Bab 17

487 37 0
                                    

typo

.

Mark duduk di antara kedua orang tuanya dengan berlinangan air mata. Dadanya begitu sesak, kenyataan bahwa Haechan dibawa oleh orang lain dan mungkin saja disakiti, serta ia tidak bisa melakukan apapun untuk menolongnya membuat hatinya terasa sakit dan ia ketakutan.

"Apa yang terjadi?" Mark bertanya pada kedua orang tuanya dengan kalut, menatap mereka dengan sedih dan menuntut sebuah penjelasan.

Namun ibu hanya menunduk dan menolak memandang Mark dan hanya memegang tangan putranya. Walaupun sulit, ia berusaha mencoba menenangkan putra semata wayangnya itu.

Ayah merasa iba pada keduanya. Pria paruh baya itu menarik napasnya dengan berat, "Chris sebenarnya adalah paman jauh dari garis keturunan ibumu." Ayah berkata dengan pelan, memberikan reaksi sebuah rematan lebih kuat ditangannya dari ibu.

"T-tapi itu tidak berarti Haechan merupakan putra orang gila itu.. ini tidak ada hubungannya. Dan Haechan bukanㅡ" Mark kembali terisak, membuat dirinya kesulitan untuk melanjutkan perkataannya.

Ibu mengangkat wajahnya untuk menatap sang putra. "Ia seorang malaikat." Bisiknya, menyela perkataan Mark.

Mark terkesiap, ia hampir melompat dari sofa saking terkejutnya. "B-bu? Bagaimana ibu bisa berpikir seperti itu?" Mark memekik tidak percaya dengan perkataan sang ibu, rasa sedihnya menguap begitu saja digantikan oleh rasa kaget.

Sebenarnya itu bisa saja merupakan sebuah tebakan jitu. Chris cukup terkenal karena hobinya yang aneh, dan Mark bisa berpura-pura bodoh. Tetapi dari cara ibu mengatakannya, ia seakan tahu kenyataannya.

Dan hal itu membuat Mark gugup sekaligus takut. Karena Mark merasa dirinya gagal dalam melindungi Haechan.

"Chris selalu memiliki hobi itu. Dan ibu tidak pernah melihatnya meleset dalam menangkap para malaikat. Dan ibu juga tahu bahwa mereka memang ada." Ibu tersedu, ia kembali menunduk menghindari tatapan Mark dan membuat tangan mereka yang masih bertaut basah karena air mata. "Ibuㅡmaafkan. ibu, nak."

Mark menggeleng dengan pelan, "buㅡ"

"Sayang.." suara ayah terdengar tercekat. "Kau tidak perlu memaksakannya jika itu memang akan membuatmu terluka."

Mark dengan bingung menatap kedua orang tuanya. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa ini ada hubungannya dengan Haechan?"

Ibu mendongak untuk menatap ayah dengan lekat selama sesaat, mereka seperti tengah melakukan telepati, dan Mark benci melihatnya karena ia tidak mengerti.

"Bu, kumohon.." Mark mendesakㅡagak memaksaㅡpenjelasan pada ibunya.

"Ini bukan tanggung jawabmu, sayang.. Kita telahㅡ"

"Tidak," ibu menggeleng pada ayah. Ia menarik napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya dengan berat lalu kini tatatapannya berfokus pada Mark. "Mungkin kau berpikir jika paman jauhmuㅡChrisㅡadalah orang sinting, atau tidak waras, bahkan orang lain berpikir jika ia adalah penyihir."

Mark berdecak kasar di sela isakannya. "Kupikir ia memang seorang ilmuwan yang kabur dari rumah sakit jiwa." Jujur saja ia masih marah dengan pria aneh itu.

Ibu mengangguk paham, lalu melanjutkan perkataannya. "Obsesinya terhadapㅡ" ibu menelan ludah dengan gugup, kepalanya berperang apakah ia harus mengatakannya atau tidak. "Tapi mungkin kauㅡseumur hidupmu, tidak pernah percaya dengan adanya malaikat." Tangan ayah terulur untuk menyentuh bahu ibu dan mengusapnya dengan pelan.

Ibu kembali menatap Mark dengan enggan, "tapi mereka sebenarnya ada, Mark. Mereka turun ke bumi dan berjalan di antara kita. Mereka terlihat seperti manusia biasa, berbaur bersama kita. Dan terkadangㅡ" ibu tidak mampu meneruskan perkataannya, dan ia terisak pelan.

My AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang