Prolog dan Pengenalan

280 24 2
                                    

Januari, 1991

Aku tidak akan lupa dengan hari ini. Bukan tidak akan lupa, tapi memang tidak bisa dilupakan.

Dulu Bapak pernah berkata, "Kalau Bapak sudah tidak ada, Adin jangan sampai lupa dengan pesan yang sudah Bapak beri kepada Adin ya."

Begitu polosnya aku dulu, dengan entengnya aku menjawab,"Pasti, Pak. Adin tidak akan lupa dengan pesan Bapak." Padahal pada kenyataannya, aku tidak tahu apa yang dimaksud Bapak.

Tapi setelah kejadian ini, aku sadar, seharusnya aku tidak mengiyakan permintaan Bapak. Kalau waktu bisa diulang kembali, maka aku akan menjawab "tidak" pada permintaan yang Bapak ajukan.

"Tidak pak, Adin pasti lupa, Adin pasti lupa dengan pesan Bapak."

"Bapak jangan pergi dulu, Adin belum siap untuk menjalankan permintaan Bapak."

Kondisi rumahku saat ini begitu ramai, banyak bangku-bangku tertata rapi di depan rumah, para saudagar yang jarang sekali berkunjung kali ini datang tanpa diminta.

Aku tidak merasa senang atas kedatangan mereka, justru aku malah menginginkan supaya mereka tidak datang. Karena kalau mereka tidak datang, tandanya Bapak masih ada.

Hari ini, aku ingin sekali menatap wajah Bapak kemudian berkata,"Bapak jahat sudah membuat Ibu menangis."

Sesak sekali. Kemarin aku melihat Ibu menangis sampai jatuh pingsan. Bahkan sampai sekarang Ibu masih menangis, dan itu semua terjadi karena Bapak. Tapi entah kenapa aku tidak bisa menangis, namun aku merasa kosong.

Saking gaduhnya suasana di rumah, aku memilih untuk berdiam diri di kamar yang biasa dijadikan tempat istirahat Bapak dan Ibu, membiarkan para tetangga dan saudagar di luar sana untuk mengurusi kondisi rumahku yang berantakan.

Aku takut untuk keluar, karena jika aku keluar yang nampak hanyalah karangan bunga duka dengan bertuliskan"Turut berbelasungkawa atas meninggalnya Bapak Wijaya Kusumo"

Tanpa berpikir panjang, aku memilih duduk meringkuk di samping keranjang ayunan bayi yang terbuat dari rotan, Bapak yang membelinya untuk anaknya yang kedua.

Tentang anak kedua, sudah pasti dia adalah adikku, adik dari Adinata Wijaya yang kemudian diberi nama Akasha Wijaya.

Samar-samar aku masih mendengar suara tangisan Ibuku maupun suara para pengunjung pelayat yang tengah membacakan surat Yasin untuk dikirim kepada Bapak.

Aku menatap pilu bayi kecil yang tengah tertidur pulas di atas keranjang, tanpa niat yang penuh, sudut bibirku seketika terangkat membentuk senyuman tipis. Dengan begitu pelan dan hati-hati, aku mengelus pipi bayi yang masih suci, tanpa noda dosa sedikitpun.

"Akash tidak sendirian, Abang ada disini."

"Besok kalau Akash sudah besar, Akash jangan mencari Bapak ya, karena Bapak sudah tenang di surga."

Aku tidak bisa menahan air mataku untuk tidak mengalir melintasi pipi.

Aku tidak punya hak untuk menyalahkan Bapak, hanya karena Bapak membuat Ibu menangis. Aku pun tidak pantas marah pada Tuhan, hanya karena dia sudah menjadikan aku dan adikku bergelar yatim.

Tapi bolehkah aku mengatakan, kalau aku belum siap, aku belum siap untuk menggantikan posisi Bapak. Usiaku bahkan belum genap 12 tahun, tapi aku sudah harus berjanji untuk suatu hal yang besar.

"Temani Adin pak, Adin belum bisa sendirian."

"Adin belum menemukan cahaya seperti yang Bapak bicarakan."

°°°°°

Nama: Adinata WijayaTanggal lahir: 15 Mei 1979

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nama: Adinata Wijaya
Tanggal lahir: 15 Mei 1979

"Jalan Adin masih pincang, Pak. Adin tidak sanggup, ini bukan tugas Adin."

°°°°°

Nama: Akasha WijayaTanggal lahir: 17 Oktober 1990

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nama: Akasha Wijaya
Tanggal lahir: 17 Oktober 1990

"Apakah Akash sekuat itu, sampai-sampai Akash tidak punya Bapak."

°°°°°

What's up para reader!
Ada yang aneh nggak sama prolognya?

Baru-baru banget nih aku belajar nulis, kalo masih agak janggal maaf banget ya.

Aku saranin kalo baca cerita jangan setengah-setengah, minimal temenin aku sampe tamatin cerita ini. Hehe...

Semoga lewat prolog ini kalian bisa feeling cerita ini bakal kayak apa dan gimana.
Hope you like❤️

Selamat mengudara bersama Abang Adin dan Adek Akash.

°°°°°

Thanks for reading❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Thanks for reading❤️

.
.
.
.
.

To be continued...

Bunga Kertas Untuk "BAPAK"  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang