10

223 18 3
                                    

"Pergi jika ingin, karena sejak awal tidak ada yang memintamu untuk datang dan bertahan."

1200 words

°||°HAPREAD°||°
°||°📷 ⏳°||°
°||°

Jessica menginjakkan kakinya menaiki tangga menuju pintu utama bangunan mewah yang sekarang menjadi rumah barunya di dunia asing ini.

"Darimana kamu?" Jessica menghentikan langkahnya disaat suara bariton milik seorang pria paruh baya yang duduk diruang tamu dengan secangkir kopi dan koran ditangannya menyambutnya dengan tatapan tajam.

"Saya?" Tanyanya menunjuk dirinya sendiri. "Oh, saya hanya keluar mencari angin." Jawabnya sedikit sopan dengan menunjuk pintu depan dengan jempolnya.

"Ini sudah jam berapa, Jessica? Sejak kapan papa izinin kamu keluyuran malam-malam?" Jessica sedikit tidak suka pertanyaan ini, bagaimana dengan Rafa dan Aya? mereka bebas ingin kemana, but dia tidak, begitu?

Ouh, mungkin karena Jessica anak bungsu? Maaf tapi Elya kebal konsep itu. Kukatakan dulu sebelum menjadi Jessica, dia anak tunggal tanpa kekangan.

"Maksudnya? saya rasa saya tidak butuh izin papa untuk pergi kemanapun yang saya mau." Jawabnya pelan dan datar.

"DIMANA SOPAN SANTUNMU SEBAGAI SEORANG ANAK HAH??" Ujar Sofyan, dengan nada naik satu oktaf setelah menghempaskan korannya keatas meja.

"Sopan santun seperti apa yang papa maksud?" Tanya Jessica tajam. "Papa ingin saya berteriak dari pintu depan, dan bergelayut manja dilengan papa, begitu?" Lanjutnya menunjuk pintu masuk lalu beralih menunjuk Pria paruh baya itu dengan telapak tangan.

"SAYA INI PAPA KAMU, JESSICA. KAPAN KAMU MAU DENGERIN PAPA!!?"

"SAMPAI ORANG YANG MENGAKU PAPA INI BENAR-BENAR MENJADI SEORANG PAPA." Sofyan cukup tercengang mendengarnya, sejak dilahirkan, Jessica selalu manja padanya, tidak pernah sekali pun dia membalas atau meninggikan suaranya.

"DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI, KENAPA BUKAN KAU SAJA YANG MATI DULU? KENAPA DIA HARUS BERKORBAN HANYA UNTUK ANAK SEPERTI MU?"

Sungguh, hati Jessica cukup sakit mendengarnya, walau memang dia bukan ayah kandungnya, tapi bagaimanapun dia adalah ayah kandung dari raga ini.

Bagaimana bisa dia bisa mengatakan kematian semudah itu padanya? sebenci itukah keluarga ini padanya?

"Papa sungguh mengatakan itu? sungguh menginginkan kematian saya?" Tanya Jessica pelan menunjuk dirinya sendiri.

"Saya berjanji suatu hari nanti papa akan menyesali semua ucapan papa, camkan itu." Lanjutnya sebelum berlalu dari sana. Mengabaikan teriakan Sofyan.

Tepat saat Jessica menutup dan mengunci pintu kamar, terdengar suara pecahan gelas yang dibanting. Namun Jessica tidak ambil pusing, toh bukan dia juga yang membelinya.

Jessica memilih untuk membuka dan mengaktifkan handphone nya. Seketika spam chat dari Via memasuki notifikasi nya, dengan 10 panggilan tak terjawab.

Baru saja ingin membalasnya tapi suara ketukan pintu kamarnya terdengar.
Astaga, Jessica sudah sangat ingin beristirahat, malam ini terasa sangat melelahkan, mulai dari wanita jadi jadian di arena balapan, kejadian di taman, belum lagi sorotan diruang tamu, ditambah lagi dengan kedatangan orang ini.

"Jessica, ini mama sayang." Sang empu bangkit dan membuka pintu, memperlihatkan seorang wanita paruh baya dengan senyumannya.

"Tadi mama denger papa abis marahin kamu yah? Ini mama bawain kamu cup cake rasa stroberi kesukaan kamu." ucapnya memperlihatkan cup cake yang ada ditangannya, masuk dan meletakkan nya diatas meja.

JessiVant BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang