016

64 8 0
                                    

Hal yang pertama Sugiarti lihat saat mengikuti suara menyesakkan itu adalah sebuah raga yang terikat di langit-langit ruangan.

Bagai terbang. Terikat di antara pohon besar yang berada dalam ruangan itu.

Pemandangan di depannya mengingatkan masa yang lampau, saat ia terlempar ke dunia ini dengan raga aslinya.

Saat itu tidak ada yang mempercayai identitasnya sebagai sosok yang pernah tinggal dalam raga Idaline, Maharani Bhumi Maja yang pertama.

Dia ditangkap dan disiksa seperti sosok yang bersimbah darah di sana.

Sugiarti tidak suka dengan pemaksaan yang ada di hadapannya.

Dia melempar batu tajam, memotong tali yang mengikat sandera.

Tubuh Sugiarti berlari ringan. Menangkap raga yang jatuh ke arah tanah lapang.

Sugiarti meletakkan dengan hati-hati raga yang telah lemah dalam pelukannya.

Dia memukul si penyiksa yang nyaris pergi. Sekuat tenaga dia memukulnya kuat hingga tukang siksa itu jatuh tak sadarkan diri.

Seseorang yang memiliki ide penyiksaan ini, sangat percaya diri jika ruang penyiksaannya tidak akan ditembus oleh orang lain.

Ia tidak menemui penjaga ataupun penjagal selain si penyiksa.

Sugiarti tidak kuat untuk menggendong sandera dengan dua tangannya.

Alhasil, susah payah ia menggendongnya di belakang punggung. Mengikat pria itu dengan bajunya yang telah koyak di mana-mana.

Sambil jalan membungkuk, Sugiarti tertatih berjalan ke luar markas.

Dia telah menghafal setiap jalan saat dibawa masuk ke dalam markas.

Begitu mudah baginya untuk lolos dari markas Bhre Wirabhumi.

Suara langkah samar tiba-tiba terdengar oleh indra pendengarannya.

Sugiarti menghentikan langkahnya dan bersembunyi di antara pepohonan yang berhimpitan.

Matanya awas pada suara yang makin mendekat.

Jantung Sugiarti bertalu-talu.

Dia merasakan ketakutan menjalar dari hati turun ke kakinya.

Kakinya lemas bagaikan jeli.

Bagaimana mungkin dia tidak takut? Dia hidup di zaman edan yang mengagungkan kekuatan bathin, akan tetapi dia tidak punya sedikit pun kekuatan ghaib untuk bertahan hidup.

Hanya bermodal tinju, tidak akan bertahan hidup di dunia ini. Paling-paling menjadi seorang pesuruh rendahan.

Sugiarti harus mencari artefak sihir, agar dia bisa mengendalikan kekuatan ghaib seperti para ahlinya, meski kekuatan bathin dalam raganya telah lama rusak.

Sugiarti menyipitkan mata saat ia melihat sekelompok orang berjalan tanpa suara.

Hatinya lega dari rasa khawatir, saat ia dapati orang-orang yang ia kenali lah yang berjalan ke arahnya.

"Jenderal Arya," panggil Sugiarti mencicit.

Jenderal yang satu tingkat di bawah Rakryan Tumenggung itu seketika menoleh.

Dari raut wajahnya, dia juga tampak lega berjumpa dengan Sugiarti.

"Saya dan Ksatria Galih mencari Anda," ujar Jenderal Arya.

"Mana Galih?" tanya Sugiarti kemudian. Dia tidak menemukan Ksatria Galih ada di kerumunan yang mengikuti Jenderal Arya.

"Masih di dalam markas," jawab Jenderal Arya. Pelan.

ArdhanareswariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang