"He's drug for you,Bella.."
-Stephenie Meyer-Kini seorang gadis cantik tengah mengerang ditempat tidurnya. Meregangkan otot-ototnya yang masih kaku. Pukul 05.00. Nilai plus bagi seorang Clara. Gadis mungil yang rajin bangun pagi. Walaupun ini liburan panjangnya setelah menghadapi UN nya, ia masih tetap bangun pagi. Melakukan rutinitasnya. Menyapa bunga. Lihat saja.
Suara kaki kecilnya berlari kecil menuruni tangga. Ia sudah selesai mandi sekarang. Kini waktunya ketaman. Menyapa semua bunga,memanjakannya dan menghirup aroma segar yang mereka tawarkan. Ia sudah tak sabar memijakkan kakinya di rumput jepang yang basah karna embun.
Tangannya yang mungil menyentuh bunga-bunga ditaman itu. Sesekali ia tersenyum, karena bunga yang ia rawat tak sia-sia. Mereka tumbuh dengan aroma yang khas dan warna yang menarik.
Sesekali terdengar senandung riang darinya. "Hm hm.. hm..". Ia bahkan terkadang menari-nari kecil. Persis seperti anak kecil. kemana ya? Anak aneh itu. Gumamnya. Ia sedikit melirik kearah pintu di depan rumahnya. Dari balik jeruji besi pagar rumah Dika. Ada rasa candu tersendiri baginya melihat senyum Dika. Manis. Dia bagaikan candu bagiku. Gumam gadis imut itu.
Rambutnya yang panjang tergerai rapi disamping bahunya. Ia terus memanjakan bunga-bunga disekitarnya. Menghirup udara segar pagi. Memanjakan hatinya. Bahkan, tanpa sadar ada yang memperhatikan setiap hentakan kaki kecilnya. Ada yang memperhatikan senyumnya. Dan matanya yang tajam menatap indah kearah gadis di taman bunga itu. Andai kau bisa kumiliki, Clara. Gumam seseorang disana.
*
"Pelan-pelan kek makannya." Ucap lembut mama Nita. "Nanti kesedak loh sayang?". Lugas mama Nita. Ia terkekeh kecil melihat putrinya yang sudah beranjak dewasa, namun sikapnya masih seperti anak kecil. Bahkan, ia akan kuliah mulai bulan depan. "Ia mama bawel." Ucap Clara asal.
Sambil memukul pelan bahu putrinya. "Ih, kok mama dibilang bawel sih? Udah ah, buruan abisin sarapannya. Kasihan itu Kara udah nungguin." Clara hanya terkekeh kecil. Sesekali ia melihat keruang keluarga. Kara sudah menunggunya dari tadi, bahkan posisi duduk Kara sudah melorot dan merebahkan diri disofa. "Biarin aja ma, rasain dia tuh."
"Gak boleh gitu, Clara" pelotot mama manja.
"Udah ni ma, udah siap." Ucap Clara tak lama. "Yaudah, buruan gih.." sambil membawa piring kedapur. "Bye ma."
Clara tampak riang, ia sedikit berlari kecil kearah Kara yang berbaring, ia ingin mengejutkan Kara. Satu, dua, tiga. "Aaaa..."teriak Clara. Ia terkejut melihat topeng hantu yang dipakai Kara. Bukannya Kara yang terkejut, malah Clara yang terlonjak kaget. "Ih, kamu mah, jahat.." decak Clara. Sedangkan Kara hanya terkekeh. "Kadal, mau lu kadalin." Ucapnya disela tawanya.
"Udah ah yuk, buruan. Lama lo." Sambung Kara. Ia sudah selesai menertawakan wajah Clara yang kesal dan memerah. Ia lucu saat seperti ini. Menggemaskan. Gumamnya.
"Mana sepeda lo?." Tanya Kara. Clara masih memasang wajah juteknya. Sambil berjalan kearah garasi Clara terus melipat tangannya didada. "Tuh, digarasi, ambilin." Jawabnya manja.
"Dasar lo, manja." Ucap Kara malas. Sambil berjalan kearah garasi Kara menatap seseorang yang tak sengaja tertangkap mata olehnya. Ia melihat Dika tengah bersandar di pintu teras kamar nya. Ada pandangan tak suka terlihat dimata Dika.
"Ka, kok lama sih?." Teriak Clara.
"Ia bentar, bawel lu." Sahut Kara sambil menyeringai licik kearah Dika. Kara tau kalau Dika menyukai Clara. Ia bahkan sempat mengancam Dika, jika sampai Dika mendekati Clara. Kara sangat menyayangi Clara, mungkin terkadang sifatnya yang egois membuat Clara hampir kehilangan seluruh teman laki-lakinya. Rasa sayang yang teramat besar terhadap Clara menutup matanya. Hingga tak seorangpun berani mengajak Clara ketemu atau kencan. Ia akan lebih dulu mengancam laki-laki yang mendekati Clara, adik kecilnya. Bukan. Bukan adik. Mungkin lebih.
Kara berlari kegarasi tempat sepeda Clara terparkir, ia tak lagi memperhatikan laki-laki diseberang sana. Baginya, masa bodoh jika dia hanya menatap Clara, jangan sampai menyentuhnya. Jangan.
*
"Tumben kamu Ka,ngajak aku sepedaan, biasanya kamu gak bolehin aku naik sepeda. Kamu selalu yang boncengin" tanya Clara. "Ya, gak kenapa-kenapa sih. Gue capek kali' bonceng lu yang berat." Jawab Kara asal.
"Yee, kamu mah, ngejek mulu." Ucap Clara sambil mengayuh sepedanya. "Hati-hati lu, awas jatoh." Sambung Kara. "Ka, kamu taukan kakek kemal sebelah rumah aku?" Sambil terus mengayuh sepedanya pelan.
Melirik Clara. "Kenapa emang?." Tanyanya datar. "Dia itu, masih jutek sama aku, hm.. padahal ni ya, aku disuruh mama setiap sore nganter bubur buat kakek Kemal sama nenek Yati, tapi tetep aja jutek. Sedangkan nenek Yatinya baikkk banget." Cerocosnya.
"Hem, sifat tua nya kali. Lagian, elu itu semua orang lu perhatiin sifatnya. Jutek balik kek sama lingkungan sekitar."
"Yee, gak sifat aku banget kali Ka, aku paling gak bisa tau jutekin orang, ah kamu mah bukannya kasih solusi." Rengeknya. Ia terus mengayuh sepedanya. Kakinya yang putih mulus kelihatan kuat mengayuh sepedanya sampai ketaman yang mereka tuju.
Sambil mengayuh, Clara bersenandung kecil. Matanya menyorotkan kebahagian dan keriangan. Bahkan tak seorangpun tahu, bagaimana kalau ia sedang menangis. Tak terkecuali Kara. Ia hampir setiap hari melihat Clara menangis. Sicengeng, Cap Kara.
Akhirnya mereka sampai, keatas bukit yang terdapat taman dibawahnya. Pohon beringin kesayangan mereka sudah menunggu. Dari mereka kecil sampi sekarang tempat inilah jadi tempat favorit disekitar daerah komplek. Walaupun komplek ini, perumahan elite. Namun,letaknya hanya 15 km dari pusat kota. Sehingga lingkungan asri masih terjaga. Disinilah mereka, diatas bukit kecil dengan berdiri kokoh sang beringin tua. Bukan menakutkan, namun cukup menenangkan.
Clara terdiam menikmati semilir angin, kakinya terasa pegal mendayung cukup jauh dari rumahnya. 1 km. Bukan tempat yang dekat menurutnya. Komplek ini sangat besar untuk dijelajahi. Terutama beringin ini terletak diujung komplek. Walaupun capek namun tak sia-sia menikmati view yang diberikan. Pengen liat senyumnya lagi. Lamunannya kembali terlempar pada kejadian kemarin malam. Untuk pertama kalinya selama sepuluh tahun ia melihat senyum Dika. Laki-laki putih dengan hidung mancungnya. Bulu matanya yang lentik namun gagah. Matanya yang tajam. Tingginya 170 cm. Bibirnya yang merah muda. Sempurna. Dika sangat tampan. Lebih dari Kara. Kara yang melihat Clara hanya diam dan tersenyum tiba-tiba mengagetkannya. "Ngelamunin apaan sih lo Ra?." Tanya Kara membuyarkan lamunannya. "Ihhh, apaan sih. Gak ada ngelamunin apa-apa kok, cuman nikmatin udara pagi aja" jawabnya.
"Dih, awas kesambet deh lo." Ucapnya sambil menyodorkan tangannya ke kening Clara. "Apaan sih Ka, masih normal ni aku." Jawab Clara sambil mengerucutkan bibirnya. Kara hanya tertawa memandang Clara yang manyun seperti ini. Lalu ia menarik Clara dalam pelukannya. "Clarakuu.."
"Mulai deh modus." Ejek Clara. "Siapa yang modus coba? Lo nya aja enak dipeluk, kayak boneka" jawabnya. Ia masih membiarkan Clara dalam pelukannya. Sesekali Kara mengusap lembut kepala Clara. Gue sayang sama lu Ra, bukan sebagai adik, mungkin lebih. Ada sesuatu yang berdetak dihati Kara. Namun ia takut, jika ia ungkapkan, ia akan kehilangan Clara. Baginya cinta itu rumit. Hanya membuatnya sakit. Dan air mata.
"Ka, aku masih ngantuk nih, tadi malem aku tidur jam 1, karna gak bisa tidur. Biasa lah liatin hujan. Abisnya hujannya sendu banget. Trus udah bangun jam 5."
"Yaudah tidur aja, gue jagain."
Clara masih dalam posisi pelukan Kara. Kara tengah bersandar dipohon beringin,dengan posisi duduk selonjoran. Sedangkan Clara duduk disebelahnya dengan posisi dalam pelukan Kara. Pelukan Kara yang selalu menenangkannya. Abangnya. Bahkan ia menganggapnya seperti abang kandungnya sendiri. Ia sangat menyayangi Kara. Sangat. Perlahan mata Clara terpejam, pelukan hangat Kara yang nyaman berhasil membawanya kedalam dunia mimpi.
Hai hai readers.. gimana ceritanya?
Bagus gak?
Please leave comment.. and then jangan lupa vote please
Be smart readers..
Muahhh
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi setelah Hujan
FanfictionHidup memiliki banyak pilihan, ketika kau memilih antara persahabatan dan cinta, kau sering kali terjebak dan salah. namun tidak denganku,aku memilih sesuatu yang tepat. walaupun menoreh kesedihan yang mendalam. yakinlah, pelangi setelah hujan itu a...