7. Doa untuk Hafidz

48 11 0
                                    


"Nay udah dong sembunyinya."

Hafidz menatap lelah Naya yang bersembunyi di bawah selimut sambil menangis. Kejadian pulang sekolah tadi membuatnya ketakutan sampai sekarang. Ia terus saja menangis tanpa mau berhenti. Bahkan ia tak sempat melepas seragamnya karena saking takutnya.

"Ini semua salah lo!"

"Lo pasti manggil temen-temen lo kan, buat nakut-nakutin gue?!"

"Nggak lucu setan!"

Hafidz menatap Naya lelah, "Mereka ruh Naya, bukan setan. Mereka nggak bakal nyakitin lo bahkan nyentuh lo. Udah dong."

"Alah boong lo! Lo semua pasti mau makan gue kan? Lo semua beneran setan kan?"

"Kalau lo bisa lihat hantu, lo pasti tahu ada kuntilanak di sebelah lo."

Yahaha rasain, batin Hafidz.

"CANGKEMU! RA LUCU."

Naya menggulung dirinya dalam selimut untuk melindungi diri. Rasa takut semakin menguasai dirinya. Ia masih belum terbiasa dengan kemampuan 'indigo' nya ini. Ia kira hanya bisa melihat Hafidz saja. Ternyata masih banyak.

Hafidz tertawa terpingkal-pingkal melihat Naya seperti ini. Ternyata cukup mudah mengibuli Naya. Lalu ia pun menghampiri Naya dan duduk di atas kasurnya.

"Gue cuma bercanda, Nay. Udah dong, bangun. Lo belum sholat Magrib kan? Waktunya cuma dikit Nay."

"Gue takut kaaak." ucap Naya pelan karena wajahnya menelingkup pada bantal

Hafidz sedikit khawatir karena Naya menangis tanpa henti. "Udah ya, jangan nangis. Jangan takut, ada gue."

Perlahan Naya membuka selimutnya dan bangun dari persembunyiannya. Hafidz terkejut karena mata dan hidungnya sedikit merah. Ingusnya meler kemana-mana.

"Jangan takut lagi ya, mereka nggak bakal nyakitin lo."

"Nggak bisa.."

Hafidz ingin sekali mengusap air mata Naya dan memeluknya untuk memberi ketenangan, namun semua itu tak bisa ia lakukan. Ada rasa sedih di hatinya.

Drrt Drrt

Ponsel Naya bergetar. Dengan sedikit malas, Naya membuka ponselnya. Rupanya Amel yang menelponnya. Segera Naya mengusap air matanya dan menerima panggilannya.

"Halo."

"Nay, lo jadi kesini kan?"

"Ngapain?"

"Gimana sih? Katanya mau jenguk Barra."

"Hmm, sorry Mel. Gue nggak jadi ikut. Lain kali aja."

"Lah? Kenapa?

"Gue.. nggak enak badan."

Naya menyadari perubahan wajah Hafidz yang berkerut tak suka.

"Perasaan tadi lo baik-baik aja. Gue jengukin lo setelah ini gimana?"

"Nggak usah, Mel. Gue mau istirahat soalnya."

"Oh ya udah deh, cepet sembuh ya. Gue tutup dulu. Bye."

"Iya bye."

Naya menutup teleponnya dan melemparnya asal. Ia menduga pasti Hafidz akan menayainya setelah ini.

"Kenapa nggak jadi?"

"Males."

"Lo harus minta maaf sama Barra, Nay."

"Kenapa? Orang gue nggak salah."

Naya beranjak bangkit hendak berniat mandi. Ia mengambil beberapa pakaian untuk ganti. Hafidz ikut berdiri mengikutinya

Hafidz Al-GhazaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang