Chapter(16) Ayok menjelajah!

22 9 4
                                    


Keesokan harinya, keenam remaja itu pagi-pagi telah duduk berkumpul seperti biasanya untuk membahas rencana mereka semalam.

"Udah pada tau kan kelompoknya, jadi kita bakal mulai dan untuk jam pulangnya sendiri sore kita pulang sebelum matahari terbenam, jadi pada bekel makanan biar nggak laper, sama juga yang disini juga makan. Semua dibagi rata nggak ada bedanya baik masuk atau enggak," urai Athan menjelaskan.

Athan membuka ranselnya, lalu mengeluarkan sekitar lima belas snack dengan macam-macam aneka dan rasa, mulai dari manis, asin dan pedas.

"Gue cuman ada lima belas snack doang, jadi pas kita masuk kalo ada buah-buahan ambil yah soalnya persediaan kita menipis, oh satu lagi kalo ada sumber air juga ambil soalnya air kita juga tinggal dikit pastikan air yah bersih," sambung Athan.

"Air yang aman dan layak di konsumsi itu air yang nggak berwarna, nggak bau, dan nggak punya rasa atau tawar," jelas Izel. Semuanya mengangguk setuju kecuali Runa yang hanya melirik sinis Izel.

“Air nggak lengket pas selesai digunain," timpal Athan dan semuanya mengangguk lagi termasuk Runa.

“Oke udah tau kan, karena snack yah ada lima belas berarti satu kelompok lima snack yah, kalian bisa milih sendiri,” ujar Athan kepada mereka.

Ansel mengambil tiga camilan manis dan dua camilan asin, sebab Izel yang tak kuat makan pedas. Sedangkan Athan mengambil satu camilan pedas dan satu camilan asin.

“Kei, lo mau apa? Ambil tiga yang lo suka,” ucap Athan pada Kei. Kei mengambil dua camilan pedas dan satu camilan asin, jadi camilan yang tersisa tinggal dua yang pedas, satu camilan asin dan dua camilan manis. Setelah itu mereka bangkit dari duduknya, Ansel dan Izel yang masuk kedalam jalan yang sebelah kiri sedangkan Athan dan Kei yang sebelah kanan, meninggalkan Rai dan Runa. Runa mengambil camilan-camilan itu dan memasukkannya ke tenda kemudian menghampiri Rai.

“Kita mau ngapain,” tanya Runa yang kini telah berada di samping Rai, bukannya menjawab Rai justru berjalan lebih dulu.

“Nasib satu kelompok sama manusia es kayak gini,” batin Runa lantas bergegas menyusul Rai, kini Runa telah berjalan di samping Rai, keduanya keluar dari pulau itu, mereka berjalan beriringan mencari sesuatu yang bahkan tidak Runa ketahui, tiba-tiba Rai berhenti lalu mengambil sebuah serabut kelapa tua.

“Buat apaan?” tanya Runa.

“Toilet,” jawab Rai singkat.

“Jadi kita nyari itu doang?” tanya Runa lagi yang di balas dehaman oleh Rai. Runa mengangguk paham, Runa menatap sekitarnya untuk mencari sebuah serabut kelapa, tak membutuhkan waktu lama ia melihat serabut kelapa itu, lantas ia berlari mengambilnya lalu kembali lagi pada Rai.

“Liat, gue dapet juga,” ujar Runa sambil menunjukkan serabut kelapa yang ia temukan. Runa tersenyum senang mendapatkannya, kemudian lanjut mencari serabut kelapa yang lain. Rai yang melihat itu tersenyum tipis.

***

Di tempat lain, Ansel dan Izel telah memasuki jalan di bagian kiri. Awalnya, jalan itu hanya berupa jalan lurus saja. Mereka yang terus mengikuti jalan itu, pada akhirnya dapat keluar dari jalan yang tidak terlalu luas.

Pertama kali yang mereka lihat saat keluar dari jalan yaitu sekeliling mereka banyak terdapat pepohonan rindang, semak belukar, beberapa tumbuhan semak-semak yang terdapat bunga juga, dan suasana alam liar yang begitu terasa.

“Ansel, kita mau kemana? Ternyata disini luas banget,” ucap Izel yang merasa ngeri melihat sekelilingnya.

“Jangan takut, Zel. Ada gue.” Ansel menarik tangan Izel agar lebih dekat dengannya.

“Supaya kita nggak tersesat, kita buat tanda kalo jalan ini udah di lewatin, jadi pulangnya juga gampang,” ujar Ansel.

“Kita tandain pake apa?” tanya Izel, sebab mereka tidak membawa tali atau apapun itu yang bisa mereka ikat di pohon sebagai tanda. Mereka hanya membawa plastik yang berisikan camilan-camilan untuk mereka makan.

“Pake apa yah.” Ansel terlihat berpikir. Izel menatap sekeliling mereka, tepat saat matanya melihat sesuatu yang seperti dapat mereka gunakan.

“AKU TAU,” pekik Izel lantas menarik tangan Ansel mengajaknya berlari kecil untuk menuju tempat yang ia ingin datangi.

Izel menarik Ansel sampai pada tumbuhan semak-semak namun terdapat bunga-bunga kecil yang tumbuh pada semak-semak itu.

“Kita petik bunga ini, nanti kita simpen beberapa bunga ini di bawah pohon yang kita lewati. Nanti kalo kita pulang tinggal liat aja ada bunganya apa enggak, gimana?” saran Izel. Ansel setuju dengan saran Izel lantas keduanya memetik bunga-bunga itu.

Ansel memetik salah satu bunga yang sedikit lebih besar dari pada bunga yang lain. Ansel melirik Izel yang masih sibuk memetik bunga. Ansel menyelipkan bunga yang ia petik itu ke telinga Izel, hal itu membuat Izel kaget lalu menghadap Ansel.

“Pake, Zel. Cantik,” puji Ansel. Izel memegang bunga yang berada di telinga kanannya, lalu tersenyum manis ke arah Ansel. Setelah selesai, keduanya berjalan menyusuri hutan itu dengan setiap pohon yang mereka lewati mereka beri tanda dengan menanamkan beberapa bunga di bawah pohon itu.

Kenapa harus di tanam? Kenapa tidak disimpan saja?

Alasannya karena jika mereka hanya menyimpannya, bisa saja ada angin yang menerbangkan bunga-bunga itu.


***

Di tempat lain, Athan dan Kei telah memasuki jalan di bagian kanan, dengan Athan yang membawa sebuah plastik berisi cemilan.

Saat pertama kali keluar dari jalan itu, mereka menatap sekeliling yang hanya dipenuhi oleh beberapa pohon beringin. Mereka berdua berjalan beriringan menuju dua pohon beringin yang berada di ujung. Kedua pohon tersebut terlihat seperti gerbang karena tumbuh cukup dekat, namun masih berjarak. Jarak tersebut cukup untuk dua atau tiga orang berjalan di antaranya. Di ujung sana, hanya terdapat dua pohon beringin.

Sekarang, keduanya telah berada di depan kedua pohon beringin itu. Athan menatap dengan horor kedua pohon itu, sedangkan Keisha tampak santai, seolah tak ada rasa takut sedikit pun.

"Kita mau masuk nih, Kei?" tanya Athan, yang dijawab dengan anggukan mantap dari Kei. Keduanya berjalan masuk ke jalan itu. Saat masuk, mereka tidak langsung keluar, melainkan menemukan pohon beringin yang berjejer rapi di belakang pohon beringin di depan, sehingga terlihat seperti lorong.

"Eh, iya Kei, masa ya, gue pernah mimpiin lo tau," ucap Athan, memberitahu bahwa ia pernah memimpikan Kei.

"Mimpi apa?" tanya Kei, penasaran.

"Mimpinya biasa sih, cuma kayak nyata banget. Gue cuma mimpi lo yang baru bangun tidur kayaknya. Kan gue suka tidur di tikar depan tenda kan, nah lo tuh nggak liat gue kayaknya sampe-sampe lo jatuh ke gue. Terus gue sempet nyenderin kepala gue ke lo dan malah ketiduran," urai Athan, menjelaskan mimpinya. Kei yang mendengar itu bernapas lega, ternyata kejadian itu Athan anggap mimpi, padahal aslinya itu memang nyata.

"Atau emang itu nyata?" tanya Athan pada Kei.

"E-enggak lah," gugup Kei, sebab berbohong. Athan tertawa melihat reaksi Kei.

"Gue bercanda kali, gue juga tau itu cuma mimpi," kata Athan dengan sisa tawanya. Kei menghela napas pelan.

"Nggak mungkin kan lo bakal mau gue nyenderin kepala gue di bahu lo," sambung Athan. Kei tak menanggapi ucapan Athan, lebih tepatnya tidak tahu ingin menanggapi apa, sebab itu semua bukanlah mimpi.

Tanpa sadar, kini mereka telah keluar dari lorong pohon beringin itu. Pertama kali yang mereka lihat saat itu adalah sebuah gua yang besar. Keduanya saling pandang, seolah tak percaya bahwa terdapat gua juga di pulau ini.

"Gimana kalo kita masuk? Siapa tau di dalam ada apa gitu," saran Athan, yang disetujui oleh Kei. Athan menatap kagum Kei yang sangat berani. Sedari tadi, Kei tidak terlihat takut sama sekali. Keduanya memasuki gua itu untuk melihat apa isi dari gua itu.

***

Mereka mulai menjelajah pulau itu guys

Kira-kira Ansel sama Izel bakalan dapet apa?

Di dalam gua yang Athan dan Kei temui kira-kira isinya apa yah?

Rai sama Runa buat toilet nya gimana? Sabut kelapa buat apa, ada yang tahu?

Penasaran?

Voment dulu dong

SURVIVAL MISSION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang