Bab 1

3K 126 11
                                    

Mark menelungkupkan wajahnya ke dalam lipatan tangannya yang ada di atas meja makan. Ia mendesah dengan berat sambil berkali-kali mengeluh.

"Ibu lelah melihat tingkahmu yang seperti itu, Mark. Memang berapa umurmu?" Ibunya datang dengan gerutuan sambil membawa piring untuk makan malam mereka. Memukul tengkuk Mark cukup keras dengan sendok.

"Ibu.." rengeknya, seperti anak kecil dengan matanya yang besar dan berair.

"Ayah, sakit." Mark mencebik dan mengadu kepada ayahnya yang berjalan ke arah mereka untuk menyiapkan meja makan membantu sang istri.

"Makan malam sudah siap, dan kalian masih bertengkar. Kepala ayah sakit rasanya." Ujar pria paruh baya itu.

"Tapi kepalaku betulan dipukul ibu, yah." Ia mengusap tengkuknya yang masih terasa nyeri. "Seharusnya kepalaku yang sakit."

"Berhenti merengek, Mark Lee." Ibu kembali memperingatkan dengan nada lelah.

"Buu." Mark mengeluh tidak setuju.

"Kau sudah berumur dua puluh, dan kelakuanmu masih seperti anak TK. Demi tuhan, ini semua gara-gara ayahmu yang selalu memanjakanmu." Seru ibu.

Mark dan ayahnya terkekeh pelan. Mark langsung memeluk ayahnya dan menjulurkan lidah pada ibunya untuk mengejeknya.

"Berani-beraninya kau mengejek ibumu." Ibu sudah mengacungkan kembali sendoknya dan hendak memukul Mark lagi.

"Cepat panggil pamanmu untuk makan malam, biar ayah yang menghadapi ibumu." Ujar ayahnya.

Mark berlari dengan kencang menuju lantai dua rumahnya untuk memanggil sang paman.

"Anak itu jika sudah mencintai seseorang pasti akan seperti itu. Begitu tergila-gila seperti tidak ada perempuan ataupun lelaki lain di muka bumi." Ibu mengeluh.

"Dia pria sejati yang setia." Ucap ayah, dengan senyum bangga tersungging dibibirnya.

"Tetapi dia tidak harus merasa sedih seperti itu apalagi pasangannya selingkuh. Dia harusnya lebih tegar dan bangkit." Ibu tidak setuju.

"Dia perempuan yang baik, dia menemani putra kita untuk waktu yang cukup lama. Biarkan dia untuk tidak menahan emosinya. Jika memang berlarut-larut aku akan membawanya untuk bertemu temanku." Ayah berusaha meyakinkan ibu.

Ibu menggeleng, "Mark terlalu rapuh. Ia cukup sering menemui dokternya hanya karena patah hati."

"Kita harus memberikan yang terbaik untuk putra kita, bukan?" Ayah menatap ibu penuh pengertian. "Aku memiliki rencana yang bagus untuk putra kita. Kuharap Mark bisa lebih mengendalikan emosinya dan menjadi lebih tenang."

Ibu membuang napas lelah, memeluk ayah dengan erat. "Semoga Mark selalu baik-baik saja."

.

.

Mark merebahkan dirinya di tempat tidur dengan sebelah tangannya menyangga kepalanya dan tangannya yang lain memegang sebuah foto. Foto yang memperlihatkan seorang gadis cantik dengan rambut panjang tersenyum ke arahnya.

Mark membuang napas dengan berat, rasa sedih dan kecewa kembali melingkupi dirinya. Ini adalah musim panas terburuk yang pernah ia alami. Seharusnya Mark sekarang menghabiskan waktunya bersama dengan sang kekasihㅡmantanㅡuntuk berlibur bersama. Mereka memiliki banyak rencana untuk musim panas ini.

Mark melipat foto itu dan memasukkannya ke dalam sebuah kotak yang ia simpan di bawah tempat tidurnya. Semua barang-barang yang memiliki kenangan menyakitkan tetapi cukup berharga untuk ia buang, semuanya di simpan dalam kotak tersebut.

Mark kembali menghempaskan dirinya di atas tempat tidur, menatap langit-langit kamarnya dengan perasaan sedih dan tanpa sadar air matanya menuruni pipinya. Mark sekuat tenaga menahan isakannya.

My AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang