024

29 5 0
                                    

Seseorang menceritakan seluruh jalannya cerita.

Kelompok orang itu adalah sisa dari sebuah desa di ujung kekeringan.

Berjalan ke Timur, merampas dengan terpaksa.

Lambat laun semua tanah mulai mengering.

Berjalan bertahan hidup mencari segala hewan dan serangga hingga mencapai titik ini.

"Apa Anda dari Tanjung Nagara?"

"Tidak. Saya sama seperti kalian."

Sugiarti memandang orang-orang yang sudah rileks di depannya.

Setelah makan adalah waktu terbaik untuk ngobrol.

Otot dan tubuh yang sudah diisi kembali akan rileks dan nyaman untuk bersantai.

"Saya adalah cucu pejabat kelas satu."

Sugiarti membuka kisah dan menstimulasi orang-orang akan posisinya.

Banyak orang leyeh-leyeh yang mulai penasaran.

Dan tanpa sadar memberikan kepercayaan pada Sugiarti.

Mereka harus mengelilinginya untuk mendengar cerita.

"Kakek saya sudah meninggal. Kedua orang tua saya meninggal lebih dulu. Saya punya beberapa harta, kemudian dirampas oleh orang lain."

Sugiarti tidak merasa salah. Harta 'Sugiarti' sudah dirampas oleh departemen keamanan.

Hanya Token Bhayangkara yang menempel di tubuhnya.

"Untung saya masih punya pengawal jadi saya masih bisa melanjutkan hidup."

Sugiarti memandangi orang-orang yang makin banyak berkumpul di hadapannya.

Posisi Sugiarti sedang duduk santai di atas bebatuan.

Dia paling mencolok.

"Siapa menyangka masih ada musuh mengincar saya. Saya berlarian ke tengah hutan. Tapi saya hanya seorang gadis yang dilindungi kakek. Saya terluka parah dan hampir menyerah."

Sugiarti melihat orang-orang bermata kosong ini sudah bisa berekspresi.

Ada secercah kemarahan yang menghilang secepat kilat.

"Nyawa saya telah sampai di tenggorokkan. Seorang berbaju hitam datang dan menawarkan pengajaran."

"Tanjung Nagara ternyata ikut keramaian?" sahut seseorang.

Sugiarti hanya diam. Tidak mengiyakan. Juga tidak membetulkan perkataannya.

Prinsip patriotisme tidak untuk diterapkan di masa perang.

Mereka harus tahu cara bertahan hidup.

Biarlah para Ksatria saja yang sibuk berperang.

"Kejahatan. Ini kejahatan."

Raka bergumam rendah mendengar ibunya dengan santai mengatakan keberadaan orang Tanjung Nagara.

Ibunya juga hanya diam dengan semua orang yang santai membicarakan orang Tanjung Nagara menyelinap masuk ke Bhumi Maja.

"Sudahlah. Tidak perlu diperhitungkan."

Raka menatap Sugiarti yang duduk diam dengan damai.

Sikapnya memang seperti seorang Maharani yang tidak memandang dunia.

"Bisa-bisanya berkumpul dengan orang bau."

Jika mereka mengatakan sudah satu tahun kekeringan, mereka sudah satu tahun tidak mandi.

ArdhanareswariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang