Chapter 19

730 243 53
                                    

-- Happy Reading, Happy Fasting --
Marentin Niagara

Menggandeng lengan ayahnya, Asmara menghadiri pernikahan sahabatnya dan bersiap menjadi bridesmaid sesuai dengan permintaan Rengganis. Dia juga telah mengenakan kain seragam yang diberikan Rengganis seminggu sebelum ini.

Semula Rengganis meminta Asmara datang bersama Subuh. Dia juga telah menitipkan seragam groomsmen untuk Subuh, tapi Asmara menolaknya. Dia tidak ingin menimbulkan fitnah yang akhirnya membuat malu ayahnya lagi. Terlebih karena lamaran mereka, Asmara tidak ingin menggembor-gemborkan berita itu hingga menimbulkan penyakit ain dan hasad sampai dengan pernikahan mereka dilaksanakan. Apalagi keluarga Subuh sesuai rencana baru dua hari lagi datang ke rumahnya.

"MasyaAllah, pernikahan mewah yang pernah Ayah datangi selama ini," kata Rabani ketika mereka tiba di ballroom hotel tempat resepsi pernikahan Rengganis dan Ubbay.

"Nanti Mara bersama teman-teman dulu bertugas, Ayah sendiri tidak apa-apa ya?" kata Asmara.

Rabani mengangguk lalu mengikuti langkah putrinya. Dia seperti berkaca pada sebuah cermin. Mungkin tidak lama lagi dia juga akan mengantarkan putri satu-satunya ke gerbang kehidupannya yang baru bersama laki-laki yang nantinya akan menjadi imam hidupnya dunia dan akhirat.

Dalam hati Rabani selalu berdoa semoga Allah menjodohkan putrinya dengan laki-laki terbaik. Yang bisa menjadi pemimpin yang baik dalam rumah tangga, yang bisa melindungi sekaligus mengayomi keluarganya dan mendidik sang istri dengan baik.

"Kok Ayah menangis?" tanya Asmara saat melihat bulir air mata terjatuh dari pelupuk mata sang ayah.

"Ayah sayang kamu, Mara." Rabani segera menarik putrinya ke dalam pelukan.

Asmara mengusap punggung ayahnya. Meski tanpa kata dia paham apa yang kini ada dalam hati Rabani.

"Mara tidak akan ke mana-mana, Ayah. Meski sudah menikah, Mara akan tetap menjadi anak perempuan Ayah, selamanya. Mara juga sangat sayang pada Ayah." Asmara kemudian menghapus air mata ayahnya dan meminta izin untuk bergabung bersama teman-temannya yang lain. Sementara Rabani duduk di kursi VIP yang telah disediakan oleh keluarga Rengganis dan Ubbay.

Asmara menjalankan tugasnya dengan baik, mengiring kedua pengantin sampai ke pelaminan. Sempat melirik ke kursi yang tadi diduduki ayahnya, matanya sedikit membulat tapi dia bisa segera menguasai keadaan. Bersama ayahnya duduk serta Subuh dan mamanya. Pertemuan pertama antara Rabani dan Estini di luar rencana.

"Mar, tadi aku sempat lihat Mas Azlul dan ayahmu duduk semeja dengan Bu Esti, konglomerat kota Serah pemilik Konco Lawas Group. Memang dia siapanya Mas Azlul?" bisik Rengganis ketika mereka berada di sesi foto bersama setelah berada di pelaminan.

"Mamanya Subuh," jawab Asmara lirih.

"MasyaAllah, jadi sahabatku ini calon menantu konglomerat di kota Serah?"

"Gan, tuh mau difoto jangan ghibah saja. Dosa tahu!"

Pesta pernikahan Rengganis berlangsung sangat meriah. Seluruh tamu undangan tampak menikmati rangkaian acara demi acara. Makanan yang terhidang pun sangat beraneka rupa. Asmara berjalan menuju ke tempat duduk ayahnya, tak lupa dia menyalami dan mencium tangan Estini.

"Kok Alul tidak bilang kalau ternyata Mama diundang juga di acara pernikahan sahabat Mara," kata Asmara setelah dia ikut duduk bergabung bersama mereka.

"Mama tidak tahu kalau ternyata menantu Pak Irwan sahabat kamu, Mara. Beliau pemilik 30% saham di Konco Lawas Group, makanya hari ini Mama ajak Alul juga supaya banyak bertemu dengan kolega-kolega. Kelamaan sekolah di luar negeri mungkin membuat orang tidak banyak mengenalnya, padahal nanti dia juga yang harus mengurus perusahaan dan toko kalau Mama sudah tua."

Asmara SubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang