13.

168 16 0
                                    

bantu vote,
kritik dan saran diterima.

°||°HAPPY READING °||°
📷

^^
[>_<]
>|°|>

Penjelasan yang Via berikan tidak banyak membantu, hanya beberapa hal yang menurut Jessica tidak penting. Seperti hobi, kebiasaan, karakter, makanan dan minuman favoritnya. Jika Jessica bertanya tentang keluarganya, Via hanya akan mengatakan.

"Gue minta maaf. Tapi selama ini lo gak pernah mau curhat apapun masalah keluarga lo sama gue, lo cuma selalu bilang itu masalah pribadi lo, jadi gue diam aja. Gue tau hubungan lo sama kak Aya yang renggang karena aku cari tau dan liat sendiri. Dan saat gue mau tau lebih dalam lo masuk rumah sakit, dan gini deh."

Sepertinya pemilik raga ini tipe orang yang tidak ingin menyusahkan dan membebani orang lain, lebih tertutup dengan sekitarnya bahkan orang yang dia anggap sahabat sekalipun. Atau mungkin bisa saja karena masalah kepercayaan dan kewaspadaan, kan?
-
"Jessica gue khawatir banget tau gak? gimana kalau gue gak disana semalam? pasti lo udah mati dikeroyok preman itu"

"Ini sudah jam berapa, Jessica? Sejak kapan papa izinin kamu keluyuran malam-malam?"
-
"Untuk seorang cewek tertutup dan penuh kekangan dan aturan, gimana caranya nih orang bisa dikeroyok preman?" Jessica berbicara sendiri saat kalimat itu tiba-tiba terpikir olehnya.

Jessica merasa jengkel dengan kepribadian pemilik raga yang lebih tertutup, tapi disisi lain juga cukup menguntungkan. Itu artinya tidak ada yang perlu dia khawatirkan untuk bertindak. Namun sekarang Jessica juga mengalami hal yang sama, tidak tahu apa apa.

Meraup wajahnya pelan, Jessica berbalik menatap suasana dan kondisi kamarnya yang terlihat sedikit berbeda sejak pertama kali datang kesini. Berjalan kearah lemari yang berada di samping tempat tidur miliknya. Membuka dan menggeledahnya berharap akan menemukan sesuatu yang berguna. Namun sampai seluruh isi lemari itu dia keluarkan, tidak ada yang menarik perhatiannya.

Bangkit berdiri dan beralih menyibak selimut, membalik kasur, mengecek bagian atas dan bawah lemari, rak rak kecil tak lupa dia bongkar.

Jessica tersenyum kecil saat dia membuka sebuah laci dan menemukan sebuah kalung tali berliontin kunci kecil berwarna hitam, nampak kontraks dengan talinya yang berwarna putih.

"JESSICA."

Teriakan seseorang bersamaan dengan suara dobrakan pintu kamar membuat Jessica memasukkan kalung itu kedalam saku jaketnya, menghela nafas dan berbalik menatap sepasang suami istri yang juga menatapnya dengan pandangan berbeda beda. Sofyan dengan tatapan marahnya dan Karina yang terlihat kaget melihat kondisi kamar Jessica yang terlihat seperti pesawat meledak.

"Stop screaming, im not deaf." Jessica berujar santai, menggeser beberapa helai pakaian yang berada disekitar kakinya.

"Aku tidak membesarkanmu untuk menjadi seorang berandalan." penuturan to the point dari Sofyan membuat Jessica mengangkat alisnya sebelah heran. "Maksudnya?"

"KAU PIKIR PAPA TIDAK TAHU KALAU KAMU IKUT BALAPAN LIAR?" Mendengar bentakan itu membuat Jessica kembali mengingat kehidupan membosankan gadis ini. Tapi darimana pria ini tahu? bukankah dia harusnya baru datang dari luar kota malam itu?

"Bukan hanya itu, kau juga berkelahi dengan beberapa preman jalanan, bahkan memukul temanmu hingga masuk rumah sakit." lanjutnya membuat Jessica tahu siapa yang dia maksud temannya itu.

"Lalu apa? papa mau gue cuma diam membisu saat ada orang yang gangguin gue?" Jessica mengeluarkan suara.

"Sebenarnya sebenci apa kalian sama gue? Kenapa setiap apapun yang gue lakuin itu selalu salah dimata papa?"

"BAHKAN KEHADIRANMU DISINI SUDAH MENJADI KESALAHAN, JESSICA." Karina yang berdiri didekat suaminya kaget dan berteriak disaat Sofyan membanting vas bunga yang berada didekatnya, membuat beberapa serpihan kaca dan air menimbun beberapa pakaian.

Hening.

"Sekali lagi saya dengar kamu berulah, papa tidak akan diam." Jessica masih dengan tatapan tak pedulinya menatap pak Sofyan yang beranjak keluar dari sana.

Ini yang membuat Jessica pusing setengah mati. Mereka aneh, tidak bisakah salah satu dari mereka menjelaskan padanya apa yang terjadi?

Jessica meraih dan menggenggam lengan Karina saat dia akan ikut keluar menyusul suaminya.

"Kenapa?"

"Darimana papa tau?"

"Eum,, it-u." bu Karina tergagap diam sejenak sebelum melanjutkan. "Mama yang bilang sama papa kamu, itu juga supaya kamu mau berubah dan-"

"Berubah? anda sedang melawak?" Potong Jessica dengan nada menyindir. "Enggak ada yang akan berubah, yang ada itu cuma hubungan gue sama papa yang bakal semakin renggang." Karina meringis kesakitan kala Jessica semakin mengeratkan genggamannya.

"Anda sedang mengembangkan drama yang pada akhirnya tidak akan ada gunanya, jadi kusarankan untuk berhenti." Jessica masih belum berhenti berkicau.

"Jessica lepasin tangan mama."

"Mama? Selamanya enggak akan ada yang bisa gantiin posisi mama gue." Ujar Jessica membuat Karina diam dengan pelototan mata kaget.

"Apalagi jika itu seorang pembunuh." Karina menamparnya dengan keras kala Jessica menyelesaikan ucapannya.

"Jaga ucapan kamu, Jessica." Desis Karina menunjuk wajah Jessica geram.

Tidak terima, dia mengangkat tangan Karina dan menghempasnya kelantai, Jessica tersenyum aneh melihat Karina yang terlihat melebih lebihkannya dengan meringis keras menggenggam pergelangan tangannya seolah patah.

"Kau menamparku?" Jessica berjalan kearah Karina yang masih meringis menahan sakit.

Namun sebuah tangan menahan lengannya saat sedikit lagi telapak tangan Jessica akan mendarat dibahu Karina.

"JESSICA, STOP." suara peringatan itu mengalun tepat didekat telinganya. Jessica menoleh dan Menatap pelaku geram.

"Lepas." Ujar Jessica menepis kasar tangan Rafa yang menahannya.

"Mah, gapapa?" tanya Rafa membantu Karina berdiri dari duduknya, nampak sangat menyedihkan dengan air mata yang menemani ringisannya. Menambah kesan teraniayanya.

"Ini ada masalah apa sih, sampai dorong mama kayak gitu?" tanpa menunggu jawaban Karina Rafa berbalik bertanya kepada Jessica yang menatapnya jijik.

"Masalah?" Jessica terkekeh mendengarnya. "LO NANYA SOAL MASALAH? KENAPA LO GAK TANYA SAMA MAMA LO ITU, HAH?" Jessica menunjuk Karina jengkel.

"LO KEN-"

"STOP!!!!!."

"Mama gapapa, Fa." jawabnya lirih. "Tangan mama cuma keseleo dikit. Jessica pasti gak sengaja dorong mama." lanjutnya.

"Lagian ini juga salah mama, gara gara mama bilang sama papa soal Jessica yang balapan liar sama berantem, dia jadi dimarahin sama papa." Ujar Karina merasa bersalah yang hanya membuat Jessica berdecih sinis.

Hey, apa harus sedetail itu? mungkin terdengar seperti dia yang merasa bersalah dan membela Jessica, tapi apa hanya telinga dan insting Jessica saja yang mengatakan bahwa secara tidak langsung Wanita tua sialan itu juga mengadukannya kepada Rafa?

"Balapan?"

Nah, kan?

"Jessica balapan? berantem juga?" Rafa terkekeh meremehkan diakhir kalimatnya. "Ya gak mungkin donk Ma, mama kan tau sendiri Jessica orangnya gimana?" tanya Rafa pada Karina.

"Iyya Fa, tapikan anak teman mama juga kenal sama Jessica. Kejadian itu terjadi tepat malam kepulangan mama dari luar kota dan-"

"Udah mah, mungkin dia salah lihat." Ujar Rafa memotong ucapan Karina. "Lo juga Jessica, gak seharusnya lo dorong mama kayak gitu." nasihat Rafa merasa bijak.

"Drama." Jessica memutar bola mata malas. "Mending lo pergi kompresin tangan mama, kasian nanti gak bisa nampar gue lagi." Lanjutnya menepuk pelan pundak Rafa sebelum pergi dan meninggalkan kamarnya yang berantakan seolah tak ada.

____

Bantu votex kak.

next?

JessiVant BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang