31

966 140 39
                                    



Lisa merasa tak nyaman di tempatnya duduk saat ini. Dia hanya bisa menunduk, menjilat bibirnya yang kering, mencoba menatap Chaeyoung yang sedang menikmati sarapannya tanpa bicara sedikit pun padanya.

Di tengah meja, ada silet yang tidak mereka bahas sedikit pun. Lisa tidak bisa menjelaskan kenapa dia menyimpan silet di dalam sakunya.

Diamnya Lisa jelas memicu kekesalan Chaeyoung, sedikit. Alih-alih marah dan mengoceh pada Lisa, bertanya pun percuma saja saat Lisa tak ingin bicara, Chaeyoung memilih untuk pergi kembali ke dapur menyelesaikan masakannya.

Setidaknya Chaeyoung masih bersikap baik dengan membuatkan Lisa sarapan. Karena Lisa sempat berpikir, Chaeyoung marah dan dia akan pergi saja mencari sarapan di luar.

Mereka hanya berdiam sepanjang menyantap pagi itu. Lisa yang memang jelas punya kesalahan tahu diri dengan menunduk, sementara Chaeyoung diam-diam melirik Lisa, menjadi tak tega melihat ekspresi Lisa yang sedih menunduk.

Saat sarapan selesai, Chaeyoung berjalan ke wastafel, menyimpan piring dan gelas kotor tanpa mencucinya. Dia duduk di sofa, memperhatikan Lisa juga ikut menyusul menuju wastafel.

"Apa kau ingin waktu sendiri?" Tanya Lisa tegang. Tubuhnya tegap mencoba mencari kegiatan dengan mencuci piring-piring kotor.

"Waktu sendiri apa maksudmu?" Chaeyoung merespons tak peduli. Lebih tepatnya pura-pura untuk tidak peduli.

"Jika kau mau aku pergi, aku bisa melakukannya. Lagipula, aku punya apartemenku. Aku bisa memberi waktu untukmu." Ucapan Lisa tak sesuai dengan perasaannya karena tentu saja dia tak ingin meninggalkan Chaeyoung lagi.

"Kau ingin pergi? Hanya itu yang kau pikirkan, Lisa?" Chaeyoung bertanya tak percaya pada gadis berponi itu.

Lisa mengeringkan piring terakhir kemudian berbalik. Dia kemudian duduk, dengan bersikap sok tahu diri lagi, menjaga jarak dari Chaeyoung. Berpikir Chaeyoung marah dan tak ingin berada di dekat Lisa.

Padahal bukan itu sama sekali. Chaeyoung kecewa mengapa Lisa harus memilih untuk menyakiti diri sendiri. Seberat apa masalah gadis itu? Bukankah lebih baik Lisa bicara alih-alih harus menyakiti diri sendiri?

Chaeyoung sendiri merasa terluka mengetahui orang sekitarnya, terutama Lisa harus memilih untuk menyakiti diri sendiri seperti itu.

"Aku tidak mau pergi. Tapi mungkin kau butuh ruang. Lagipula, kau masih kesal padaku. Jadi percuma aku berada di sini, kan?" Ujar Lisa sama sekali tidak menatap Chaeyoung saat dia bicara.

"Begitu? Kau pikir percuma kau ada disini? Iya? Setelah aku menemukan silet di dalam sakumu, apa kau pikir aku akan tenang jika jauh darimu, Lisa? Kita tidak tahu apa yang akan kau lakukan di luar sana."

Lisa mengulum bibir bawahnya, jari-jarinya bergerak tak menentu, keringat menetes di dahinya padahal AC di tempat ini menyala.

"Aku tidak akan melakukan apapun di luar sana, aku janji. Beberapa hari ini, hanya terlalu berat untukku. Jadi aku--"

"Lisa," Potong Chaeyoung dengan cepat. Dia duduk dengan tegak, menatap Lisa meski gadis berponi itu tak balas menatapnya. "Apa itu menjadi alasan membiarkan aku memaafkanmu yang sudah melakukan hal bodoh itu?"

"Tidak. Maaf, aku memang bertindak bodoh." Balas Lisa pelan.

"Kau memang tidak mengerti kan, Lisa?" Tuduh Chaeyoung hanya bisa menghela nafas.

Lisa perlahan mengangkat pandangannya, menatap Chaeyoung yang ternyata menatapnya dengan lembut.

"Apa yang tidak aku mengerti?"

Memorié || CHAELISA ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang