak sedangkan ia sibuk menyimpan anggaran keuangan? Mirisnya..." Marco bisa melihat bahwa Jeevans tidak berniat membelanya maka ia menunduk dalam.

"Maafkan aku... Aku salah tidak memperhatikan kalian juga keluhan yang kalian berikan, aku menyesal tidak memperlakukan kalian dengan baik..." Jeevans menatap sendu pria diseberangnya lantas tersenyum tipis pada bibi kim yang berpidah duduk disebelah Marco. Bibi kim mengusap jemari Marco lembut sekali, membuat Marco teringat akan kasih sayang yang ibunya berikan pada.

"Tak apa tuan marco, saya paham mungkin ikal juga perlu waktu. ia pasti merasa sangat kehilangan, tapi bibi yakin dia sudah memaafkanmu terlebih dahulu tuan." Semua warga mengangguk setuju lalu tersenyum ramah pada Marco, pemuda itu mulai berkaca-kaca dan menangis karna ia merasa sangat bersalah pada warga yang tak tahu apa-apa.

Jeevans beranjak dan mendekap kepala Marco kedalam pelukannya "Ayah selalu bertanya kemana hilangnya putraku yang bijaksana itu... Rupanya memang kau tidak diizinkan untuk bicara oleh ayahanda..." Marco mengangguk pelan, Jeevans lantas menghela nafas pelan kala ia berfikir bagaimana ayahandanya sendiri melarang sang menantu untuk memimpin sebuah desa sedangkan saudara kembarnya tidak bisa diandalkan..

Marco kembali ke kastil sang mertua pada malam hari, bekas lukanya sudah diobati oleh Jeevans di kastil Soul sebelum ia pulang. Navins yang tengah menata rambutnya itu berbalik dan mendekati Marco "Apa yang terjadi? Kenapa kau terluka seperti ini? Bukankah kau pulang tadi?" Marco menatap Navins dengan cukup tajam membuat pemuda manis itu justru mengeryitkan alisnya.

"Ada ap-" "Apa?! Kau bertanya soal apa?! Pemikiran bodohmu itu membuat semua orang sengsara, tidak kah kau memposisikan diri sebagai mereka hah?! Kau tidak makan tapi kau harus bekerja siang dan malam demi proyekmu itu?" Navins terdiam, air matanya sudah mengalir deras dan ia berlari keluar dari kamar. Marco mengusap wajahnya dan duduk ditepian ranjang, esok akan menjadi hari yang panjang.. Ia sangat yakin

The black swan ; markno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang