Sahabat Karib

252 6 0
                                    

Kalau aku bisa membawakan senyuman itu kewajahmu, aku akan melakukannya.

-Dika-

"KARA!!!!" Pekik seorang gadis mungil. Ia terengah-engah mengejar sahabatnya yang selalu menggodanya.

Kara yang hanya berlari karena takut terkena pukulan dari Clara yang tersulut marah hanya berusaha menghindar karena candaannya. Sesekali ia menoleh dan menjulurkan lidahnya. Entah apa yang sangat diinginkan Kara yang selalu mengganggu dan membuat Clara kesal.

Clara mendengus kesal dan menghentak-hentakkan kakinya dirumput jepang ditaman rumahnya itu. Ia sudah capek dan menyerah mengejar Kara yang seorang atlet lari. Tubuh Kara yang tinggi dan jangkung, membuatnya kesulitan untuk mengejarnya.

"Kau curang" decak kesal Clara. Cowok didepannya hanya tertawa. Dan sesekali mengacungkan kebawah jempolnya. "Yah, payah lo Ra, gitu aja nyerah" ejeknya. "Yasudah, aku pergi" ucap Clara berbohong.

Ia membalikkan tubuhnya dan berjalan cepat kearah rumahnya. Kara yang melihat Clara telah berbalik berlari menghampiri Clara dan berusaha membujuknya. "Yaelah, dianya ngambek" pekik Kara.

"Clara, plis donk jangan marah.." kejarnya. Clara yang hanya berjalan terus tersenyum licik. Ia berhasil mengerjai Kara.

Tak jauh dari taman rumah itu, ada seseorang yang memperhatikan dua sahabat karib ini. Dika. Mata tajamnya terus memperhatikan gerakan lincah gadis mungil yang mengejar laki-laki jangkung didepannya. Ada rasa tak suka terbesit dibenaknya. "Mengapa bukan aku yang kau kejar, Clara" lirihnya kemudian berlalu.

*

Clara, seorang gadis mungil yang cantik dengan tinggi yang hanya 156 cm dengan kulit kuning langsat serta hidung mancung dan bibir merah muda yang tipis. Gadis mungil sederhana yang tinggal ditengah keluarga hangat yang menghiasinya. Senyum riang yang selalu terukir diwajahnya membuat aura kecantikannya terpancar murni.

Ia juga memiliki seorang sahabat karib, yang sejak kecil sudah bersahabat dengannya. Kara. Bahkan ia sudah menganggapnya seperti kakak. Tak ada yang bisa memisahkan mereka. Bahkan Clara bisa sakit, jika seminggu saja berjauhan dari Kara. Akibatnya, Kara selalu ikut kemanapun Clara berlibur. Di desa tempat nenek Clara.

Kini ia sedang mengerjai Kara, yang sedari tadi membuatnya kepayahan untuk mengejarnya. "Bagaimana aku bisa ngejar dia, dia atlet gitu" batinnya. Suara Kara yang sejak tadi memanggilnya terhenti. Kini ia sudah mencengkram lembut tangan Clara.

"Jangan ngambek donk.."

Clara tak berbalik, ia masih menekuk wajahnya yang penuh kebohongan untuk mengerjai Kara. "Clara, nah deh lo boleh mukul gue" tukas Kara. Ia frustasi dan takut kalau-kalau Clara marah. Kini wajah Kara tengah menunduk. Ia menyesal sudah mengerjai Clara.

Clara berbalik dan melihat ekspresi sedih wajah Kara. Ia tak mampu menahan tawanya. Tawa meledak. Sesekali ia memegangi perutnya. "Kenak deh" ujarnya diselingi tawanya yang terbahak-bahak itu.

Kara yang dengan wajah sedihnya dibuat geram oleh Clara. "Dasar lo ya." Tukas Kara. Ia memeluk dan mencubit pipi Clara yang merah karena tertawa. Ia sangat menggemaskan jika sedang tertawa.

"Ih, apaan nih peluk-peluk aku.." jawab Clara. Sebenarnya diposisi seperti ini ia sangat nyaman. Pelukan hangat sebagai seorang kakak sangat jelas terasa ditubuh Clara. "Biarin, gue mau kok" tawanya renyah.

*

"Kara, aku aneh deh liat si Dika, sifatnya dingin gitu. Trus gak mau berteman lagi sama anak komplek. Dia sering loh Ka ngeliatin kita main. Apa salahnya kan kalo dia kerumah aku. Ni enggak, kalo aku senyumin, dianya malah masuk kerumah" tukas Clara. Ia sibuk menyerocos sambil mengunyah keripik kentang kesukaannya.

"Mungkin dia males, berteman sama lo yang tukang nyerocos" ejeknya sambil mengeluarkan ekspresi nakal. "Tukan, kamu cari masalah terus ah" dengus Clara kesal. Walaupun Clara anak kota dan hidup diantara hiruk pikuknya kota, ia tak pernah berkata kasar sekalipun ia marah. "Hehe, maaf deh. Mungkin dia males berteman sama orang sekitar komplek" tandasnya.

Dika. Anak satu komplek Clara yang selalu memasang wajah datar nya keorang-orang sekitar. Bahkan saat liburan UN seperti ini, ia tak pernah keluar dan bermain. Namun, banyak kawan kelas nya yang mengatakan anak itu hidupnya hanya untuk belajar, sehingga ia menjadi juara umum paralel disekolah. Bahkan disekolah ia tak punya teman. Miris.

"Lah, kamu kenapa gak nemenin dia sih Ka? Kamukan teman sekelasnya?" Tanya Clara sakartis. "Classmate tapi bukan teman" katanya singkat. Kara yang seorang famous people disekolahnya tak terlalu memikirkan Dika yang sekelas dengannya. Ia saja sudah sibuk dengan segudang lomba larinya. Seorang atlet lari yang bertubuh jangkung dan kekar tak membuatnya sombong. Hanya saja ia tak terlalu mengurusi hidup orang.

"Yah, kamu Ka, gitu banget" ucapnya singkat. Matanya yang teduh dan bersahaja hanya mengerling kearah luar jendela. Menatap rumah Dika disebrang rumahnya. Pagarnya bercat putih megah tertutup rapat. "Seperti tak ada tanda kehidupan" lirihnya.

Hai readers? Bagaimana dengan cerita baruku?
Please comment and vote yoo
Thanks

Pelangi setelah HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang