022

35 6 0
                                    

Raka Ekadanta menyemburkan amarah melalui tatapan.

Kepada dirinya sendiri.

Bayangan wajah tersakiti ketika dia memanggil dengan kata terburuk, terbayang-bayang di dalam benaknya.

Ikatan dan rasa akrab yang dekat, seharusnya dia pahami!

Bagaimana ibunya menjaganya dari dalam hutan, turut terlintas dalam benaknya.

Ibunya menjauh karena takut dia merasa jijik didekati seorang pelacur, namun ibunya masih saja memantau perkembangan dirinya.

Rasa kasih sayang yang besar tidak bisa diberikan oleh tabib yang lewat begitu saja!

"Ibumu takut dengan memar. Berhenti sekarang atau dia tidak akan pernah memandang wajahmu yang penuh luka!"

Raka Ekadanta terdiam mendengar perkataan acuh tak acuh Rakryan Tumenggung.

Dia segera berhenti dan Rakryan Tumenggung pergi begitu saja.

Kejadian memalukan ini, semua bawahan Rakryan Tumenggung mengetahuinya.

Mereka tidak melihat dengan gamblang. Berlalu pergi, demi menjaga martabat Sang Penyihir Agung.

Raka Ekadanta sendirian di tengah padang rumput.

Dan dia menghilang begitu saja.

Seolah tidak pernah datang ke atas bukit.

Sugiarti berjalan santai tanpa mengetahui empat orang sedang berlarian menuju ke arahnya.

Tubuhnya terlalu rusak karena bergaul. Tidak bisa menempa kekuatan.

Dia tidak bisa menggunakan sihir hitam secara terbuka.

Secara umum, sihir hitam selalu identik dengan mayat dan pertumpahan darah.

Di dalam dunia yang luas, manusia dan yang lain hidup terpisahkan oleh batas-batas yang jelas.

Manusia menguasai sebuah pulau, terbatas untuk tinggal dan mencari nafkah.

Menghilangkan ketamakan dan tetap membiarkan hewan hidup.

Manusia pula harus menjauh dari makhluk tak kasat mata.

Kemampuan manusia dalam tapa dan sihir membuat batas yang jelas bagi makhluk-makhluk itu.

Hanya manusia seperti 'Sugiarti' yang mengharap kekuatan milik makhluk lain.

Saling terikat kontrak dan memenuhi syarat yang berat.

Rendahan, seperti hewan mistis yang mesti setia pada manusia.

Orang besar menganggap rendah manusia seperti itu.

Dan rakyat jelata takut dengan persyaratan yang akan ditempuh si tukang sihir.

Secara alami menekan keberadaan sihir hitam.

Berbeda dengan Nusa Tanjungnagara yang hidup berdampingan secara langsung dengan makhluk tak kasat mata.

Mereka adalah kelompok orang yang terus mengembangkan diri dengan memanfaatkan sekitar.

Juga termasuk di dalamnya pertandingan dalam menaklukkan makhluk tak kasat mata.

Beratus tahun mereka tidak pernah melupakan tradisi dan makin berkembang hingga pada tahap perbudakan makhluk tak kasat mata.

Membuat mereka menjadi budak atau membuat mereka dalam kondisi vegetatif lalu memanfaatkan kekuatan mereka tanpa menimbulkan kerugian.

Ksatria wanita yang mengejar Sugiarti hampir mencapai dirinya.

ArdhanareswariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang