Second Smile

101 5 0
                                    

Senyumanmu,siapa yang sanggup melihatnya. Izinkan aku, berlari menghampirimu, menikmati senyum itu lebih lama. Menghirup udara disekitarnya, menatap lekat tanpa menoleh sedetikpun.

-author-

"Bagaimanapun juga aku harus mendekatinya."gumam Dika dibalik pagar rumahnya. Ia melihat Clara yang cantik tengah berlari menghampiri tukang sayur. Ia sangat lincah. Cantik. Dika sangat menyukainya. Sejak sepuluh tahun yang lalu. Ia selalu berharap akan berteman dekat dengan Clara. Ia yang pertama kali melihat Clara pindah kerumah itu. Bukan si Kara sang atlet licik itu. Namun, payah. "Aku bahkan tak berani menyapanya." Umpatnya. Bagaimanapun juga hari ini aku harus menyapanya. Gumamnya dalam hati.

Dika melangkah dengan hati-hati. Membuka pagar rumahnya, berjalan seperti seorang penguntit. Bodoh. "Kenapa aku seperti penculik yang siap menerkam korban seperti ini."rutuknya dalam hati. Ia kemudian merapikan rambutnya, mencoba bersikap biasa saja. Ia berjalan, tidak. Ia tengah sedikit berlari. Seolah menikmati jogging paginya.

Kini jaraknya dengan Clara hanya tinggal sepuluh meter lagi. Harus, kali ini aku harus bisa.

*

Pagi ini rencananya Clara akan memasak. Untuk kakek Kemal dan nenek Yati. Ia akan memasak sup rencananya. Sup ayam andalannya. Bahkan mereka satu keluarga sangat menyukai sup buatan Clara si anak kecil yang dewasa.

Ia tengah berlari menghampiri tukang sayur keliling. Rencananya ia akan membeli ayam,wortel,daun bawang dan beberapa bumbu sup lainnya. Ia merasa melihat seseorang yang tengah melangkah dari rumah Dika. Namun, ia tak memperdulikannya. Paling,pembantunya. Si pemilik rumah,bukan.

Ia terus berjalan menghampiri si tukang sayur. Mang ujang. "Mau beli apa neng Clara yang cantik?." Sapa ramah si tukang sayur. "Pagi mang ujang, ini nih mau beli bahan-bahan untuk sup." Jawabnya cepat. Clara terkenal sangat ramah disekitar komplek. Bahkan semua satpam komplek sangat mengenalnya. Keluarga Raihan sangat ramah.

"Ooh, ini neng."

"Makasii ya bang."ucap Clara sopan. Membayarnya kemudian berbalik pulang. Ia melihat Dika tengah lari sambil menikmati musik di headsetnya. Ini pertama kalinya Dika berkeliling komplek. Biasanya ia akan pergi menaiki mobil sportnya. Untuk fitnes atau kesekolah.

Hati Clara sangat senang melihat Dika. Jantungnya berdegup kencang, hampir saja jantungnya mencelos keluar. Nafasnya memburu. Serasa akan melompat keluar jantungnya. Ia melongok melihat Dika berlari. "Ya ampun,dia ganteng banget. Arab bakpau." Ledaknya dalam hati. Ia berusaha berjalan biasa saja. Bahkan ia terkadang terlihat menunduk. Tinggal sepuluh langkah lagi. Aku harus apa? Teriak Clara dalam hati. Tinggal sepuluh langkah lagi. Kami akan berpapasan. Oh tidak. Sepuluh,sembilan,delapan,tujuh. "Ih kok aku jadi lebay gini" rutukinya dalam hati.

Sekilas Clara melihat Dika berjalan berpapasan dengannya. Ia berlari kecil melewati Clara. Bahkan, tanpa menoleh. Clara sangat kesal. Jantung yang tadinya sudah menggedor-gedor rusuknya ingin keluar, sesaat rasanya ingin berhenti berdetak. "Dia gak noleh. Keterlaluan." Rutukinya. Clara hanya berjalan tanpa menoleh kebelakang. Tiba-tiba..

"Hai,Clara.." ucap seseorang disana. Ia terhenti, mematung. Masih belum berbalik. "Clara.." panggil seseorang itu lagi. Kini Clara berbalik. Ia terlihat kikuk. Ia menatap seseorang yang memanggilnya. Dika. Ia berusah terlihat biasa saja. Padahal, rasa-rasanya ia ingin meleleh mendengar Dika memanggil namanya. "Kenal gue kan?" Tanya dika. "Iaa donk kenal." Jawab Clara. Bodoh,kenapa pake kata "donk". Shut up.

"Hem, bagus deh. Gue kira lo gak kenal gue. Secara gue jarang keluar rumah juga kan?" Sambung Dika. Bodoh,bukan jarang tapi gak pernah. Gumam Dika dalam hatinya. Ingin rasanya ia berlari. Masuk kerumahnya. Jantungnya sudah tak sanggup berlari marathon sekencang ini.

Sambil menyengir kuda. "Ehe, ia sih. Emng ada apa Dika?." Bodoh, pertanyaan bodoh. Rutuki Clara dalam hati. "Gak ada apa-apa sih,gue cuman pengen berteman sama lo, bolehkan?" Tanya Dika singkat. Hampir-hampir saja jantungnya mencelos keluar ketika ia bertanya bodoh seperti itu kepada CLARA. "Oh,boleh kok." Jawab Clara singkat.

Tampak dari kejauhan, seseorang sedang menatap tak senang pada dua orang yang tengah menatap menahan perasaan. Karin. Gadis cantik bertubuh langsing, dengan rambut tergerai sebahu. Matanya menatap tajam kearah Clara. Seolah tak suka melihat Clara sedang berbicara pada Dika.  Awas saja kau.

*

"Aduh nak, lama banget sih beli sayurnya?." Sapa mama Nita. Anaknya kini tengah berdiri dibelakang pintu dapur, dengan wajah merah merona, memegang sayuran dan mendekap bungkusan itu didadanya. Senyum merekah keluar dari wajahnya. "Kok senyum-senyum sih nak?." Tanya mama Nita lagi. Ia masih berdiri dengan sedikit badan menyender lemah kepintu.

Mama datang kearah pintu. "Heh, dipanggilin dari tadi." Ucap mama Nita sambil mengibaskan tangannya didepan Clara. "Eh, mama."jawabnya sambil nyengir kuda. "Mama tanyain dari tadi,kenapa lama beli sayurnya?."

"Eh gak papa kok ma,hehe." Jawabnya spontan. Nggk mah,aku seneng. Hatinya setengah berteriak. "Yaudah gih, masak sana. Kasian nenek Yati,pasti gak masak deh karna sakit."tukas mama cepat dan berlalu dari dapur. "Eh,ia ma."sahut Clara semangat.

*

Kini Clara tengah berdiri didepan pagar rumah kakek Kemal, terkadang ia sedikit takut untuk langsung masuk dan mengetuk pintu tua berwarna coklat itu. Tapi muka jutek kakek Kemal berhasil membuat orang komplek ragu-ragu masuk kerumah tua yang nyaman itu. Kaki kecil Clara mulai melangkah masuk, mengetuk pintu yang kelihatannya rapuh itu. "Assalamualaikum?."ucap Clara setengah berteriak. Tak lama pintu terbuka. Tampak seorang lelaki berusia lebih setengah abad keluar dengan memakai baju batik polos kesukaannya. Ia menatap malas kearah Clara. "Walaikumsalam. Ada apa cu?." Walaupun kakek Kemal orang yang berwajah jutek,namun ia tetap lembut dalam berkata.

"Ini kek, Clara buatin sup buat kakek dan nenek Yati". Ucapnya dengan senyum pasrah. Ia masih takut melihat wajah jutek sang kakek. "Terimakasih ya cu?". Ucapnya kemudian berbalik. "Masuklah,"tawarnya. Clara berjalan pelan mengikuti kakek Kemal dari belakang, ia menaruh rantang diatas meja makan kakek Kemal. Ini pertama kalinya ia dipersilahkan masuk kembali sejak umurnya dulu masih 8 tahun. Waktu itu Ia tak sengaja berlari mengejar mamanya dan memecahkan vas bunga kesayangan kakek Kemal. Dengan wajah sangat marah kakek Kemal menyuruh Clara pulang. Sejak itu ia tak berani lagi masuk kerumah Kakek Kemal. Dan sekarang, ia kembali berada disini. Warna cat coklat muda mendominasi rumah tua ini. Rumahnya juga bersih dan rapih untuk dihuni oleh kakek Kemal dan nenek Yati berdua.

Clara kembali melangkah kedalam sebuah kamar besar dirumah itu, melihat nenek Yati yang tengah terbaring lemah sedang tertidur. Sakit asma yang dideritanya, membuatnya harus banyak istirahat dan tidak boleh terlalu banyak aktifitas. "Kek, Clara pulang dulu ya? Soalnya mau bantu mama lagi." Ungkapnya memecah keheningan. "Ia cu, terimakasih atas sup nya ya?." Ucapnya ikhlas. "Ia kek, Clara pulang, Assalamualaikum." Pamit Clara dan berlalu dari rumah tua itu.

Kau cucu yang baik,Clara. Ungkap dalam hati kakek Kemal. Sebenarnya ia menyayangi Clara seperti cucunya yang diluar negeri. Namun, sikapnya yang jutek menutupi rasa sayangnya terhadap Clara.

*

Hujan kembali mengguyur kota indah ini. Paris Van Java. Begitukan orang menjuluki kota Bandung. Mengapa tidak? Dahulu Bandung adalah kota terindah dengan kota kerlap-kerlip lampu. Peristiwa besar juga terjadi dikota ini, Bandung lautan Api. Siapa yang bisa melupakan kota yang termasuk terbesar di Indonesia?

Suasana hujan yang dingin membuat Clara terhanyut kedalam suasana. Balkon kamar yang menghadap kearah jalan, membuatnya jadi tempat favoritenya dirumah ini. Hal gila yang sellau dilakukannya ketika hujan yaitu, menghitung hujan. Kedengaran lucu dan tidak masuk akal,tapi itulah kesukaan Clara. Ia bahkan lebih suka hujan ketimbang panas matahari yang menyinari bumi. Ia juga suka melihat pelangi setelah hujan, warna-warninya membuat semua orang mengagumi keindahan ciptaan Tuhan. Matanya kini terpejam,menikmati setiap aroma hujan dengan khasnya. Merasakan buliran air dingin yang menyentuh kulit telapak tangannya,menikmati kesunyian kota Bandung dimalam hari. Namun,ada yang membuatnya sedikit tergoda, yaitu kembali melihat rumah diseberang sana. Bergumam didalam hati. Menurutmu,aku bisa melihat senyuman keduanya tidak?. Bisiknya kepada hujan.

*

Hai readers?
Gimana? Sorry ya telat update. Lagi masa ujian soalnya.
Tungguin cerita selanjutnya ya?
Please leave comment and vote.
Oia, jika ada typo, harap maklum..

Pelangi setelah HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang