Preparation

1K 114 2
                                    

Sebulan sudah sejak terakhir kali Jeevans dan Marco bertemu di kamar tidurnya. Ia menyimpan rapat-rapat pakaian yang ia pakai malam itu untuk meninggalkan aroma Marco yang mungkin tidak dapat ia hirup dalam waktu yang cukup lama. Kastil nampak ramai dengan beberapa pelayan yang tengah asik mendekor berbagai sisi ruangan.

Jeevans sendiri sudah bisa kembali melakukan banyak kegiatan meskipun hatinya masih diselimuti kesedihan yang mendalam. Ia mengusap beberapa kelopak hiasan bunga yang tergantung di pilar-pilar kastil dan tersenyum. Ia harus cepat-cepat pergi ke aula dan menyiapkan beberapa hiasan altar pernikahan untuk Marco.

Ia sempat bertemu Navins dan adik kembarnya itu meminta maaf. Namun tidak membuat hatinya lega ia memilih untuk mengabaikan permintaan maaf Navins. Tangannya membawa beberapa kantung bunga yang hendak ia pasang di altar pernikahan. Maya yang melihat itu berlari mendekati Jeevans dan mengambil alih bunga-bunga itu.

"Kakak yakin untuk ikut mendekor?"

Jeevans mengangguk, Marco memintanya untuk mendekor altar bahkan meminta nya untuk ikut saat pemilihan baju pengantin. Entah apa maksudnya Jeevans pun tak mengerti, bukankah ia harusnya menolak? namun hatinya menurut untuk mengikuti apa yang Marco minta.

Soul sendiri mengamati dari kejauhan bersama July, istrinya itu hanya mengusap lengan pemimpin itu dan membuat keduanya menatap Jeevans iba. Apa yang putra mereka lakukan adalah sebuah keputusan besar yang bahkan tak pernah mereka pikirkan. Mengapa pemuda manis itu yang menjadi korban dari ke egoisan keluarganya sendiri.

Surai peraknya tertepa angin kala kudanya melaju kencang menuju pemukiman. Jeevans pergi dari kastil untuk menemui beberapa warga, diikuti Marco dan Navins yang berada jauh dibelakangnya mengikutinya. Senyuman merekah kala ia memeluk bibi Kim yang menatapnya sendu.

"Apa pangeran kami baik-baik saja? Kau sungguh tak apa?"

Air mata yang terbendung dipelupuk mata menandakan bahwa semua yang tertata apik di hatinya sudah kacau, Bibi Kim memeluknya erat dan mengusap bahu pangeran itu, menenangkan hatinya yang hancur kesekian kalinya. Para wargapun tak bisa melakukan apa-apa selain menatap Jeevans dan ikut meneteskan air mata.

"Kau bisa lihat sendiri apa yang sudah kau lakukan pada saudaramu. ini yang kau sebut melindunginya?"

Navins menatap kearah kerumunan warga yang menangis di sisian Jeevans lantas mengeratkan pegangannya pada tali kudanya. Ia memejamkan matanya, banyak hal yang membebaninya sejak pernikahannya diumumkan.

"Hanya itu yang bisa kulakukannya untuknya, Jaga dia untukku... Dia berharga untukku meskipun aku tau sakitku tak sebanding daripada sakit yang ia terima selama ini."

Navins memacu kudanya kembali ke kastil dan memilih untuk berjalan disekitar sungai, ia tersenyum memandang dirinya dipantulan air.

"Sudah memikirkan dengan sangat matang Navins?" pemuda itu berbalik dan menemukan Soul berjalan mendekat. "Sudah ayahanda, Kita hanya perlu menunggu hari pernikahan. Aku sangat senang bisa menikahi putramu."

Soul menepuk bahu Navins dan tersenyum "Ingat itu menjadi memori terindah mu Navins dan terimakasih sudah memikirkan segala hal yang membebanimu. Maaf aku tak pernah membantumu sebagai calon menantu." Navins tersenyum lebar, ia mengangguk dan menatap kearah langit sore.

"Jika esok hari aku menjauh dengan cara seperti ini, kuharap kau tidak marah padaku Jeevans...“

The black swan ; markno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang