Chapter(15) Pembagian Tugas

19 9 2
                                    

Langit gelap kini telah berganti dengan langit yang cerah, tidak lupa ditemani dengan gumpalan-gumpalan putih yang menyerupai kapas. Namun, keenam remaja yang berada di dalam pulau itu masih tertidur pulas.

Di dalam tenda terdapat Keisha, Izel, dan Runa yang masih tertidur. Selang beberapa menit, mata Runa perlahan terbuka. Runa duduk perlahan, ia menoleh ke samping dan mendapati Keisha yang tidur di sebelahnya, dan di sebelah Keisha terdapat Izel.

Runa bangkit dari duduknya dan keluar dari tenda tersebut, meninggalkan kedua gadis itu yang masih tertidur pulas. Saat keluar dari tenda, Runa melihat Athan yang masih tertidur. Runa melangkahkan kakinya keluar dari pulau itu menuju pantai yang ada di depan.

Kini Runa telah sampai di pantai yang ia tuju. Runa menghirup udara di pulau itu yang sangat sejuk. Tiba-tiba, ada yang memegang bahunya dari arah belakang, lantas Runa berteriak ketakutan dengan mata yang terpejam.

"Ini gue," ucap seseorang. Runa yang mendengar itu dengan ragu perlahan membuka matanya. Runa menghela napas lega saat tahu Rai lah orang itu.

"Takut?" tanya Rai.

"Nggak," elak Runa.

"Cuman kaget," lanjut Runa. Rai tidak menanggapi ucapan Runa, justru kini Rai tengah menatap pemandangan laut yang sangat indah, tentunya dengan tatapan datarnya serta tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya.

"Ngapain lo nyamperin gue?" tanya Runa. Rai berbalik menghadap Runa lalu mengeluarkan ikat rambut kecil berwarna hitam dan menyodorkannya kepada Runa, yang Rai rasa kemungkinan ikat rambut itu milik Runa.

"Ikat rambut gue, kok bisa ada sama lo?" tanya Runa yang merasa heran mengapa ikat rambutnya bisa ada pada Rai. Runa mengambil ikat rambutnya dari Rai.

"Nemu disini," jawab Rai yang memang menemukannya di pantai ini. Runa mengangguk dengan mulut yang membentuk "O", mungkin jatuh saat ia berjalan, itu yang terpikirkan oleh Runa.

"Thanks," ucap Runa berterimakasih, dan hanya dibalas anggukan oleh Rai.

"Dasar irit ngomong," batin Runa mencibir.

Bermenit-menit hening menyelimuti mereka, tanpa berpamitan atau mengajak Rai berbalik, Runa melangkahkan kakinya meninggalkan Runa yang cengo dibuatnya.

"Nggak ngajak, oke nggak masalah, seengganya pamitan kek, kayak jalangkung datang ngagetin pulang Menghilang," batin Runa menggerutu.

"Kayak ada yang salah," gumam Runa. Tak ingin diambil pusing, Runa bergegas menyusul Rai masuk ke dalam pulau itu.

Sesampainya di dalam pulau, Runa melihat semuanya telah duduk berkumpul, termasuk Rai. Dengan di hadapan mereka, tersedia satu bungkus biskuit seperti saat makan malam, juga air mineral.

"Runa sini," panggil Izel. Runa memutar bola matanya malas lalu menghampiri mereka. Bukannya duduk di sebelah Izel, Runa lebih memilih duduk di sebelah Ansel.

"Ngapain lo duduk disini?" Ansel menatap malas Runa.

"Kenapa sih, kayaknya kamu nggak suka banget aku duduk dekat kamu," ucap Runa. Semua yang mendengar itu, kecuali Izel dan Ansel, dibuat cengo. Mengapa saat bicara dengan Ansel, Runa jadi menggunakan aku-kamu dan terdengar lebih lembut, sedangkan dengan yang lain terdengar ketus?

"Stop manggil aku-kamu bisa?" tanya Ansel.

"Kenapa sih? Kan aku udah biasa manggil kayak gini," jawab Runa.

"Cuman lo yang biasa, gue enggak," sahut Ansel.

"Nggak biasa sama aku, kalo sama Izel pasti dibiasain," Runa melirik sinis ke arah Izel yang sedari tadi diam.

"Mending kita sarapan aja," sela Athan agar mereka tidak bertengkar seperti kemarin.

Keenam remaja itu sarapan bersama. Tidak seperti sarapan pertama mereka yang ribut karena Ansel dan Athan adu mulut, kini sarapan mereka diisi dengan hening. Entahlah mengapa itu terjadi.


***

Malam harinya, keenam remaja itu duduk berkumpul seperti biasa sambil menghangatkan tubuh mereka dengan api yang mereka buat sebelum malam tiba.

"Kita nggak bisa cuma diem nunggu bala bantuan datang, kita harus usaha pulang juga," ucap Izel pada mereka semua.

"Terus kita mau ngapain? Kalo kita harus usaha, gue juga tau, tapi usaha apa? Lo mikir nggak?" kritik Runa dengan nada kesal.

"Lo bisa nggak ngomong tuh baik-baik, nggak usah dikit-dikit emosi," geram Ansel. Mendengar itu, Runa diam membisu.

"Rakit," ucap Rai.

"Maksud lo buat rakit?" tanya Athan, dibalas dengan desahan oleh Rai.

"Kalo nggak salah, gue ada bawa tali deh, tapi gue nggak tau bisa apa enggak buat dipake ngiket di rakit," kata Athan pada mereka.

"Coba dulu," ucap Kei.

"Bambu ngambil dari mana?" tanya Ansel.

"Eh iya," gumam Athan.

"Kita masuk ke dua jalan yang ada disini, siapa tau kalo kita masuk kesana, salah satu dari jalan itu menuju hutan gitu, yah siapa tau aja ada bambu. Soalnya pulau ini kan luas aslinya. Kita coba dulu, gimana?" usul Izel.

"Setuju," jawab mereka hampir serentak, kecuali Runa yang hanya diam.

"Kita bagi tugas," kata Athan.

"Bagi tiga-tiga?" tanya Ansel.

"Yah gitu kan jalannya cuma dua juga," balas Athan.

"Nggak," tolak Rai. Semua atensi mengarah pada cowok itu. Tidak biasanya cowok itu menolak, biasanya ia hanya mengikuti saja.

"Why?" tanya Kei.

"Bagi dua-dua," jawab Rai.

"Bisa jelasin alasannya, Pak Rai yang terhormat?" ujar Athan yang tidak paham dengan tujuan Rai.

"Satu toilet, duanya masuk," kata Rai.

"Caranya buat toilet gimana?" tanya Athan.

"Lubang, dinding," kata Rai.

"Nggak paham, lo aja lah yang atur," ucap Athan. Rai mengangguk setuju.

"Oke, kita bagi tugas. Yang mau satu kelompok bareng Rai siapa?" tanya Athan pada mereka semua.

"Gue bareng Ansel," ujar Runa.

"Nggak, gue bareng Izel," tolak Ansel.

"Gapapa kalo Runa mau bareng Ansel, aku bisa sama yang lain," ucap Izel.

"Tuh, Izel aja gapapa." Runa menatap Ansel sambil tersenyum.

Ansel berdecak. Selang beberapa detik, Ansel mendapat ide, "Lo yakin mau ikut? Di sana pasti banyak serangga."

Mendengar kata serangga membuat Runa bergidik geli. Ansel yang melihat itu diam-diam tersenyum kemenangan.

"Yaudah, gue disini bareng Rai," putus Runa terpaksa. Daripada ia harus bertemu dengan serangga-serangga itu, lebih baik ia cari aman.

"Oke, gue bareng Izel," putus Ansel, tak bisa diganggu gugat.

"Berarti lo bareng gue," kata Athan pada Keisha. Keisha berdeham sebagai tanda setuju.

"Oke, semua udah ditentuin kan. Sekarang kita istirahat. Besok kita mulai," ucap Athan. Semuanya bangkit dari duduknya menuju tempat peristirahatan masing-masing, kecuali Kei yang masih diam di tempatnya.

"Lo nggak tidur?" tanya Athan pada Kei. Kei membuka jaket Athan yang masih melekat di tubuhnya, lalu memberikannya pada Athan.

"Thanks."

"Emang lo nggak mau pake aja gitu? Gapapa," kata Athan.

"Lo aja," ucap Kei, setelah itu langsung masuk ke dalam tenda. Athan memakai jaketnya.

***

Di lain tempat, di tempat biasa, Rai beristirahat kini telah berada Izel. Rai menatap binggung Izel yang menghampirinya.

"Ini kak, jaketnya. Makasih ya," ucap Izel sambil memberikan jaket milik Rai.

"Pake aja," kata Rai.

"Gapapa, nggak sedingin kemarin malem. Kak Rai aja yang pake."

"Yaudah, aku pergi dulu yah," pamit Izel yang mendapat anggukan dari Rai.

Sama halnya dengan Izel, Runa juga menghampiri Ansel untuk mengembalikan jaket milik Ansel.

"Ansel, tunggu," cegat Runa saat Ansel hendak pergi.

"Apa?"

"Ini, aku mau ngembaliin jaket kamu. Makasih ya, ternyata kamu peduli juga sama aku," kata Runa sambil tersenyum senang pada Ansel.

"Asal lo tau, yang minta jaket gue itu Izel. Gue pikir buat dia jadi gue kasih, ternyata buat lo. Kalo bukan Izel yang minta, nggak bakal gue ngasih jaket gue ke lo. Harusnya lo udah tau itu." Ansel merampas jaket miliknya dari tangan Runa. Setelah itu, ia langsung pergi, meninggalkan Runa yang kini sedang menahan amarah. Tangannya mengepal kuat saat mengetahui hal itu.

***

Usaha mereka bakal berhasil atau akan sia-sia?

SURVIVAL MISSION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang