Matahari sore yang bersinar hangat menyinari taman. Beberapa anak sedang bermain bola dengan penuh keceriaan membuat suasana taman ramai dan menyenangkan. Namun, di sisi lain taman tempat Jetta dan Hans berada, suasana terasa mencekam. Jetta menatap Hans dengan tajam dan pria itu membalasnya dengan senyuman.
"Kenapa kau terlihat begitu membenciku?" Ucap Hans.
"Memang." Ketus Jetta.
"Dua hari lalu saat aku datang kedepan rumahmu kau tidak mau menemuiku atau bahkan membalas pesanku."
"Itu karena aku membencimu." Ucap Jetta seraya memalingkan mukanya.
Hans menghela napas dan kembali duduk, kemudian menepuk-nepuk tempat duduk di sebelahnya seperti memberitahu Jetta agar ikut duduk bersamanya.
"Duduklah."
Jetta memutar kedua bola matanya dan duduk berjarak satu bangku dari Hans.
"Akan kutanya sekali lagi, apa maumu?"
"Tentu saja karna aku ingin menemuimu." Jawab Hans.
"Setelah kau meninggalkanku dan menghilang tanpa kabar selama dua tahun?" Ucap Jetta dengan nada sedikit gemetar.
"Jea.."
Keheningan pun terjadi di antara mereka. Jetta menunduk dan mengepalkan tangannya, dan Hans hanya bisa terdiam.
"Sudahlah Hans, ini hanya buang-buang waktu. Aku mau pulang."
Jetta bangun dari duduknya dan hendak berjalan pergi meninggalkan Hans. Namun, Hans segera bangun dan megenggam tangan Jetta.
"Jea, jangan memperlakukanku seperti ini. Setidaknya, dengarkanlah aku."
Jetta menepis tamgan Hans dan berbalik ke arahnya dengan wajah kesal.
"Jangan berbiacara seolah-olah aku yang jahat padamu! Kenapa kau bersikap seakan kau adalah pihak yang tersakiti!? Ucap Jetta dengan marah dan nada yang tinggi.
Hans terkejut, namun ia berusaha untuk tetap tenang. Ia menarik napasnya dan mulai berbicara dengan nada pelan, berusaha menenangkan Jetta.
"Jea.. aku tidak bermaksud seperti itu. Maafkan aku."
Jetta menyeka matanya yang mulai berlinang air mata. Ia berusaha kuat untuk tidak menangis, ia tidak mau Hans melihat dirinya yang lemah dan cengeng.
"Lalu?"
"Aku ingin meminta maaf atas apa yang telah kulakukan."
Jetta hanya diam mendengarnya. Perlahan, Hans berjalan mendekati Jetta. Ia mengenggam lembut kedua tangan jetta dengan tangannya.
"Kumohon, berikan aku satu kesempatan."
Hans menatap Jetta dengan wajah yang memelas, menunggu jawaban darinya. Jetta menghela napas, berusaha menenangkan dirinya. Perlahan, ia melihat Hans dan mulai berbicara.
"Untuk apa? Agar kau bisa kembali kehidupku dan pergi meninggalkanku lagi?"
Hans menggeleng, "Aku hanya ingin meminta waktumu sebentar. Aku tau aku salah, Jea. Dan kau pantas untuk membenciku. Tetapi aku sungguh menyesal atas pilihanku dulu. Aku harap kau bisa memaafkanku."
"Aku tidak tau apa aku bisa memaafkanmu."
"Bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar? Aku ingin membawamu ke sebuah tempat, dan juga banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu."
"Bukankah sudah kubilang aku belum memaafkanmu?"
"Memang, tapi bukan berarti kau tidak mau pergi bersamaku kan?"
Jetta berpikir sejenak, ia teringat akan perkataan ibunya. "Kau tau dia orang seperti apa. Kau sudah besar, kau tau apa yang harus kau lakukan."
Dalam lubuk hatinya, Jetta ingin tau apa hal yang akan diceritakan oleh Hans. Dia sedikit merindukan pria itu, pria yang telah meninggalkannya.
"Maaf bu, untuk kali ini saja."
Jetta melepaskan tangannya dari genggaman Hans, "Baiklah, hanya sebentar saja."
Raut wajah Hans berubah menjadi senang, "Tentu, aku tidak akan membawamu pergi terlalu jauh."
"Jangan senang dulu, ini bukan berarti aku memaafkanmu atau ingin bersamamu."
Hans berbalik dan hendak berjalan, kemudian melihat ke arah Jetta, "Aku tau".
Ia berjalan ke arah mobilnya yang terparkir, di ikuti oleh Jetta. Mereka masuk kedalam mobil, Hans menyalakan mesin dan mulai mengemudi entah kemana. Jetta hanya diam memandangi jalanan. Sesekali, Hans melirik melihat apa yang sedang Jetta lakukan. Selama perjalanan, tidak terjadi percakapan apapun diantara mereka. Jetta juga terlihat seperti menjaga jarak dari Hans.
"Jadi.." Ucap Hans sambil tetap menyetir dan melihat kedepan.
"Apa?"
"Kita sekarang sudah bertemu tapi aku belum menceritakan kenapa aku ada disini."
"Maka ceritakanlah." Jawab Jetta acuh tak acuh.
Hans menghela napasnya, "Yaa salah satunya.. 3 tahun ini aku sudah mendapatkan begitu banyak ilmu selama bekerja di restoran temanku di Prancis. Maka aku memutuskan pulang ke Bali dan membuka bisnis restoran ku sendiri disini. Dan saat aku membicarakan hal ini dengan temanku, ia bilang ia dan kerabatnya akan menjadi investor untuk restoranku. Aku sungguh beruntung."
Jetta hanya diam tidak merespon cerita Hans, membuat Hans kebingungan dan situasi menjadi bertambah canggung.
"Lalu?" Ucap Jetta memecah keheningan.
"Lalu apa?"
"Kau bilang itu salah satunya, lalu apa yang lainnya?"
Hans melirik ke arah Jetta, wanita itu sekarang sedang melihatnya, "Aku tau apa yang ingin kau dengar." Ucap Hans dan kembali memperhatikan jalan.
"Maka katakanlah."
"Sebentar lagi kita sampai, aku akan menceritakannya nanti."
Jetta kembali memalingkan tubuhnya dari Hans, "Dan kau membuatku menunggu lagi."
Beberapa waktu berselang, Hans membelokkan mobilnya masuk ke area parkir sebuah museum. Gedung museum itu terlihat sangat cantik dengan gaya moderen artistik eropa. Dihiasi rolling beam yang menyinari gedung museum, memberikan kesan yang sangat mewah.
"Ini.." Jetta terkesima melihatnya, badannya terpaku seperti tidak percaya.
"Kau selalu ingin kesini kan?" Hans berjalan kesamping Jetta.
Jetta menoleh dan hanya diam menatap Hans tanpa sepatah kata.
"Hmm yasudahlah, ayo masuk." Ucap Hans seraya mengulurkan tangannya pada Jetta.
Jetta berjalan begitu saja tanpa menggubris uluran tangan pria itu. Hans diam sejenak memperhatikan Jetta berjalan menjauh, kemudian ia melihat kearah gedung museum yang disinari lampur berwarna-warni. Ia sedikit tersenyum dan menundukkan wajahnya.
"Kau akan jadi milikku lagi, Jea."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Bird
RomanceThis is a story about falling in love with someone you can't have, read at your own risk.