Penasaran

118 5 0
                                    

Senyuman dapat menghiasi hati yang sedih, percayalah.

-Clara-

Terdengar suara senandung merdu dari kamar Clara. Siapa lagi? Kalau bukan gadis cantik bertubuh mungil itu sedang menikmati hujan. Ia merentangkan tangannya seraya menengadah kelangit. Baju tidur terusan selutut yang dipakainya, menambah anggunnya wanita mungil ini. Ia tengah berdiri dibalkon kamarnya. Yang menghadap kebalkon kamar seseorang disebrang rumahnya. Namun, itu tak membuatnya terusik. Ia tak malu-malu jika harus menatap hujan seperti ini. Menikmatinya.

Tampak jauh dari balik kamar, ada yang menatap. Clara yang tak menyadari tatapan tersebut, hanya mematung dengan posisinya. Menengadah kelangit. Seseorang itu tersenyum melihat tingkah gadis didepannya. Cantik. Teriak batin seseorang disana. Senyuman laki-laki itu terus merekah. Ia membayangkan wanita dihadapannya berlari datang dan memeluknya. Ia tengah menerawang kedepan. Ia sangat menyukai gadis ini. Namun secara diam.

Ia terus membayangkan kebahagiaan bersama gadis didepannya. Sampai ia tak sadar, kini gadis itu tengah melihatnya tersenyum. Senyuman yang sangat bersemangat. Jackpot. "Manis sekali ternyata jika dia tersenyum" batin Clara. Bahkan sudah 10 tahun bertetangga dengannya. Tak pernah ia melihat Dika tersenyum.

Clara melihatnya dengan pipi yang memanas. Mungkin sekarang pipinya sudah semerah tomat. Laki-laki yang tengah menatapnya tak berkedip. Walaupun berjauhan Clara tau, laki-laki itu sedang memperhatikannya.

*

"Napa lo? Senyum-senyum gak jelas?" Tanya Kara. Ia berhasil memecah keheningan diantara kami. Sudah sejam yang lalu ia kerumah Clara. Dan ia hanya mendapat respon cuek Claram yang sekarang malah tersenyum-senyum sendiri diruang tv nya. "Yee, sibuk amat sih Ka." Tukasnya cuek.

Clara mengingat kejadian tadi malam dengan sangat detail. Ia melihat senyuman manis dari seorang cowok misterius yang selama ini sangat ia penasarani. Walaupun wajahnya menunjukkan kedinginan seperti seorang psikopat handal, namun terselip senyum hangat diwajahnya. Bagaimana bisa Clara melupakan senyuman cowok itu. Wajahnya yang ketimuran, hidung yang mancung, bibirnya yang tipis dan merah. Sangat menggoda. Matanya yang lebar dan bulat. Serta tingginya yang 170 cm itu. Sangat pas dimata Clara. Dia sangat tampan, bahkan lebih tampan dari Si Pengganggu Kara. Wajahnya terngiang-ngiang diingatan Clara. Perfect.

Kara mendengus kesal. Ia mengibas-ngibaskan tangannya didepan muka Clara yang kini tengah merah merona dipipinya. "Claraa, gue pulang ni."pekiknya kesal. Clara tersadar dari lamunannya. Menatap Kara yang tengah melipat tangannya bersedekap didada. "Yaelah Ka, gitu doank kamu ngembek."ejeknya sambil tertawa.

"Abisnya lu mah, nyuekin gue mulu'." Ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya. "Ngapa mulut kamu Ka? Monyong gitu."tawa Clara. Ia suka menggoda Kara terkadang sampai membuat Kara benar-benar marah. Tapi walaupun begitu, ia tidak akan tahan jika bertengkar dengan Kara.

"Ra, lu mau kuliah dimana entar?.." kata Kara sambil kembali fokus. "Sama gue kan?" Sambungnya pede. "Nggak ah, aku mau ambil kedokteran Ka.."

"Lah, sejak kapan lu suka darah? Lu jatoh aja udah pusing pala gue dengerin lu teriak kesakitan.."

"Ih, kamu mah gtu. Liat aja ntar kalo aku jadi dokter beneran" dengusnya kesal. Kara selalu menganggapnya main-main. Ia tak pernah menanggapi apa yang Clara katakan dengan serius. Karna ia selalu menganggap Clara adik kecilnya yang cengeng. "Yaudah, lu buktiinlah ke gue."

What do you think about my new story?
Gajekah? Please leave comment and vote
Thanks my readers..
Kasih koment donk, biar jadi lebih baguss
Yee..
Iloveyouu

Pelangi setelah HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang