Tidak ada yang tidak mengatakan lelah jika sedang melakukan pekerjaan sepertiku saat ini. Peluh keringat semakin mendominasi di sekujur tubuh, Sesekali aku menyapu keringat yang kian menetes di pelipisku. Kondisi matahari yang begitu terik tidak menjadi halangan bagiku untuk berhenti menyemai benih padi pada tanah yang gembur milik Paman Aben.
"Adin! Sudahi dulu pekerjaanmu! Cepat kemari untuk istirahat!" Teriak Paman Aben yang sudah terduduk di tepi sawah, menikmati minumannya dengan tutup termos.
"Sebentar, Paman! Sedikit lagi!" Jawabku.
Paman tak lagi menyaut, dia hanya duduk sambil menikmati santapan yang tak jauh berbeda setiap harinya, paling hanya nasi dengan lauk tempe atau tahu isi yang disiapkan oleh Ibuku. Karena Paman Aben tidak punya istri, jadi Ibuku-lah yang menyiapkan makanan untuk aku dan Paman Aben.
Paman Aben memandangi alam di sekitarnya, sampai ketika pandangannya jatuh pada sosok anak kecil yang sangat tidak asing.
"AKASH!!" Mendengar Paman menyebutkan nama itu, aku seketika mendongak mencari seseorang dengan nama yang sama persis seperti yang disebutkan Paman Aben.
Anak itu mendekat mendengar ada yang memanggilnya. Dia, Akash, tampak lesu dan lusuh, seperti ada hal yang baru saja dilakukan anak itu.
"Kamu dari mana?" Paman Aben bertanya pada Akash yang sudah duduk di sampingnya.
"Kamu sudah makan?" Tanya Paman lagi.
"Makan ini, Paman tahu pasti kamu belum makan." Paman Aben menyodorkan sekotak tahu isi.
Aku menatap Akash yang terlihat hanya diam dan tidak menggubris sama sekali apa yang dikatakan Paman Aben, aku memilih untuk angkat bicara karena merasa tidak enak hati pada Paman Aben atas sikap Akash.
"Akash! Paman sedang berbicara denganmu! Jangan diam saja!" Teriakku dari tengah sawah.
"Akash!!!" Aku memanggil lebih keras ketika melihat Akash yang malah mengalihkan pandangannya, mengabaikan peringatan dariku.
"Sudahlah Adin! Biarkan saja!"
"Adikmu ini memang tidak punya adab." Celetuk Paman Aben nampak pasrah. Aku mengembuskan napasku kasar sebelum melanjutkan pekerjaanku menyemai benih padi.
"Paman," Paman Aben diam, dia masih fokus menyeduh kopi. Akash menatap lamat-lamat pada sosok yang lumayan dia butuhkan di hidupnya.
"Kenapa melihat Paman seperti itu?" Paman Aben menatap heran pada Akash ketika anak itu semakin menatapnya dalam.
"Apakah Bapak mirip dengan Paman?"
Aku masih terbilang muda, usiaku baru 20 tahun, tentu saja telingaku masih sangat normal. Aku dapat mendengar apa yang dikatakan Akash meskipun sedikit samar terhalang jarak.
"Maksud kamu?" Paman Aben bingung.
"Paman itu adiknya Bapak, jadi apakah Bapak juga mirip Paman?" Tanyanya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Kertas Untuk "BAPAK"
Genel KurguTidak ada yang semudah itu mengatakan "aku baik-baik saja" setelah adanya perpisahan. Tidak ada yang semudah itu mengatakan "aku kuat" setelah ditinggalkan. Hanya sepucuk kata "rindu" yang mampu tersampaikan, meskipun pada kenyataannya Tuhan tetap m...