Sebuah Pernyataan

103 3 2
                                    

Suatu saat jika kau beruntung menemukan cinta sejatimu. Ketika kalian saling bertatap untuk pertama kalinya,waktu akan berhenti. Seluruh semesta alam takzim menyampaikan salam. Ada cahaya keindahan yang menyemburat,menggetarkan jantung. Hanya orang-orang yang beruntung yang bisa melihat cahaya itu,apalagi berkesempatan bisa merasakannya.

-Tere Liye, Berjuta Rasanya-

Dua orang yang tersesat tadi akhirnya menemukan rombongannya kembali. Kaki Dika yang cukup berjalan kuat dan jauh. Rasa lelah yang menghampirinya,sebanding dengan senyuman ditidur Clara yang nyaman disisinya. Clara yang sedari tadi diam dan berjalan menunduk malu,membuat Dika semakin menyukai wajahnya yang memerah.

"Enak banget ya lo tidur,gue yang jalan." Katanya pura-pura kesal. "Yaelah,maaf kali Dik. Aku capek abisnya." Kata Clara sambil nyengir. Kara yang sedari tadi melihatnya memutar bola matanya malas kearah pemandangan dibawah sana. Puncak Papandayan berhasil membuatnya sedikit menghilangkan rasa cemburu yang membakar.

Tampaknya Clara mengerti kalau Kara sedang marah,ia mendekatinya dengan hati-hati. Berbicara pelan kearah Kara. "Ka,foto yuk?" Tanya Clara hati-hati. "Gak,gue males." Jawab kara jutek. Dengan gaya khasnya yang cuek. Membelakangi Clara mengarah ke matahari yang sedang meninggi. Panas.

Clara hanya cemberut,berbalik sambil memegangi kamera polaroid nya. Mengambil gambar lain yang tak kalah indahnya. "Anginnya dingin-panas kek gini ya?" Tanya Kak Dimas mengagetkan.

"Eh ia kak,lumayanlah." Jawabnya santai.

"Kenapa si Kara? Kok diemin lo gitu?" Selidiknya.

"Gatau kak,PMS kali." Jawabnya sambil tertawa renyah. "Cemburu kali tu dia. Ngeliat lo sama Dika." Ujar kak Dimas suksek membuat Clara tersentak.

"Ah,gak mungkin kak. Dia kan udah nganggap aku kayak adik" jawabnya mengelak. Kak dimas hanya menggedikkan bahunya. Tersenyum manis kearah Clara. Dan kembali berbaur dengan temannya.

Sedangkan Clara masih tercenung dengan yang kak Dimas katakan,mungkin ada benarnya juga apa yang dikatakan kak Dimas.

Disisi lain,Kara terus berpaling menatap arakan awan didepannya. Tak perduli dengan Clara yang terus-terusan memanggilnya. Meskipun ia tak tahan dan ingin memeluknya. Sedangkan Dika tepat dibelakang Clara,menatapnya serius. Namun,Clara tak melihatnya. Sungguh kisah cinta segitiga.

*
Langit sore sudah menampakkan pesonanya,semburat warna jingga keoranyean sudah menampakkan diri dilangit Tuhan. Menambah semakin indahnya pemandangan. Clara yang hobi selfie semakin semangat dengan view yang berwarna kegelapan. Matanya berbinar menatap keindahannya.

Dibalik tubuh seorang gadis yang mengagumi sosok keindahan tersebut ada yang menikmati keindahan pesonanya. Dari balik warna oranye matahari semakin memperindah dirinya. Dika yang tak tahan dengan cantiknya makhluk didepannya. Berjalan cept mendekat, menarik tangan Clara lembut. Mendektkan wajahnya dengan deru nafas yang menggebu. Mencium lembut bibir Clara.

Clara terperangah,matanya membelalak. Dihadapan matahari yang tenggelam,diatas puncak gunung Papandayan. Dika menciumnya. Bukannya menikmatinya,ia terkejut namun terdiam.

Kara yang melihat pemandangan tak enak itu,mendadak kalap. Matanya memerah,wajahnya merah padam. Menarik Clara kepelukannya, melepaskan ciuman Dika. Clara masih terdiam. Entah harus senang atau malu. Ia menatap kedua laki-laki didepannya. Dika menatap tajam kearah Kara,begitupun sebaliknya. Nafas Dika tersengal-sengal. Ia sangat marah. Sedangkan tangan Kara mengepal. Hampir saja ia akan memukul Dika,namun Clara menenangkannya.

Dika menyeringai,berbalik badan. Dan sebelumnya menatap Clara lembut dengan perasaan bersalah. Lalu pergi turun bersama yang lain.

*

Pelangi setelah HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang