023

33 5 0
                                    

Di kehidupan yang pertama diingatnya, Sugiarti terus mencari cara untuk kembali.

Kali ini dia tidak mencari jalan untuk pulang, melainkan mencari jalan untuk bersenang-senang.

Matanya berbinar menatap kehidupan di desa yang sepi.

Dia penasaran dengan kisah baru hidupnya di desa tersebut.

Sugiarti bukan terlalu santai.

Dia sudah memperhitungkan pemikiran pemberontak seperti Bhre Wirabhumi.

Kemunculan dirinya di markas Bhayangkara pasti telah memicu keputusan dalam diri pemberontak itu.

Sugiarti melangkah dengan cermat.

Diiringi intuisi jika seseorang sedang berjalan di belakangnya.

Selama orang itu tidak mengancamnya, Sugiarti akan tenang menunggu tujuan mendekatinya.

Wajah Raka menggelap melihat arah perjalanan ibunya.

Dia mendekat. Berlari lebih cepat. Berdiri tepat di belakang ibunya.

Tubuh Sugiarti kaku.

Suasana suram di hadapannya sangat berbeda dengan suasana dari kejauhan.

Desa yang ia datangi sepi senyap dari kejauhan.

Tak menyangka benar-benar tanpa kegiatan!

Sebagian atau mungkin seluruh warga desa, bergelimpangan di atas tanah.

Tubuh mereka membiru.

Banyak burung hitam bertengger di antara rupa tubuh yang telah menghitam.

Suara gemerisik dan teriakan bagai sebuah nyanyian kemudian terdengar.

Mata tajamnya memandang jauh, menyela dedaunan yang saling tertaut.

Pemandangan jauh di depan sana, lebih gila lagi.

Lesatan kaki Sugiarti setingkat cahaya.

Dia mempertaruhkan seluruh kekuatan fisik yang telah dilatihnya.

Kurang dari sepuluh hari, tubuhnya sudah mampu berlari ratusan meter hanya dalam waktu lima detik.

Raka tertegun dan tak sempat berkedip.

Padahal tidak ada kekuatan di dalam tubuh ibunya...

Suara retakan dan teriakan yang menggelegar menyadarkan Raka dari keterkejutannya.

Dia berlari mendekat.

Bersembunyi di atas pepohonan.

Tak jauh di bawahnya, ibunya menggendong seorang bayi yang menangis kencang.

Suaranya begitu kencang, seolah berharap akan kehidupan.

Baru saja, bayi itu hendak dilemparkan ke dalam kuali panas.

"Siapa orang gila ini? Siapa?"

Sugiarti berdiri di atas bebatuan.

Menatap ke bawah bagai seorang yang sedang merendahkan dunia.

Kumpulan orang yang nyaris tidak berpakaian, memandangnya takut-takut.

Tubuh mereka kurus kerontang, hingga tulang di pipi terlihat jelas.

Kulit mereka yang lumayan kencang, menunjukkan jika mereka seharusnya bukan orang yang sudah tua sepuh.

Sugiarti lantas memindai sekitar.

Baru dia sadari, selain pepohonan mati yang tinggi menjulang, tidak ada kehijauan di sekitar.

Semuanya menguning dan berwarna kecokelatan.

ArdhanareswariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang