Prasangka itu adalah bentuk pemikiran manusia yang belum diketahui kebenarannya. Jika Allah memberikan kebebasan berprasangka, kenapa tidak memilih prasangka yang baik? Setidaknya sebuah kalimat tanya yang bisa menjadi benteng pertahanan hati bersahabat dengan setan yang akhirnya akan merugikan diri sendiri.
Beberapa kali bibir Subuh mengucapkan kalimat istigfar, hatinya boleh kecewa karena kenyataan yang ada di depan matanya masih jauh dari harapan yang selama ini dia impikan. Wanita yang ingin dia sanding justru memilih menjauhinya.
Mara, kamu masih menjadi subyek utama perbincanganku dengan semesta. Aku nggak tahu sampai kapan kemungkinan itu membersamaiku. Karena kepastian hadirmu akan tetap menjadi rahasia antara kamu dan Allah. Namun, aku bersyukur. Setidaknya posisi ini jauh lebih baik daripada harus kehilanganmu. Doaku masih sama dan selamanya akan tetap menjadi milikmu. Semoga sang pemilik semesta masih berpihak pada asaku untuk membuat kita menjadi satu.
Subuh meremas kertas yang ada di tangannya. Dalam bekerja pun ingatannya hanya ada Asmara. Sejak gadis yang dia cintai itu meninggalkan rumahnya tanpa kabar, jujur produktivitas kerjanya menurun drastis. Beberapa pekerjaan bahkan tidak terpegang sampai menjelang deadline penyelesaian. Beberapa rekan kerja juga mengeluhkan kinerjanya, hingga sampai ke telinga Estini.
"Mama paham apa yang kamu rasakan, tapi ketidakkompakan bekerja dalam sebuah tim itu akan mempengaruhi kinerja yang lainnya, Lul. Kamu harus bisa kembali fokus, meski kita belum bisa menemukan Mara, tapi Allah tahu seberapa tulus niat kita untuk mencarinya," nasihat Estini.
"Ma, masalahnya Mara pernah menemui Ayah tapi dia nggak ingin bertemu dengan Alul Padahal--" Subuh meremas rambutnya sampai acak-acakan.
"Berbaik sangkalah, Allah sedang menguji kesabaran kita sekali lagi. Kalau kamu lulus ujian ini, insyaAllah hidup kalian nanti akan dekat dengan kebahagiaan."
"Aamiin," Subuh menatap wanita yang telah melahirkannya ke dunia. Semua yang dikatakan Estini tidak ada yang keliru. Hidupnya harus tetap melaju.
"Tunjukkan kepada keluarga Mara kalau kamu memang bersungguh-sungguh untuk meminangnya menjadi pasangan sehidup sesurgamu." Estini mengusap pundak putranya.
"Terima kasih, Ma. Mama adalah orang yang selalu mendukung Alul sampai detik ini."
"Karena Mama mengenal karaktermu dari kecil, Sayang." Estini membuka kedua tangannya, meminta Subuh mendekat dan memeluknya. "Pulanglah, Ayahmu pasti sangat membutuhkanmu sekarang. Ambil libur beberapa hari supaya kamu bisa rehat dari pekerjaan dan fokus merawat ayahmu."
Subuh mengangguk kemudian merapikan barang-barangnya dan segera kembali ke rumah sakit. Hari ini dia harus bertemu dengan dokter untuk membicarakan operasi pemasangan ring jantung Rabani.
"Doakan Ayah bisa sehat kembali, Ma." Subuh mencium tangan kanan Estini lalu segera meninggalkan ruang kerjanya.
Dalam perjalanannya kembali ke rumah sakit, Subuh menimbang semua saran dokter tentang tindakan yang harus dilakukan untuk Rabani di percakapannya terakhir mereka. Pemasangan ring jantung adalah opsi terakhir yang harus dilakukan mengingat kondisi Rabani sekarang. Semula Subuh meminta waktu supaya bisa berkomunikasi dengan Asmara terlebih dulu, tapi setelah Asmara diketahui menghindarinya, lalu bagaimana caranya bisa menyampaikan tentang kondisi ayahnya?
"Lakukan yang terbaik untuk Ayah saya, Dokter. Jika memang sudah bisa dijadwalkan saya akan menandatangani persetujuan operasinya," kata Subuh setelah bertemu dengan Dokter Rega--spesialis jantung--yang merawat Rabani.
Tampak Rega melihat rekam medis Rabani lalu tatapannya beralih pada kalender yang ada di meja kerjanya.
"Hari Kamis, jam 10.00. Saya buatkan advice untuk perawat supaya mempersiapkan semuanya, nanti segera diantar ke ruang rawat Bapak Rabani."
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmara Subuh
General FictionMenemani santap sahur selama Ramadhan, eh baru kepikir untuk buat cerita religi seperti ini...tanpa sinopsis, hanya menulis apa yang pernah terlihat oleh mata