Ps: Shasa dalam narasi ditulis dalam nama aslinya (Asha)*
Meski faktanya dia terlalu nyaman sama lo, bukan berarti cintanya buat lo.
Tangan Onel Zavey menggenggam erat tangan Asha sepanjang koridor, menarik perempuan itu ke tempat dimana tidak ada orang sedikit pun. Onel tidak bodoh memahami kemana arah pandang Asha, ia tak menampik bahwa ada rasa yang mengganjal dalam hatinya saat melihat bahwa perempuan yang sedang digenggamnya itu justru tak berhenti menoleh ke belakang.
Meski begitu, Onel tak membiarkan genggamannya terlepas, dan semakin lekat menggenggam perempuan yang kini menjadi pemilik hatinya. Ia lakukan itu seolah ingin menunjukkan eksistensinya, sehingga perempuan itu bisa fokus ke arahnya.
Di ruang kelas kosong itu, hanya tinggal mereka berdua. Tautan tangan keduanya belum terlepas. Keduanya sama-sama bungkam. Si pria yang memandang lekat ke arah perempuan, sedangkan sang perempuan masih tampak tenggelam dalam pikirannya.
Melihat raut sedih seorang Asha nyatanya berdampak bagi Onel.
"Shasa!" ucap Onel dengan harapan agar Asha kini memusatkan perhatian padanya. Namun, tampaknya Asha masih acuh padanya.
Tak menyerah, Onel memanggilnya kembali hingga panggilan ketiga barulah sang perempuan itu tersadar dari lamunannya.
"Sorry Nel, gue..." rasa bersalah tampak terlihat dari wajah Asha yang tanpa sadar mengabaikan laki-laki di hadapannya.
"Anyways, lo mau ngobrol soal apa?" tanya Asha dengan wajah seriusnya. Dan pertanyaan itu kini membuat Onel justru bingung. Lidahnya kelu saat melihat tatapan serius Asha padanya. Pusat perhatian yang tadinya menjadi keinginan Onel justru menjadi bumerang baginya.
Situasinya terlalu mendukung. Sepi. Hanya ada mereka berdua. Onel dan Asha. Tetapi yang tidak terlihat adalah betapa gemuruhnya jantung Onel. Degup jantungnya tak terkontrol apalagi saat dirinya sangat sadar bahwa tautan tangan itu belum terlepas.
"Gue..." satu kata yang akhirnya keluar dari mulutnya membuat Asha menarik alisnya ke atas.
"Gue..." kegugupan Onel semakin terlihat jelas.
"Is everything okay?" tanya Asha yang ikut merasakan situasi yang entah dirasa aneh baginya. Terlalu awkward. Hingga tatapan keduanya terjalin selama sepersekian sekon.
Persis seperti dalam sebuah drama, moment keduanya menunjukkan pertanda bahwa sang pria akan menyatakan perasaannya kepada sang perempuan.
Asha ikut merasakan kegugupan meski tidak mengetahui alasan jelasnya saat melihat Onel terlihat ragu dan kembali berpikir ketika ingin mengucapkan sesuatu padanya.
"Gue sebenarnya gue..."
"Shasa, sebenarnya gue rasa, gue punya perasaan-"
BRAK!
Suara pintu dibuka dengan kasar itu membuat keduanya seketika menoleh ke arah orang yang telah membukanya tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHAT IF?
Teen Fictionif we never know each other, it will be different ending. Isn't right? Sebuah kisah tentang seorang perempuan yang harus terjebak dalam hubungan cinta segitiga. Bagaimana ketika tokoh utama justru menjadi orang ketiga dalam hubungan antara sahabat d...