APA yang terjadi... telah terjadi. Andai waktu dapat diputar mundur, sudah dipastikan ia akan menghentikan dirinya dari melakukan kesalahan fatal yang tak terampuni yakni membunuh cintanya dengan tangannya sendiri, Lily.
Tapi di saat bersamaan hatinya juga terasa panas, ganas diliputi amarah. Bagaikan sebongkah api yang siap membakar siapa saja di sekelilingnya. Dirasakannya kebencian yang kian meradang terhadap wanita itu. Sungguh hatinya amat terluka, teriris-iris oleh pengkhianatan cinta gadis itu.
Bagaimana tidak? Cintanya yang dicurahkan sepenuh hati untuk Lily tak berarti apa-apa baginya. Ia dikhianati. Ditikam dari belakang!
Michael meliriknya dengan emosi yang dalam. Tubuhnya membatu untuk waktu yang lama. Linglung, tak tahu harus berbuat apa. Sebab ia tahu ia tak mudah untuk jatuh cinta. Dan begitu gadis itu mampu mendapatkan cintanya. Ia justru dikhianati dan ditinggalkan! Michael begitu membencinya, namun mencintainya di saat yang bersamaan.
Tapi pada akhirnya, dia mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke arah gadis itu. Menarik kasar pergelangan tangan gadis itu, mencengkram kuat dengan telapak tangannya yang besar dan berbulu. Hampir meremukannya!
"Kamu...," Michael menatapnya dengan tajam. Kengerian di wajahnya kian menghitam.
Baluran kemarahan membuat jantungnya tak bisa berdetak secara normal. Tapi kepada siapa ia harus melampiaskannya?Michael mengambil napas dalam-dalam, mecoba yang terbaik untuk menahan diri, agar tidak mengamuk seperti sebelumnya.
Sudah empat tahun sejak Lily meninggalkannya. Dan begitu ia menemukannya, Lily telah tiada.
Beberapa tetes air mata meluncur di pipinya. Jatuh di pergelangan tangan putih pucat Lily. Michael sepertinya tidak menyadari bahwa dirinya menangis. Dia menyesal. Amat menyesal telah memberikan hatinya. Menyesal telah merindukannya. Juga menyesal telah membunuhnya.
"Kenapa kamu melakukan itu?" Suara dingin terdengar di keheningan.
Michael menundukkan kepalanya dan matanya yang tajam seperti binatang kian memerah. Merah gelap dengan titik seperti nyala api di tengahnya. Layaknya orang yang sedang kesurupan, Michael berteriak lantang pada mayat yang terbujur kaku di depannya.
"Adakah kau begitu mencintainya sampai kau rela mati demi dia?"
"Demi dia yang tak menyayangkan nyawamu hanya untuk memenuhi obsesi gilanya?"
"MENGAPA LILY?? MENGAPA??"
Semakin keras ia berteriak, semakin besar rasa sakit yang ia rasakan. Luapan kecemburuan yang menjadi-jadi, membuat napasnya tersengal-sengal. Sementara tatapan dinginnya tak lepas dari wajah putih pucat Lily.
"Mengapa kau lebih memilih vampir busuk itu ketimbang diriku?"
Darah hampir meledak dari ubun-ubunnya. Tak tahan, Michael segera memalingkan wajahnya, muak oleh kenyataan. Ia menutup separuh wajahnya dengan telapak tangannya, sebisa mungkin menyembunyikan kecemburuanya terhadap musuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIS BLOODY BRIDE [REVISI]
VampireShe wore a wedding gown, but she felt like she was going to her funeral. Tumbuh besar tanpa kasih sayang seorang ayah, membuat Bonita Vladimir terbuai oleh kebaikan dari pria yang mengulurkan tangan kepadanya, yang rupanya adalah tunangannya sendiri...