19. Pamit

34 7 0
                                    

Barra menutup pintunya pelan-pelan. Ia baru saja selesai Sholat Subuh berjamaah di masjid. Terlihat dari peci, baju koko dan sarung yang ia kenakan. Matanya masih mengantuk. Ia berniat tidur lagi setelah ini karena hari masih pagi buta.

"Kakak, kamu dari mana pagi-pagi gini?" tanya Bunda yang kebetulan lewat.

"Masjid, Bun. Baru selesai sholat subuh." jawab Barra.

"Masyaa Allah. Ayah, liat Yah." teriak Bunda memanggil Ayah.

Tak lama Ayah muncul dari dapur dengan secangkir kopi di tangannya, "Kenapa, Bun?"

"Liat anak kita, rajin banget pagi-pagi udah ke masjid." ujar Bunda.

"Tumben, Bar. Masjid lagi bagi-bagi nasi kotak ya?" goda Ayah.

"Ayah.." tegur Barra tak habis pikir dengan prasangka Ayahnya, "Barra mau ke atas dulu, mau sambung tidur." lanjut Barra.

"Loh, baru aja di puji. Harusnya setelah subuhan itu ngaji." tegur Bunda.

"Iya Bunda. Nanti ngaji bentar." ujar Barra berbohong.

Barra melanjutkan langkahnya, namun tiba-tiba ia terpikirkan sesuatu, "Oh ya, Ayah, Bunda, Barra mau ngomong sesuatu." ujar Barra kembali menghadap Ayah dan Bundanya.

"Ngomong apa Barra?" tanya Bunda penasaran.

Barra diam sejenak menata niatnya, "Barra.. mau izin masuk pesantren." ujar Barra sedikit pelan.

"Hah? Apa Bar? Kayanya Ayah salah denger. Coba diulangi." ujar Ayah sok tidak dengar. Sedangkan Bunda terlihat cengo mendengar pernyataan anak laki-lakinya itu.

"Barra, mau izin masuk pesantren." ujar Barra sekali lagi.

"Yah, anak kita salah makan deh kayanya. Parah banget, Bunda sampe syok." ujar Bunda sembari memegang dadanya dramatis.

Barra memutar bola matanya, ia sudah menduga akan mendapat respon seperti ini. "Barra serius Ayah, Bunda. Barra mau kuliah sambil mondok. Di izinin nggak?" tanya Barra memastikan.

"Tanya Ayahmu, Bunda lagi syok. Bunda mau minum dulu." ujar Bunda yang beranjak pergi ke dapur.

Sedangkan Ayah menatap Barra serius, "Kamu serius?"

"Muka Barra terlihat bohong ya?" tanya Barra.

"Iya." jawab Ayah singkat.

Barra menghela nafas pasrah, "Barra serius Ayah. Barra mau masuk pesantren. Barra udah yakin. Jadi Ayah izinin kan?"

Ayah langsung menabok lengan Barra, "Bagusss. Ayah dukung kamu. Kebetulan Ayah juga mau pindah dinas kesini sekalian jaga Bundamu. Jadi kamu bisa fokus di pesantren. Tapi inget, kamu harus serius sama niat kamu Barra. Tanggung jawab sama pilihan yang kamu ambil."

"Siap Yah." ujar Barra lega.

Ayah tersenyum senang, "Tidak menyangka, bangga Ayah sama kamu, Barra. Kamu nggak sekalian ganti nama jadi Sholeh juga?"

"Ayah.."

*****

Barra memasuki markas Algarios yang sudah terdapat beberapa orang di sana. Atas permintaan Anhar di grub tadi, kini semua anggota Algarios berkumpul. Kata Anhar ada sesuatu yang ingin ia sampaikan.

Barra ikut bergabung dengan lainnya sembari menunggu Anhar yang belum datang. Beberapa saat kemudian, Anhar akhirnya datang dengan Leon.

"Udah ngumpul semua?" tanya Anhar yang langsung duduk di antara mereka.

Tanpa basa basi, Anhar langsung membuka pembicaraan, "Gue ada pengumuman." ujar Anhar.

"Apa bang? Serius amat." ujar Farhan.

Hafidz Al-GhazaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang