Relasi Rasa 6

2K 131 5
                                    

السلام عليكم

•••

Setelah selesai makan siang besama, Ustadzah Liana turut membantu Umma Fidha mencuci piring, dengan di barengi candaan yang di lontarkan Umma Fidha.

"Nak Liana, terima kasih sudah mau repot-repot menolong Umma hari ini ya," ucap Umma Fidha tulus berterima kasih.

"Sama-sama Umma, Liana tidak merasa di repotkan kok," 

Kegiatan mencuci piring pun telah selesai, Ustadzah Liana bergegas ingin pamit kepada Umma Fidha.

"Umma, Liana izin pamit ya." Pamit Ustadzah Liana menoleh menatap Umma Fidha.

"Iyaa Nak, sekali lagi Umma ucapkan terima kasih ya,"

"Umma udah dua kali lho Liana denger Umma bilang terima kasih terus, nggak usah berterima kasih Umma, malahan Liana seneng kalau bisa bantuin Umma." Ucapnya sungguh-sungguh.

"Ya sudah Umma anterin sampai depan ya?" Ajak Umma Fidha lalu menggenggam tangan ustadzah Liana menuju pintu utama.

Belum sempat sampai menuju pintu tiba-tiba terdengar suara orang yang menahannya agar tidak beranjak.

"Umma," panggil Gus Haqi mencekal lengan Umma.

"Ada apa Haqi?" Tanya Umma Fidha pada anak sulungnya itu.

"Maaf sebelumnya Umma, Haqi ingin meminta izin untuk berbincang sebentar dengan Ustdzah Liana apa boleh?" Tanyanya hati-hati.

Umma Fidha menatap bergantian Gus Haqi dan Ustdzah Liana yang sama-sama tengah menundukkan pandangannya.

Lantas ia tersenyum penuh makna, "berdua?" Balas Umma Fidha bertanya.

"Eh- enggak Umma, nanti Haqi minta di temankan Balqist kebetulan dia sudah pulang,"
Jelas Gus Haqi sebelum terjadi kesalahpahaman.

"Lho sekarang dimana Balqist nya?" Tanya Umma Fidha mencari keberadaan anak keduanya dengan ekor matanya.

"Balqist sedang berganti pakaian Umma, dia kan habis kerja bakti sama teman asramanya Umma," ucap Gus Haqi memberi tahu. Umma Fidha hanya mengangguk-anggukan kepalanya pertanda paham.

Suara hendle pintu terbuka dari arah belakang mereka berdiri, dan ternyata itu adalah Balqist yang sedang menggunakan hijab instan nya seraya tangan kanannya menutup knop pintu.

"Balqist jangan biasain pakai hijabnya kaya gitu nak," tegur Umma Fidha yang di balas cengiran oleh Balqist.

"Afwan Umma," ucap Balqist meminta maaf.

"Untung aja yang datang ustdzah Liana, coba kalau yang datang bukan ustdzah Liana bagaimana?" Tanya Umma Fidha yang heran dengan kebiasaan anaknya itu.

"Abang belain Balqist dong, biar Umma berhenti ngomel," pinta Balqist pada Gus Haqi yang sedang menghela napas.

"Balqist, Abang sudah banyak lho belain kamu, tapi emang kamunya aja yang salah jadi sekarang Abang nggak mau belain lagi," ucap Gus Haqi membuat Balqist mencebikan bibirnya.

"Abang kok gitu sih, Abang udah nggak sayang lagi sama Balqist? Iya?" Tanya Balqist dengan suara yang di sedih-sedihkan ditambah dengan puppy eyes yang selalu membuat luluh hati Abang nya yang sekeras batu itu.

"Dek, bukan Abang nggak sayang sama kamu tapi ucapan yang dibilang Umma itu benar, sekarang ayo kamu minta maaf sama Umma." Pinta Gus Haqi sembari mengelus puncak kepala Balqist.

"Iya-iya. Umma, Balqist minta maaf ya." Ucap Balqist sambil menautkan jari jemarinya.

"Udah lupain aja, ayok Balqist kamu temankan Abang kamu ya," ucap Umma Fidha.

"Lho Abang mau kemana emang?" Tanya Balqist dengan raut terkejutnya.

"Enggak kemana-mana, Abang cuma mau minta tolong kamu buat temani Abang dan Ustadzah Liana berbicara agar tidak mengundang fitnah, mau kan Dek?"

Balqist mengangguk-anggukan kepalanya paham, "tapi di dapur ya bang, sambil Balqist makan siang soalnya Balqist laper belum makan," ucap Balqist.

Ustadzah Liana yang sedari tadi menyaksikan perdebatan antara, ibu dan anaknya hanya bisa tersenyum maklum.

"Bagaimana ustdzah?" Tanya Gus Haqi meminta persetujuan darinya.

"Saya terserah Gusnya saja," balas Ustdzah Liana.

🧕👳

"Ada apa ya Gus?" Tanya ustdzah Liana memulai pembicaraan.

Sekarang mereka berdua tengah berada di gazebo belakang rumah, memang letak dapur dan ruang makan itu tergabung dan terhubung juga dengan taman belakang yang terdapat gazebo, dengan demikian Balqist masih bisa mencuri pandang apa yang dilakukan Gus Haqi dan Ustdzah Liana.

"Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih sudah membantu Umma saya,"

"Tidak masalah Gus, saya seneng kok bisa membantu Umma Fidha," Ucap Ustdzah Liana lalu tersenyum sambil menunduk.

"Syukurlah, jika tidak merepotkan kamu."

"Ada yang mau di bicarakan lagi Gus?" Tanya Ustadzah Liana menoleh sebentar melihat kegelisahan yang di alami Gus Haqi yang duduk sedikit jauh darinya.

"Eum- saya," Gus Haqi terdiam beberapa saat, dan itu membuat rasa penasaran Ustdzah Liana meningkat, sebenarnya apa yang ingin di sampaikan lagi oleh Gus Haqi.

Gus Haqi terdiam ia menoleh ke samping detik itu lah mata mereka berdua bertubrukan, lantas dengan cepat mereka berdua mengalihkan pandangan.

"Jadi ada apa ya Gus?" Tanya sekali lagi Ustdzah Liana yang sudah tidak enak dengan suasana yang canggung ini.

" ما وجـدت يوما أجـمـل مـن يوم حـين لـقـيت بـيك"

"Hah, apa Gus?" Bukan, Bukan ustdzah Liana tidak mendengar ucapan Gus Haqi, jelas-jelas ia mendengar apa yang di ucapkan Gus Haqi untuk nya.

Pertanyaan yang di lontarkan Ustadzah Liana membuat kuping Gus Haqi memerah, lantas ia langsung beranjak pergi meninggalkan ustdzah Liana dengan rasa malu yang teramat dalam, sebelum itu Gus Haqi sudah terlebih dahulu mengucapkan salam.

Ustadzah Liana mengerjapkan matanya kaget, lantas setelah itu ia tersenyum, lalu berucap

"Dan, tabassamuka nafadjal qolbu,"

Ucap ustdzah Liana di dalam hati.

"Astaghfirullah maafkanlah hamba ya Rabb," gumam Ustdzah Liana.

🧕👳

Waalaikumsalam

1. "Aku tidak menemukan hari yang lebih indah, dari hari ketika aku bertemu dengan mu."

2. "Dan, senyumanmu menggetarkan hatiku"

RELASI RASA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang