Prolog

3.2K 298 16
                                    

Produk baru dengan sebutan healing itu seperti usaha yang akan memberikan dampak baik untuk kehidupan manusia yang akan datang. Kenyataan di akhir zaman ini seolah memberikan banyak pengaruh dalam berbagai aspek kehidupan manusia, karena sedikit-sedikit mengatakan healing untuk mendatangkan mental health yang positif.

"Mara, apa kamu tidak bosan? Mau sampai kapan kamu menyembah dunia seperti ini? Mungkar dan Nakir tidak akan bertanya berapa uang yang telah kamu hasilkan selama di dunia." Laki-laki dengan nama Rabani itu melipat tangannya di depan dada.

"Mungkin jika Ayah menjamin semua kebutuhan kami, Mara tidak akan berjuang mencari penghidupan yang layak untuk keluarga kita."

"Gaji Ayah sebagai guru cukup untuk hidup kita sebulan jika kamu tidak berfoya-foya dan tidak memilih jalur hedon seperti sekarang." Bani masih memberikan nasihatnya saat sang putri membantahnya.

"Alah, itu hanya alasan Ayah yang memang tidak mampu membahagiakan kami. Jadi, apa janji Ayah pada Opa sudah terlunaskan untuk membahagiakan Mama?" Asmara tersenyum sumbang.

"Ayah lihat, buktinya Mama memilih pergi karena tidak kuat dengan kehidupan yang harus dijalani bersama Ayah, berhemat yang lebih bisa dikatakan pelit atau justru kikir pada diri sendiri?" Asmara memutar bola matanya.

Sukma Asmara, wanita berusia 22 tahun itu memang hanya hidup bersama sang ayah semenjak mamanya pergi meninggalkan mereka karena tidak tahan dengan perlakuan suaminya yang terlalu mengatur di setiap kegiatan perekonomian keluarga. Termasuk dengan membuat laporan keuangan secara terinci apa saja yang sudah dikeluarkan dan berapa tabungan yang bisa disisihkan.

Kenyataan itu yang membuat Mara begitu gigih bekerja sambil kuliah supaya bisa berpenampilan 'layak' seperti halnya teman-teman kuliahnya yang lain.

"Doakan saja Mara dapat suami kaya biar bisa memenuhi kebutuhan kita dan Mara bisa fokus beribadah seperti yang Ayah inginkan." Asmara mematikan laptopnya lalu beringsut meninggalkan sang ayah yang masih menggelengkan kepala melihat kelakuan putrinya.

Sudah sepuluh tahun Asmara hidup berdua bersama Bani. Sejak itu pula keadaan yang mendidiknya menjadi anak yang sedikit bengal. Bukan perkara dia suka ke club atau kegiatan unfaedah bersama teman-temannya, tetapi karena Mara sangat sulit untuk mendekatkan diri pada kegiatan keagamaan. Dia hanya menetapi kewajibannya sebagai seorang muslimah dengan menjalankan salat 5 waktu, puasa ramadan, zakat fitrah dan selain itu tidak pernah dilakukannya. Bahkan Asmara tidak mengenakan penutup kepala layaknya wanita muslimah lainnya.

"Kamu ini memangnya tidak kasihan sama ayahmu nanti di akhirat, Mara?" tanya Rengganis, temannya.

"Jangan mulai deh, Gani. Aku emang sengaja seperti ini supaya Ayah merubah sikapnya," jawab Asmara.

"Merubah sikap yang seperti apa, Mar?"

"Yang merasa benar sendiri, apa-apa diurusi, sikapnya itu melebihi bapernya emak-emang arisan rumpi di RT. Terlebih Ayah itu pelitnya minta ampun." Asmara mengangkat bahunya sambil menggelengkan kepala.

"Gelo! Biar begitu dia juga ayahmu. Tidak sepantasnya sebagai anak kamu bersikap seperti itu. Tunjukkan birulwalidainmu dengan baik," nasihat Rengganis.

"Untuk apa? Kebutuhan kuliahku saja dipress, padahal aku tahu, Gan, uang ayahku gendut di tabungannya. Sampai-sampai untuk fotokopi tugas kuliah saja aku haru mengajukan proposal tambahan dana. Ayah cemana pula itu!" Rengganis tertawa melihat Asmara menggunakan logat medan yang sering mereka dengar dari dosen yang memang berasal dari tanah karo itu.

Keras kepala Asmara memang sudah menjadi watak yang membentuknya tumbuh menjadi anak tang tidak pernah menggantungkan diri kepada ayahnya. Dia menjadi kreatif karena tuntutan keadaan, dan tangan kreatifnya banyak menelorkan karya yang sekarang banyak digandrungi oleh anak-anak milenial.

Asmara bekerja sebagai design dan kreator dari banyak video atau flyer-flyer yang bertebaran di media sosial. Dia menerima pekerjaan secara online sehingga bisa dikerjakan di rumah kapan saja. Sayangnya, menjelang bulan puasa ini, pekerjaannya menyusut drastis sehingga dia tidak bisa menggembungkan tabungan untuk bisa memenuhi kebutuhan sekundernya setiap hari. Karena jika harus meminta uang kepada ayahnya, Asmara enggan ikut memecahkan rekor perang dunia ketiga.

01 Ramadan 1444 H

Asmara SubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang