| 5 | Sore bersama Abang

66 17 0
                                    

Bertahun-tahun sudah hidupku terasa monoton, tak kesana tak kemari, seolah hanya berputar di jalan yang sama tanpa tujuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bertahun-tahun sudah hidupku terasa monoton, tak kesana tak kemari, seolah hanya berputar di jalan yang sama tanpa tujuan. Aku masih tidak kapok dengan pesan Ibu, tentang kopi dan begadang.

Duduk di teras rumah sambil sesekali menyesap kopi yang sudah terseduh pada cangkir tua yang biasa digunakan Bapak. Tak ada remang dalam pandanganku, aku setia terduduk jegang di malam sunyi yang mungkin sedikit nyawa yang masih terjaga, sambil iseng-iseng membaca kitab fikih yang dulu pernah dikaji olehku saat aku duduk di bangku sekolah menengah.

Sudah satu jam berlalu. Berlembar-lembar kertas kitab fikih telah ku kaji, dan tanpa aku sadari cangkir di depanku sudah hanya tersisa ampas, cairan hitam kopi itu telah ludes ku teguk. Bertambahnya malam kala itu, membuat suhu mulai tak karuan dinginnya, aku hanya bermodalkan sarung untuk menangkap hangat meski sedikit.

Sampai suatu ketika, aku menghentikan fokusku pada kitab fikih yang berada di atas telapak tanganku. Sejenak ku terdiam, teringat sesuatu.

Segera ku beranjak menghilang dari area teras, menuruni tangga yang hanya tiga tingkat, lalu berlari kecil menuju ke belakang rumah, meninggalkan kitab fikih serta cangkir tua yang hanya tersisa ampas hitam.

Aku kini berada di depan gudang kayu yang mungkin sudah hampir setengah tahun tak dijenguk. Membuka pintu itu, lalu berjalan pelan masuk ke dalam. Aku sedikit terbatuk saat sekujur tubuhku sudah termakan dalam tubuh gudang, akibat banyaknya debu dan juga sawang yang menghuni gudang tersebut.

Tanganku meraba-raba dinding kayu karena keadaan di dalam sana masih sedikit gelap, meskipun aku sudah membiarkan pintu gudang itu terbuka agar cahaya dapat masuk.

Aku berhenti saat kakiku menabrak sebuah kotak yang mungkin ukurannya tak besar tapi juga tak kecil. Aku merunduk lalu berjongkok. Menatap kotak di depanku dan berusaha membukanya.

Dapat kutemukan dalam kotak itu, buku-buku pelajaran-ku dulu, mainanku yang sudah telah rusak dan usang, kamera jadul dan batu-batu akik milik bapak, serta CD dan kaset band favorit bapak. Sebenarnya masih banyak lagi barang-barang yang menyimpan kenangan di sana, tapi yang sedang kucari masih belum kutemukan.

Karena sedikit putus asa, aku mengeluarkan semua benda-benda dalam kotak itu. Menggeledah lebih dalam, mencari lebih seksama. Tapi nahas, tetap tidak kutemukan juga barang itu.

"Jangan-jangan Ibu menyembunyikannya." Ujarku.

Karena malam semakin larut, dingin semakin menusuk, mataku pun semakin sayu meminta dipejamkan, oleh karena itu aku segera membereskan barang-barang yang kubuat berantakan tadi.

Aku menepuk dan mengibaskan tanganku yang berdebu lalu berniat berjalan keluar, namun aku menyadari sesuatu, aku melewatkannya. Mataku menoleh ke arah sudut gudang, ada lemari di sana.

Sebenarnya aku belum terlalu mengantuk, jadi aku memilih melanjutkan mencari apa yang sedang ku cari. Aku membuka lemari itu, menilik setiap rak, dan saat mendapati rak yang paling bawah, aku berjongkok dan melihatnya lebih dekat.

Bunga Kertas Untuk "BAPAK"  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang