Castle

1K 119 1
                                    

Kastil white swan atau kerajaan yang dipimpin King Jeff mengalami penurunan drastis semenjak Jeevans pergi. Hanya ada Marco yang bisa membantu menyeimbangkan pengeluaran yang dilakukan oleh Navins. Banyak hal yang dilakukan oleh pemuda manis itu seperti membangun bar dan beberapa toko sebagai penunjang kualitas pasar.

Saat ini Marco terdiam di ruang kerjanya dengan berkas menumpuk serta kepala yang terasa berat karna kantuk menderanya. Bekerja semalaman suntuk membuatnya hampir demam dan ia benci hal itu. Navins nampak membaca dokumennya dengan seksama sesekali mengigit lidahnya karna kebingungan saat membaca. Pemandangan itu tak lepas dari Marco yang sedang frustasi mengerjakan dokumennya.

"Paham dengan keluhan yang dikirimkan warga?" Pemuda manis itu menggeleng "Dokumennya banyak sekali, bagaimana aku bisa paham?" Marco hanya mendengus pelan dan menyandarkan tubuhnya pada kursi kerjanya "Letakkan, tidurlah jangan bekerja" Navins tersenyum lantas menghampiri Marco dan mencium pipinya "Kamu sangat perhatian, terimakasih sayang~"

"tidak, bagaimana bisa aku diam saat warga mengeluh kepada keluargaku?"

Respon berbeda dari Navins membuat Marco berfikir bagaimana ketika ia bekerja dengan Jeevans. Mereka berada di ruangan yang berbeda tapi dokumen yang dikerjakan oleh pemuda manis itu selesai dalam hitungan beberapa jam. Jika seperti ini sebelum memimpin sebagai raja saja ia sudah hampir pecah untuk memikirkan hal-hal yang terlewatkan oleh Navins.

Warga berkumpul didepan kastil pada pukul 10 pagi dan mereka bersiap melaporkan pengaduan baru kepada raja. Kali ini Navins tidak datang melainkan Marco yang duduk disana bersiap mengumpulkan berbagai macam aduan di dalam sebuah notulensi panjang. Warga marah besar membuat Marco semakin pusing.

"Maafkan kami pangeran Marco, tapi dana kami untuk sandang pangan tak cukup. kami membutuhkan pasokan makanan bukannya menambah pekerjaan kami di sebuah toko maupun proyek besar putra mahkota." seorang lelaki tua bersimpuh didepan Marco, tubuhnya sudah kurus kering tak terawat. Lelaki berstatus pangeran itu nampak gusar dan meminta beberapa pelayan mengambil koin perak dan emas sebagai penunjang ekonomi para warga.

Ia kembali melihat sekitar ketika ada seorang remaja maju dengan keberanian. Sorot matanya nyalang dan pengawal siaga didekat Marco "Apa keluhanmu?" pemuda itu maju dan melempar jubah wanita yang ia bawa. "Ibuku meninggal karna kami kekurangan bahan pangan hingga ibuku tidak makan beberapa hari ketika ia sakit. kalian menjanjikan kami uang dan bahan pangan bukan? kenapa justru melakukan proyek besar?! tidak kah kalian sebagai calon pemimpin kami bertanggung jawab atas ini?!"

Marco hendak memberikan sekantung koin lagi, namun pemuda itu menolak keras "Koin itu tidak bisa mengembalikan ibuku! Dimana putra mahkota?! Dimana dia?!" warga terpacu untuk saling berteriak. Kawanan mulai tak terkendali, namun seorang wanita paruh baya maju dan menenangkan pemuda itu.

"Ayo pulang ikal, nenek yakin pangeran kecil je sudah mengirimkan bahan pangan lagi hari ini." Marco mengerutkan keningnya, siapa pangeran kecil yang dimaksud oleh bibi itu? "Maaf, aku tidak pernah mendengar panggilan itu sebelumnya. Apa ada pangeran lain di daerah ini?" Bibi itu, bibi kim.. ia menoleh dan tersenyum "Ada, pangeran kami yang akan membantu kami meskipun ia juga dalam kondisi terpuruk pun, pangeran kecil kami selalu ada bersama kami. Kuharap pangeran Marco mengerti, kami kecewa pada perilaku putra mahkota dan kami memutuskan untuk tidak mengajukan pengaduan kedepannya. Permisi."

The black swan ; markno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang