1. Balapan

177 17 3
                                    


Malam semakin larut. Langit semakin menghitam dengan beberapa bintang yang mungkin masih terhitung jumlahnya. Jalanan nampak sepi. Kota terlihat gelap menyisakan penerang jalan yang setia menerangi. Beberapa tempat sudah tutup beberapa jam yang lalu. Menyisakan kesunyian yang kian menyeruak.

Namun disisi lain, suara deruman motor menggema di bawah langit malam yang seharusnya sunyi. Sorakan penonton yang di dominasi anak-anak muda menyebut sebuah nama dengan semangat.

Barra

Barra

Barra

Sorakan penonton terdengar riuh. Atensi mereka tertuju dengan kedatangan seorang pemuda dengan motor besarnya. Netra elangnya menatap tajam ke arah depan. Wajahnya datar tertutup helm.

"Bara, gue yakin. Malam ini lo pasti menang." ucap Naya sembari tersenyum penuh percaya diri di samping Bara. Sedangkan Barra diam tak menanggapi gadis di sampingnya.

Sudah menjadi rahasia umum kalau Barra itu hebat dalam balapan. Jarang yang bisa mengalahkan Barra. Peluangnya terlalu kecil.

Sorakan yang pada awalnya menyebut nama Barra berubah menjadi riuhan setelah seorang pria misterius menghentikan motornya di samping motor Barra. Ayolah siapa yang masih punya nyali menantang Barra?

"Siapa tu cowok?" tanya Amel heran.

Naya memperhatikan pria di sebelah Barra. Ia terlihat tidak asing dengannya. Kaya kenal tu motor, batin Naya.

Sebuah senyuman terukir di balik helm hitam pria itu sembari menatap Barra yang masih setia menatap kedepan.

"Gue tantang lo. Kalau lo kalah, lo nggak boleh ikut balapan lagi. Deal?" ujar pria itu.

Barra hanya melirik sekilas lalu kembali menatap lurus ke depan. "Siap-siap motor lo jadi milik gue." ancam Barra.

"Coba aja." balas pria itu santai.

Penonton yang mendengar ucapannya tertawa meremehkan pria itu. Kecuali Naya yang diam dengan dahi berkerut. Nggak mungkin dia kan?

Tiga!

Dua!

Satu!

Dalam sekejab mata, kedua motor tersebut melaju cepat. Tentu saja motor Barra melaju memimpin balapan. Keahliannya bukan sebuah pujian belaka. Penonton pun bersorak untuknya.

"Ck, dasar bocah!" umpat pria itu.

Pria itu semakin melajukan motornya. Jujur saja ini pertama kali ia melajukan motor secepat ini. Tapi kali ini ia tidak boleh kalah. Walau ia akui cukup sulit mengalahkan Barra mengingat ini merupakan balapan perdananya.

Motor pria itu melaju berusaha menyamai kecepatan motor Barra. Mengalahkan Barra memang sulit. Tapi ia tidak ingin menyerah semudah itu.

Ya Allah, tiada daya kekuatan melainkan dari engkau.

Pria itu menambah kecepatannya. Hingga mendekati finish, mereka saling bersaing sehingga kini kecepatannya keduanya di atas rata-rata. Tanpa di duga, motor pria itu melaju lebih cepat di depan Barra sehingga mencapai garis finish. Kemenangan yang tak terduga.

Pria itu menghentikan motornya di depan Naya sehingga kini keduanya menjadi pusat perhatian, termasuk Barra yang baru berhenti dan menatap keduanya tajam.

"Naik." pinta pria itu yang tak lain adalah Hafidz, kakak Naya.

"Kak Hafidz? Ngapain lo kesini?" tanya Naya sedikit berbisik. Tentu saja ia panik. Kehadiran kakaknya akan menimbulkan prasangka buruk. Apalagi Hafidz baru saja mengalahkan Barra balapan.

Hafidz Al-GhazaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang