Aliester ingin menegaskan bahwa Shasa sudah memiliki pawang dan tidak ada yang bisa merebut Shasa darinya...
"Apa ini efek gue yang terlalu nurut dia?"
...
Paginya, Shasa langsung terbangun dari tempat tidur dan menuju ke kamar mandi.
Huekkk huekkk huekkk
Shasa muntah...akibat alkohol yang ia konsumsi. Aliester yang sudah menyusulnya, dan entah sejak kapan sudah berada di belakang Shasa kini memijat tengkuk Shasa. Shasa merasa kondisi tubuhnya pagi ini sangat tidak enak.
Aliester dengan sabar memijat ringan leher Shasa agar perempuan itu dengan mudah mengeluarkan isi perutnya, "muntahin semua Sha"
Huekkk huekkk huekkk
Shasa yang awalnya berjongkok di depan closet duduk itu sekarang tak mampu lagi menopang tubuhnya. Aliester yang melihat itu memeluk Shasa dari pinggir, agar perempuannya itu bersandar di pelukannya dan mengelus rambutnya.
Pyurrrrr, bunyi air dalam closet itu.
"Pusing Al, gak enak perut gue" rengek Shasa seperti bayi. Tanpa banyak kata, Aliester menuntun Shasa ke arah wastafel untuk mencuci mulutnya, lalu dengan sigap menggendong Shasa ala bridal style menuju ke ranjang.
Dengan lembut, Aliester menempatkan Shasa di ranjang. Shasa bahkan sudah lemas terkulai. Perempuan itu benar-benar tepar. Shasa kapok meminum minuman yang ditawarkan Aliester kemarin.
"Duduk dulu Sha, makan ini dulu, gue suapin" ucap Aliester sembari membantu Shasa agar dalam posisi duduk dengan bersandar di kepala ranjang. Aliester juga membantu Shasa mengikatkan rambut Shasa dengan ikat rambut hitam yang entah pria itu dapatkan darimana.
Seperti seorang bayi, Shasa pun menurut dan tidak banyak protes. Tentu saja, mereka tidak berangkat sekolah hari ini sebab sekarang sudah sangat terlambat untuk datang.
Shasa sendiri heran mengapa Aliester ikut serta bolos sekolah padahal dirinya baik-baik saja, namun Shasa tak begitu memikirkannya.
Aliester menyuapi Shasa semangkok bubur penghilang pengar secara perlahan hingga sendok terakhir. Pria itu begitu perhatian, hingga saat ada sisa makanan di sudut bibir Shasa, dengan sigap diusapnya menggunakan tangan.
Masalahnya, setelahnya pria itu kemudian menjilat jarinya sendiri seakan tidak ada sedikitpun rasa jijik. Padahal, pria itu berada di samping Shasa saat perempuan itu muntah.
Jika biasanya dalam drama, perempuan yang muntah akan berusaha membuat prianya jauh, tetapi tidak dengan Shasa. Bagi Shasa, untuk apa dirinya harus menjaga citra di depan temannya itu.
Setelahnya, Aliester juga membantu Shasa minum air. Tidak berhenti disitu, Aliester juga sudah menyodorkan Shasa sebuah butir obat dan membuat perempuan itu seketika melotot.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHAT IF?
Teen Fictionif we never know each other, it will be different ending. Isn't right? Sebuah kisah tentang seorang perempuan yang harus terjebak dalam hubungan cinta segitiga. Bagaimana ketika tokoh utama justru menjadi orang ketiga dalam hubungan antara sahabat d...