Bab 10 : The Time Has Come

430 214 214
                                    

MALAM ini terlihat berbeda dengan malam-malam biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

MALAM ini terlihat berbeda dengan malam-malam biasanya. Di antara kabut dan mendung, segaris merah bintang berekor kelewat panjang mengoyak mayapada. Mendaki langit dari ujung utara ke selatan.

Pertanda apakah ini ?

The time has come~ waktunya sudah dekat, sudah di ambang pintu. Seorang raja akan tewas. Namun kematiannya hanyalah permulaan belaka. Sebab bayang-bayang peperangan kembali membayang. Sekali lagi, banjir darah bakal tertumpah di Transylvania.

🌠Lintang Kemukus🌠
Dalam balutan kabut malam menyapa. Mantra-mantra jahat mengalir di udara. Sebagai pesan pembawa maut berwujud bola arwah. Menandakan musibah laksana kiamat segera datang.

Nyalang mata batin menatap kilatannya. Tampaklah barisan para arwah gentayangan terbakar amarah, menuntut balas dendam, terbalut kata tanya, "Mengapa?"

SEPASANG mata melotot lebar seperti matahari terbakar, mengikuti kemana arah bintang berekor melintangi jumantara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEPASANG mata melotot lebar seperti matahari terbakar, mengikuti kemana arah bintang berekor melintangi jumantara.

Ia terus menatap dengan wajah yang serius namun pucat, yang kontras dengan merah darah tirai draperi jendela kamar tidur si lelaki.

Alis lebat yang menaungi netra hijaunya tampak mengerut menyiratkan kegelisahan bercampur deja vu. Memutar rekaman nostalgia akan suatu tanda di langit, saat dimulainya hari huru-hara itu. Sama persis, meski telah 20 tahun berlalu.

"Untuk segala sesuatu ada masanya. Untuk apapun di bawah langit ada waktunya."

Meski angin malam begitu menusuk tulang, tapi peluh keringat nampak menitik di dahinya. Ketegangan kembali memenuhi ruangan, begitu pria itu kembali berbicara.

"Ada pertanda buruk dari langit, Yang Mulia!"

Sebaliknya seorang lelaki yang lebih matang parasnya duduk terdiam di depan perapian yang menyala, tanpa ekspresi. Mata merah yang menggetarkan itu fokus mengamati sebuah tengkorak kepala manusia yang ia pegang. Dengan asyiknya, jari telunjuknya mengeksplorasi salah satu lubang mata tengkorak itu.

HIS BLOODY BRIDE [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang