"Mending shampo sachet atau botol?""Sachet. Lebih murah."
"Bunda biasanya pakai sabun apa?"
"Itu yang warna ungu."
Malam minggu Naya menghabiskan waktu dengan Hafidz untuk berbelanja kebutuhan rumah. Biasanya Bunda atau Hafidz yang belanja. Tapi kali ini Naya mengajukan diri untuk belanja. Tentu saja dengan di temani Hafidz.
"Nay, Barra tuh."
Naya mengikuti arah pandang Hafidz. Matanya menangkap Barra yang berada di area perlengkapan bayi sedang mengecek beberapa produk.
"Samperin Nay."
"Nggak ah, malu."
"Katanya mau minta maaf."
"Besok aja lah."
"Nunda terus. Udah buruan."
Naya menghela nafas panjang. Menyiapkan mental untuk menemui Barra. Ia merasa sedikit canggung setelah pertemuan terakhir mereka yang tak berlangsung baik. Kakinya pun melangkah mendekati Barra.
"Barra?"
Barra menoleh dan mendapati Naya yang menatapnya dengan sedikit senyum. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Naya disini. Dan kenapa bertemunya di tempat perlengkapan bayi seperti ini? Apalagi dia sedang mau membeli shampo bayinya yang baru saja habis. Sejenak ia mematung dengan tangan mengambang sambil memegang shampo bayi.
"Bar?" panggil Naya setelah di rasa tak ada jawaban.
Barra pun tersadar, "Eh! Iya Nay."
"Lo.. beli shampo bayi?"
"Bukan buat gue, buat Shaka."
"Shaka kan nggak punya rambut."
Mampus!
"Iya, tapi Bunda tetep suruh gue beli."
"Oh.."
Hafidz tersenyum sinis, "Alah boong! Bilang aja kalau itu emang buat lo. Luarnya reog, dalemnya teletabis."
Perkataan Hafidz hampir membuat tawa Naya meledak. Namun sebisa mungkin ia tahan sehingga hanya mengeluarkan helaan nafas kecil. Bagaimana bisa Barra yang terlihat garang di luar ternyata suka memakai shampoo bayi?
"Lo sendirian?" tanya Barra.
"Iya." jawab Naya.
Mendadak suasana terasa canggung. Baik Naya ataupun Barra hanya saling diam. Mengingatkan pertemuan terakhir mereka yang berlangsung tak cukup baik.
"Bar, gue mau ngomong sesuatu."
"Apa?"
"Di luar aja."
Naya beranjak pergi diikuti Barra di belakangnya sambil membawa keranjang belanjaan masing-masing ke kasir. Setelah selesai keduanya keluar bersama.
Naya dan Barra memutuskan untuk duduk di teras indomaret yang menyediakan kursi dan meja. Hafidz pun ikut duduk diantara mereka. Barra mengeluarkan dua teh kotak dan memberikan salah satunya kepada Naya.
"Udah Nay, sat set. Jangan kelamaan berdua. Ntar yang ketiga setan." ujar Hafidz memperingati.
"Lo kan emang setan." ucap Naya pelan.
"Sembarangan lo!"
Naya memutar matanya malas mengabaikan Hafidz yang tidak sadar diri. Netranya beralih pada wajah Barra. Beberapa bekas luka masih tercetak jelas di wajah tampannya. Luka di sudut bibirnya juga masih belum terlalu kering.
![](https://img.wattpad.com/cover/340198778-288-k237426.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hafidz Al-Ghazali
SpiritualeIni tentang Hafidz Al Ghazali, seorang santri sekaligus hafidz Qur'an yang sedang berusaha memenuhi keinginan terakhirnya setelah kematiannya. Author🪻