2

1.1K 148 45
                                    


LISA

Aku bangun dari tidurku, duduk dalam sekejap. Tubuhku panas karena keringat, nafasku memburu. Aku meringis, mengusap wajah di lenganku. Mimpi buruk selama dua tahun tidak pernah hilang, terasa menyakitkan. Mengganggu jam tidurku yang hanya sebentar.

Melirik jam masih jam 6 pagi, aku melepaskan kaus, celana dan semuanya lalu menggantinya dengan bra olahraga dan celana pendek. Aku mengambil ponsel dan earphone dari laci meja riasku. Keluar dari apartemen yang menyesakkan.

Berlari menjadi pelampiasanku setiap aku bermimpi buruk. Terkadang, aku merasa hatiku sudah membeku. Aku kecewa, aku marah, tetapi aku tidak pernah menangis.

Ibuku sering meneleponku, terkadang menangis setiap aku menceritakan kehidupanku yang datar. Dia memohon, terlalu sering memohon agar aku pergi, berteman dengan orang lain, menjalani kehidupan seperti sebelumnya.

Aku tahu aku tidak bisa. Tidak, setelah aku panik, kehilangan segalanya. Itu mengubahku. Lisa yang ceria dan bahagia akan menjadi masa lalu yang tidak bisa aku ubah. Sekarang, inilah aku.

Nafasku sudah mulai tersengal saat aku melihat smart watch, menunduk aku meneguk air mineral. Pikiran untuk terus berlari agar pikiranku dapat terkontrol, tidak terjerumus dalam lubang gelap, meningkatkan detak jantungku. Sudah dua jam aku mengelilingi taman.

Aku kembali karena memang harus. Kembali ke tempat sepi itu tidak menyenangkan. Aku mampir ke toko tempat biasa aku sarapan. Seorang wanita berambut merah menyapaku seperti biasa, dan aku tersenyum tipis, hanya menghargai tentang ramahnya dia pada pelanggan.

“Seperti biasa?”

Aku mengangguk dan wanita itu menyiapkan pesananku. Aku mendapatkan sandwich dan cokelat hangat favoritku dan duduk di salah satu kursi. Mendengarkan lagu menjadi salah satu hal yang aku sukai karena itu satu-satunya yang akan aku ingat tentangnya.

Musik.

Aku memejamkan mata ketika samar-samar aku mendengar suara lembutnya mengalun indah di telingaku. Bayangan itu hampir hilang, seiring berjalannya waktu. Tetapi ada titik di mana dia memangku gitar, bernyanyi sementara aku membaca buku di sudut sofa.

Menggelengkan kepala pada bayangan itu, aku segera pergi dari toko setelah membayar pesananku. Lift kemudian berdenting di lantai 3 dan aku keluar. Aku tidak sadar lift di sebelahku juga terbuka, hampir bersamaan denganku keluar.

“Lisa?”

Aku berhenti total. Aku berbalik dan melihat bosku berjalan dengan wajah bingung.

“Ms. Park.” Aku menyapa dengan sopan.

Matanya menjelajahi penampilanku dan aku menunduk, sadar bahwa aku hanya menggunakan bra olahraga dan celana pendek yang masih tersisa keringat.

“Kau tinggal di sini?” Tanya Ms. Park mendekat ke arahku.

“Ya.” Aku menjawab sambil mengangguk.

Ms. Park cemberut mendengar responku. Mungkin mengharapkan banyak kata, tetapi aku bukanlah tipe orang yang ingin mengatakan banyak hal, aku lebih pandai diam.

“Oh, kebetulan temanku juga berada di tempat yang sama.” Ms. Park memberi tahu.

Aku hanya mengangguk. Biasanya aku tidak pernah berpapasan dengan Ms. Park selain karena pekerjaan di kantor. Rasanya canggung harus saling berdiri, mengingat atasanku itu berdiri sangat dekat di pesta kesuksesan beberapa hari yang lalu.

“Chaeyoung, itu kau?”

Untungnya, teman yang Ms. Park maksud muncul dan aku bergerak mundur. Aku menyapa singkat wanita itu.

Memorié || CHAELISA ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang