004

287 29 0
                                    

"Jenderal, maafkan hamba telah mengganggu kegiatan Jenderal. Ada pesan dari Wanantara, Yang Mulia Maharatu mengirim pesan untuk bersiap."

Jenderal Nala bimbang ketika mendengar perintah itu.

Bersiap artinya dia harus berperang.

Meski sudah puluhan tahun bertarung di medan perang, perang kali ini amat berat untuknya.

Berada di antara dua anak dari wanita yang dia cintai.

Meski dunia memandang salah satunya sebagai keturunan Maharani dan satu lainnya adalah anak seorang selir, Jenderal Nala yang paling tahu.

Dua orang berbeda itu memiliki satu jiwa yang sama.

Wanita yang selalu dia nantikan kedatangannya.

Maka berarti sesungguhnya, dua anak itu adalah satu ibu dan satu ayah.

Namun bagaimana cara menjelaskannya?

Petapa Agung yang mampu menembus dimensi, sudah tak dapat ditemukan.

Hanya terlihat sebagai bualan belaka ketika dia menjelaskan pada dua pihak yang berseteru.

Genap dua tahun perang ini berlangsung.

Sebagai abdi Bhumi Maja, Jenderal Nala tak bisa mengabaikan perintah tuannya yang ingin mempertahankan daerah kekuasannya.

Dia hanya bisa memastikan musuh tuannya, sedikit terluka.

Sebagai janjinya pada sang wanita, kalau dia akan menanti dengan sabar hingga wanita itu berpaling padanya. Seorang.

Dia berjanji akan memperlakukan seluruh anaknya sebagaimana anak-anaknya sendiri.

Tidak akan merasa kesal, meski mereka bukan lahir dari benihnya.

Apa semua janji itu akhirnya kandas?

Dia tidak bisa menjaga dua buah hati yang ditinggalkan sang wanita.

Sekarang hatinya menjadi goyah dengan wanita yang berdiri di hadapannya.

"Katakan pada Yang Mulia, hamba, Jenderal Nala bersiap dengan kapal yang paling besar," tutur Jenderal Nala.

Sambil menunggu kedatangan wanita impiannya, Jenderal Nala terus mengasah kemampuannya.

Hingga kini dia mampu membangun perahu paling besar yang memiliki teknologi tinggi.

Itulah mengapa dia mengajukan diri secara langsung untuk mencari kepala musuh tuannya.

Agar anak laki-laki yang keras kepala itu, berlari ke tengah pulau.

Jenderal Nala tak bisa memastikan keselamatannya, andai perang pecah di atas perairan.

"Wanita, kamu berdiamlah dengan baik di dalam markas. Aku akan kembali dengan selamat. Saat itu kita akan menikah," janji Jenderal Nala.

Jenderal Nala seketika menerawang di masa yang lampau.

Hari itu persis seperti sekarang.

Dia hendak berangkat berperang.

Bedanya sekarang dia berbincang saat hari sangatlah terang, berbanding terbalik kala itu, dia mengutarakan perasaannya di hari yang gelap.

Dan saat itu dia tidak bisa setegas sekarang.

Hanya bisa bergumam dan menyampaikan perasaannya dengan terbata.

Hingga pujaan hatinya merasa gamang akan ketulusan hatinya.

Wanita itu mengatakan cintanya hanya cinta monyet. Cinta sesaat.

ArdhanareswariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang