Naya melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan baik di depan Ustadzah Aina yang terlihat fokus menyimak. Ia hampir selesai menyelesaikan hafalan juz ammanya yang selama ini sudah pernah ia setorkan pada Hafidz.
"Shadaqallahul adzim.." ucap Naya menyelesaikan hafalannya.
"Alhamdulillah, kamu udah selesai juz ammanya. Bacaan kamu sudah bagus, tapi masih kelihatan grogi ya." ujar Ustadzah Aina dengan senyuman.
"Hehe, sedikit Ustadzah." jawab Naya dengan cengiran manis.
Ustadzah Aina tersenyum tenang, "Nggak apa-apa, dibawa tenang aja. Setelah ini kamu bisa mulai hafalkan surat-surat penting, seperti Yaa Siin, Al-Waqiah sama Ar-Rahman. Besok bisa kamu setorkan. Usahakan setiap hari kamu punya setoran, lima ayat juga nggak apa-apa." titah Ustadzah Aina.
"Baik Ustadzah, terima kasih." jawab Naya.
"Semangat terus ya, Naya. Ingat-ingat terus motivasi hafalan kamu, kamu punya kan?" tanya Ustadzah Aina.
"Punya dong, Ustadzah." jawab Naya.
"Apa?"
Naya tersenyum sejenak. Ia menatap Ustadzah Aina penuh arti, "Kak Hafidz." ujar Naya.
Senyuman di bibir Ustadzah Aina luntur seketika. Ia tau betul siapa yang di maksud Naya. Ia sudah lama tau tentang Naya jauh sebelum ia bertemu dengan Naya waktu ke pesantren dulu.
Naya sangat memahami makna perubahan ekspresi itu. Pasti Ustadzah Aina masih merasa kehilangan kakaknya. Namun beberapa saat kemudian, Ustadzah Aina tersenyum kembali, "Semangat ya, kakak kamu pasti bangga sama kamu." ujar Ustadzah Aina.
"Iya, sama kak Aina juga." ucap Naya sembari tersenyum penuh arti.
Dahi Ustadzah Aina berkerut bingung, "Aku?"
Lagi-lagi Naya hanya tersenyum saja tanpa berniat menjawab. Naya berpamitan sembari mencium tangan Ustadzah Aina. Ia pun mundur perlahan membiarkan giliran santri lain yang sudah antri untuk maju. Kemudian ia keluar dari pendopo yang di gunakan untuk kelas tahfidz menuju ke teras mushola asrama putri yang bersebelahan dengan pendopo. Setidaknya ia akan rehat sebentar dari keramaian kelas tahfidz yang di dominasi santri yang sedang hafalan.
Naya berjalan ke arah seseorang yang sedari tadi duduk diam mengawasinya dari jauh. Siapa lagi kalau bukan kakaknya? Sudah hampir sejam ia duduk disitu mengawasi Naya.
"Sejak kapan Lo disini?" tanya Naya sembari duduk di sebelah Hafidz.
"Hampir sejam gue ngawasin Lo." jawab Hafidz.
"Gue apa Kak Aina?" ujar Naya seakan sudah hafal.
Hafidz hanya tersenyum kecil, namun kemudian ia terdiam sejenak. "Nay." panggil Hafidz tanpa menatap Naya sedikit pun. Matanya masih fokus pada Aina.
"Apa?"
"Jangan sebut nama gue lagi kalau itu cuma bikin senyum Aina luntur." ujar Hafidz dengan tatapan sendu. Sepertinya ia mendengar dan melihat pembicaraan Naya dengan Aina tadi.
"Gue nggak bisa ngelakuin apa-apa buat dia, Nay. Setidaknya jangan sampai dia sedih gara-gara gue.."
*****
"Bismilahirohmanirohim."
"Heh, tasydidnya mana?" ujar Ustadz Malik sembari memukul-mukul pelan tangan Farel menggunakan tuding kayunya yang panjang.
"Bismilahirohmanirohiim." ucap Farel mengulang lagi.
"Heh, paham pora to? Kok tasydid sama panjang pendeknya ilang. Ayo, di ulangi lagi! Bismillaahirrahmaanirrahiim.., Monggo." ujar ustadz asli Jawa itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/340198778-288-k237426.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hafidz Al-Ghazali
ДуховныеIni tentang Hafidz Al Ghazali, seorang santri sekaligus hafidz Qur'an yang sedang berusaha memenuhi keinginan terakhirnya setelah kematiannya. Author🪻