Chapter(10) Puasa Siang Hari

17 10 4
                                    

Gadis yang menghilang dan belum ditemukan sampai sekarang, sempat membuat mereka berpikir bahwa gadis itu adalah hantu. Namun, setelah Raibeart menunjukkan sebuah ikat rambut, mereka merasa gadis itu bukanlah seorang hantu, melainkan manusia.

"Bisa jadi ikat rambut ini punya cewek yang lo temuin," ujar Athan, membuat semuanya mengangguk setuju.

"Heran, tuh cewek kemana coba," kata Ansel, bingung sendiri.

"Pulau ini kan luas, bisa jadi sebenernya dia tuh ada di sini, cuman kita aja yang nggak nemuin," kata Izel.

"Bisa jadi dia yang nggak pengen kita temuin, terus ngumpet setiap liat kita," timpal Athan. Semuanya mengangguk, membenarkan perkataan Athan.

"Aneh?" ucap Keisha, yang merasa heran dengan gadis itu.

"Iya aneh, bukannya bagus ya kalo ngumpul bareng kita daripada sendiri," timpal Izel.

"Kasian dia, gimana dia makan? Terus tidur di mana," lanjut Izel, merasa iba dengan gadis itu.

"Salah dia sendiri, Zel. Kenapa nggak ikut Raibeart," ucap Ansel.

"Iya, itu juga yang anehnya," kata Izel, membenarkan perkataan Ansel.

"Sama, gue juga nggak ngerti. Daripada pusing mikirin tuh cewek, mending kita minum ini," seru Athan, yang baru saja keluar dari tenda dengan tangan yang membawa dua kelapa muda.

"Kapan Athan masuk ke tenda?" batin semuanya, kecuali Raibeart.

Saat mereka sibuk mengobrol tentang gadis itu, Athan bangkit dari duduknya lalu masuk ke tenda tepat setelah selesai menimpali perkataan Izel. Mereka saja yang tidak sadar. Mungkin karena keasikan membahas gadis itu, atau kebingungan?

Athan menaruh dua kelapa muda tersebut di atas tikar. Saat hendak beranjak dari duduknya ingin masuk kembali ke tenda untuk mengambil kelapa yang lainnya, tiba-tiba suara seseorang membuatnya tak jadi bangkit dari duduknya.

"Kak Athan, bentar," cegat Izel.

"Kenapa, Zel?" tanya Athan.

"Yang punya ide buat minum kelapa siapa?" tanya Izel, penasaran.

"Kita bertiga sama-sama kepikiran buat ambil kelapa," jawab Athan. Memang saat pagi tadi mereka bertiga sama-sama terpikiran untuk mengambil kelapa.

"E-em, kalian tau cara buka kelapa tanpa alat?" tanya Izel, hati-hati. Pertanyaan Izel membuat ketiga cowok itu speechless. Mereka bertiga lupa jika tidak memiliki alat apapun untuk membuka kelapa tersebut, hanya ada pisau lipat.

Athan terbatuk kecil, "Kita lupa, yaudah kelapa nya simpen aja dulu."

"Iyah, sayang juga kalo dibuang," kata Izel.

"Kalian nggak laper?" tanya Izel pada mereka semua.

"Laper sih, cuman kita harus irit-iritin kan," kata Athan, yang diangguki oleh yang lain.

"Lo laper ya, Zel?" tanya Ansel pada Izel.

"Iya, tapi aku tadinya mau bilang kalo kita makannya malem aja."

"Iyah, gitu aja. Siang ini kita nggak makan gapapa ya?" tanya Athan, memastikan jika semuanya setuju.

"Gapapa, anggep aja kita lagi puasa." Izel menatap mereka semua sambil tersenyum.

"Lo kuat?" tanya Keisha, tiba-tiba.

"Iya, lo kuat nggak, Zel? Lo makan aja gapapa," kata Athan.

"Iya, Zel, makan aja," timpal Ansel, yang khawatir pada Izel.

"Makan, Zel," titah Raibeart.

"Tuh, si mukdar aja setuju lo makan. Udah, bentar gue ambilin dulu." Athan bangkit dari duduknya.

"Eh, Kak Athan, nggak usah," cegat Izel, membuat Athan duduk kembali.

"Aku kuat kok, nggak laper-laper banget juga kok," ucap Izel, menyakinkan semuanya.

"Serius, ih, aku kuat," lanjut Izel, sedikit kesal. Izel merasa heran, kenapa sebenarnya dengan mereka? Bahkan Raibeart juga ikut-ikutan, padahal Izel yakin jika ia kuat.

"Yaudah, iya," putus Ansel. Semuanya mengangguk ragu.

"Gimana kalo kita tidur, nah pas bangun-bangun udah sore jadi nggak laper," saran Izel.

"Boleh juga tuh," kata Athan, setuju dengan saran Izel.

"Setuju, biar nggak kerasa laper," ucap Ansel, yang juga setuju dengan saran Izel.

"Kalian berdua gimana?" tanya Ansel pada Keisha dan Raibeart. Mereka berdua hanya mengangguk sebagai tanda setujunya.

Setelah semuanya setuju, Izel dan Keisha bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam tenda, sedangkan Raibeart, Athan, dan Ansel yang berada di luar.

Raibeart bangkit dari duduknya untuk menuju tempat semalam ia tidur, yaitu duduk bersender di pohon besar. Pohon besar itu ada beberapa akarnya yang keluar dari tanah sehingga Raibeart duduk di akar-akar tersebut.

Berbeda dengan Raibeart, Athan tidur di tikar dengan satu tangannya dijadikan sebagai bantalan dan satu tangannya lagi ia pakai untuk menutup matanya.

"Sana manjat, lo nyet," usir Athan pada Ansel yang tahu bahwa Ansel masih belum beranjak dari duduknya.

"Nyet-nyet, lo tuh gorila kesasar di pulau," cibir Ansel.

"Mana ada gorila cakep kayak gue," sanggah Athan yang masih dengan posisi tidurnya.

"Emang bener juga, lo cakep di..."

"Baru nyadar kan lo, kemaren-kemaren kemana aja lo," sela Athan.

"Di kalangan gorila," sambung Ansel. Athan berdecak kesal mendengar itu. Ansel tertawa puas melihat wajah kesal Athan.

Setelah mengatakan itu, Ansel bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pohon besar yang satunya. Jadi, Ansel bukan akan memanjat pohon yang ada Raibeart. Ansel memanjat pohon itu tanpa kesulitan sedikit pun, tak butuh waktu lama ia sampai di atas pohon itu.

Kedua pohon itu tidak terlalu tinggi, ada beberapa akar dari kedua pohon itu yang keluar dari dalam tanah, dan dahan kedua pohon tersebut cukup besar sehingga bisa untuk dipakai tidur oleh Ansel.

Siang itu, kelima remaja tersebut memejamkan matanya dan terbawa ke alam mimpi. Tidak sulit untuk mereka tertidur sebab kedua pohon besar itu melindungi mereka dari panasnya sinar matahari.

SURVIVAL MISSION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang