Chapter(17) Memulai Tugas

13 8 3
                                    

Di dalam gua yang gelap dan sunyi, terdapat Athan dan Kei. Keduanya telah masuk ke dalam gua itu, dan di dalamnya ternyata lumayan luas juga. Keduanya berhenti melangkah saat sampai di mana terdapat dua jalan kecil berbeda.

“Gue sini,” ucap Kei, sambil menunjuk jalan bagian kiri.

“Nggak, lo mau misah? Kita bareng aja lah, Kei,” tolak Athan.

“Kenapa? Takut?” tanya Kei, sambil bersedakap dada.

“Nggak lah, kalo lo kenapa-kenapa gimana? Kita nggak tau di dalam ada apa kan?” balas Athan jujur. Athan berani-berani saja jika masuk ke dalam sendiri, namun berbeda hal jika ia harus meninggalkan seorang gadis yang bersamanya ini.

“Nggak bakal,” bantah Kei. Kei sangat yakin bahwa ia tidak akan kenapa-kenapa. Seandainya ada apa-apa, Kei yakin bisa mengatasinya sendiri tanpa bantuan Athan.

“Nggak, pokoknya enggak,” putus Athan yang tidak bisa diganggu gugat. Kei menghela napas pelan. Kenapa cowok ini keras kepala sekali?

Malas berdebat, Kei berdeham, lantas berjalan lebih dulu dan disusul Athan. Keduanya berjalan beriringan menyusuri jalan kecil gua itu. Jalan itu hanya pas untuk dua orang jika berjalan berdampingan seperti Kei dan Athan.

Tak lama, mereka dapat keluar dari jalan kecil itu. Keduanya saling pandang, tak percaya dengan apa yang mereka temukan.

***

Di pantai, terdapat Runa dan Rai yang berjalan beriringan sambil membawa serabut kelapa. Keduanya telah berkeliling mencari serabut kelapa di pantai bagian kanan. Sebenarnya, Runa masih binggung untuk apa serabut kelapa itu.

“Gue heran deh, kok ada ya serabut kelapa. Maksudnya, yang buka kelapa siapa? Apa emang bisa kebuka sendiri, kayak tau aja kalo kita lagi nyari terus disediain. Perasaan dulu pas gue jalan ke sini nggak ada deh,” kata Runa yang merasa heran, dengan pandangan lurus ke depan. Rai yang mendengar itu seketika sadar bahwa yang dikatakan Runa ada benarnya, ia sampai tak mengingat hal itu.

Runa yang tidak mendapat respons dari Rai melirik Rai. Cowok itu hanya diam dan menatap lurus ke depan. Runa berdecak kesal lantas berjalan lebih dulu.

“Nyesel gue ngomong,” batin Runa.

Sesampainya Runa di dalam pulau itu, ia langsung mendudukkan dirinya di tikar. Tidak lupa menyimpan terlebih dulu serabut kelapa yang ia bawa. Bulir-bulir keringat membasahinya sebab udara yang terasa begitu panas. Tak berselang lama, datanglah Rai. Sama halnya dengan Runa, Rai melakukan hal yang sama seperti Runa.

Bermenit-menit hening menyelimuti mereka, sampai pada akhirnya Runa beranjak dari duduknya lalu masuk ke dalam tenda untuk mengambil camilan dan air minum. Setelah menemukan apa yang ia cari, Runa keluar dari tenda itu kemudian duduk kembali di tempat asalnya.

“Lo mau yang mana?” tanya Runa pada Rai yang terlihat kepanasan.

“Terserah,” balas Rai. Runa menatap kesal Rai. Apa susahnya tinggal bilang atau tunjuk yang dia inginkan? Kira-kira itu yang dipikirkan Runa.

Runa mengambil dan membuka camilan manis rasa coklat dan memakannya. Rai ikut mengambil camilan, namun yang asin. Keduanya makan dalam hening.

Setelah selesai memakan cemilan mereka, Rai bangkit dari duduknya diikuti Runa yang mengekor dari belakang. Mereka berjalan ke belakang pohon yang biasa menjadi tempat peristirahatan Rai.

“Ngapain kita ke sini?” tanya Runa. Sebenarnya, Runa malas bertanya sebab Rai yang jarang merespons jika diajak berbicara. Tapi dengan berat hati, Runa harus bertanya karena rasa penasarannya.

“Liat aja. Kalo gue dicuekin, gue nggak bakal ngajak nih cowok sok cool ngomong,” batin Runa, mengancang-ancang jika ia tidak direspons, maka Runa akan pergi ke tenda untuk tidur dan tidak akan membantu Rai membuat toilet.

“Bikin di sini,” jawab Rai.

“Tumben jawab,” batin Runa, merasa heran.

“Bagus sih, nggak bakal keliatan soalnya pohonnya gede. Bahkan kita yang berdiri di belakang aja nggak bakal keliatan,” kata Runa yang kini telah paham mengapa mereka akan membuat toilet itu di sini.

“Terus sekarang kita mau buat gimana?” tanya Runa, bingung dengan apa yang harus ia lakukan.

Rai melirik sekilas Runa, “Gali tanah."

“WHAT?” pekik Runa, kaget.

***

Di dalam pulau yang ternyata terdapat hutan yang membentang luas, terlihat Ansel dan Izel sedang berjalan menyusuri hutan tersebut. Mereka tidak lupa memberi tanda di setiap pohon yang mereka lewati agar saat pulang nanti tidak tersesat.

"Zel," panggil Ansel. Izel menoleh ke arah Ansel dengan rasa penasaran.

"Ada apa?" tanya Izel. Namun, tanpa menjawab pertanyaan Izel, Ansel malah menggandeng tangan Izel dan mengajaknya berbelok ke arah kiri.

Setelah sampai di tempat yang dituju oleh Ansel, Izel melihat dengan penuh kegembiraan. Di hadapan mereka terdapat beberapa pohon yang tingginya sekitar 15 meter. Pohon-pohon itu memiliki cabang yang rindang dan banyak buah berbentuk bulat lonjong dengan rambut-rambut di permukaannya. Beberapa buah sudah berwarna merah dan kuning, sementara ada juga yang masih berwarna hijau.

"Kamu tunggu di sini, aku akan memanjat pohonnya. Kamu bisa mengambil buah yang aku jatuhkan," kata Ansel kepada Izel. Izel mengangguk patuh sebagai responnya.

Setelah itu, Ansel dengan mudah memanjat pohon tersebut seperti biasa. Setelah sampai di atas pohon, Ansel memetik buah yang berwarna merah dan kuning, lalu menjatuhkannya ke tanah agar bisa diambil oleh Izel dan dimasukkan ke dalam plastik yang mereka bawa. Setelah plastik mereka penuh dengan buah, Izel menyuruh Ansel untuk turun.

Kini Ansel telah turun dari pohon dengan mudah. Mereka berdua duduk berteduh di bawah pohon sambil memakan camilan mereka. Saat sedang menikmati camilan, mata Izel tiba-tiba tertuju pada tumbuhan berumpun yang berakar serabut. Tumbuhan itu memiliki batang yang bulat, berongga, beruas, keras, dan tingginya sekitar 10 meter. Batangnya berwarna hijau, ada juga yang hijau kekuning-kuningan.

"Ansel, lihat sana!" ujar Izel sambil menunjuk ke arah tumbuhan yang menarik perhatiannya. Ansel mengikuti arah pandangan dan jari telunjuk Izel. Keduanya saling pandang dan tersenyum senang. Tanpa ragu, mereka berlari kecil menuju tumbuhan tersebut yang tidak terlalu jauh dari tempat mereka berteduh.

SURVIVAL MISSION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang