| 9 | Perjalanan membeli bubur

58 11 3
                                    

Tak dapat di sangka, ternyata sudah hampir 1 bulan sejak hari ulang tahun Akash

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak dapat di sangka, ternyata sudah hampir 1 bulan sejak hari ulang tahun Akash. Dan hampir 1 bulan pula Akash sudah tak lagi merasakan diantar dan di jemput oleh Adin, abangnya. Anak itu lebih memilih berangkat sendirian -katanya sedang latihan mandiri- dan pulang dengan Bima, teman barunya.

"Terima kasih sudah mau mengantarku, Bima." Akash turun dari peg sepeda milik Bima seraya mengucapkan terima kasih pada teman barunya itu, dan mendapat respon anggukan kepala dari Bima.

"Kamu di rumah sendiri? Kenapa rumahmu terlihat sepi?" Dari kejauhan, Bima memperhatikan rumah Akash yang nampak sunyi.

"Abangku sedang bekerja di toko kelontong dan dia akan pulang sore. Sedangkan Ibuku, dia bekerja di rumah si bulat berkacamata dan pulang sore juga, atau bahkan malam."

"Si bulat berkacamata?" Bima yang masih dalam posisi duduk di atas sadel sepeda memiringkan kepalanya seolah tengah berpikir. Akash terkekeh melihat temannya yang kebingungan.

"Abangku yang menyebutnya seperti itu. Ibuku bekerja di rumah seorang pejabat angkuh, dia gemuk dan sering memakai kacamata. Itulah sebabnya, mengapa Abangku menyebut pejabat angkuh itu si bulat berkacamata."

"Ada-ada saja." Bima ikut terkekeh mendengar penjelasan dari Akash.

"Kamu mau main ke rumahku?" Akash memberi penawaran pada Bima.

"Boleh?" Dengan wajah yang sudah berbinar, Bima bertanya memastikan.

"Tentu saja." Akash mengangguk.

Bima segera menyinggahkan sepeda miliknya di samping rumah Akash, dan memarkirkan sepedanya di sana. Segeralah Bima menyusul Akash yang sudah berjalan lebih dulu menaiki tangga rumah yang ada di depan teras.

"Tunggu ya, akan ku buatkan minum." Bima menggeleng cepat mendengar penawaran Akash.

"Tidak perlu, minum yang aku bawa masih ada."

"Tapi di sini kamu sedang menjadi tamu, aku harus menghormati tamu, bukan?"

"Ya sudah kalau begitu." Bima menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.

Akash sudah berpindah tempat menuju dapur, meninggalkan Bima yang sedang sibuk memutar kepalanya memperhatikan seluruh isi ruang tengah di rumah Akash.

"Rumah Akash sederhana, tapi kenapa aku merasa ada sesuatu yang membuatku nyaman?" Kata Bima yang masih sibuk memperhatikan rumah teman barunya.

Memang benar, rumah Akash berbanding terbalik dengan rumah Bima. Dinding di rumah Akash terlihat kosong, hanya ada kalender tua yang terpajang di sana, tidak seperti di rumahnya. Sedangkan di rumah Bima semua ada, kalender, pigura, lukisan klasik, bahkan foto keluarga pun terpajang lebar di ruang tengah rumahnya.

Bima itu serba punya, dan bahkan serba mahal. Tapi anehnya, Bima merasakan sebuah kenyamanan dari kesederhanaan di rumah Akash. Seperti ada sesuatu yang tidak dia dapatkan ketika di rumah.

Bunga Kertas Untuk "BAPAK"  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang