Chapter(7) Misi Mengungkap Gadis Misterius

18 10 4
                                    

Kini, kelima remaja tersebut telah menghabiskan sarapan mereka. Gelas-gelas bekas minum mereka dikumpulkan menjadi satu, begitu juga dengan bungkus-bungkus bekas roti.

"Sebenernya gue masih bingung, ngapain bungkus bekas roti ini di kumpulin?" tanya Athan sambil menunjuk ke arah tiga bungkus bekas roti. Tadi saat hendak membuangnya, Keisha melarangnya dan menyuruh untuk dikumpulkan saja.

"Lo mau buang?" tanya Keisha.

"Ya iyalah, sampah emang harusnya dibuang kan?" tanya Athan balik.

"Iya, emang bener sampah itu dibuang, tapi emang disini ada tempat sampah? Mau dia buang kemana? Ke laut? Nggak boleh lah, kita nggak boleh buang sampah sembarangan," jelas Izel menasehati, sedangkan yang dinasehati seketika terdiam.

Benar juga yang dibilang Izel, kenapa bisa Athan melupakannya. Athan terkekeh pelan lalu berpose V atau Peace. Izel mengelengkan kepala tak habis pikir.

"Terus, nih sampah mau diapain?" tanya Athan lagi.

"Bakar buat masak," jawab Keisha, yang lainnya mengangguk setuju, dan Athan yang mengangguk dengan mulut yang membentuk O.

"Oh iya, lupa." Izel bangkit dari duduknya lalu masuk ke dalam tenda, membuat keempat remaja yang masih duduk bingung. Izel keluar dari tenda dengan menenteng plastik kecil berwarna hitam, kemudian kembali duduk bersama keempat remaja yang menatapnya bingung.

"Plastik itu sempat gue liat pas ngambil tas makanan," ujar Athan saat mengingat sempat melihatnya.

"Emangnya ada plastik ya, Zel?" tanya Athan yang tidak tahu bahwa ada plastik di dalam ranselnya.

"Ada satu," jawab Izel.

"Oh, ada ya? Gue nggak tahu," kata Athan, maklum yang menyiapkan makanan bukan Athan.

"Emang itu apa, Zel?" tanya Ansel penasaran. Izel mengeluarkan satu persatu isi dari plastik kecil berwarna hitam itu. Semuanya menatap heran Izel, untuk apa Izel menyimpan itu?

"Bekas pop mie semalam buat apa?" tanya Athan bingung.

"Nanti ini dicuci buat tempat makan sama sendok kita, soalnya nggak ada mangkok buat makan mie rebus, sama sendok juga nggak ada," jelas Izel. Sekarang semuanya paham.

"Eh iya, nggak ada mangkok sama sendok," ucap Athan yang baru mengetahui bahwa mamahnya tidak memasukkan mangkok dan sendok, mungkin mamahnya lupa.

"Bagus idenya, Zel," puji Athan sambil tersenyum dan memberi jempol pada Izel.

"Pinter banget sih bocil gue," puji Ansel sambil mengacak pelan rambut Izel gemas.

"Nggak sadar mukanya sendiri kek bocil," sindir Athan pada Ansel bermaksud bercanda. Ansel berdecak kesal. Ansel menatap tajam Athan, sedangkan yang ditatap sedang menahan tawanya agar tak pecah.

"Iri? Bilang," balas Ansel dengan nada kesal.

"Ngapain iri sama wajah lo, kalau gue punya wajah ganteng gini," bantah Athan membanggakan wajahnya yang menurut Athan tampan.

"Dih, jelek kayak gitu juga dibanggakan," ejek Ansel. Athan melotot mendengar ejekan Ansel. Enak saja wajahnya disebut jelek, jelas-jelas tampan begini. Kira-kira seperti itu yang dipikirkan Athan.

"Enak aja lo, lo pikir..." belum sempat Athan menyelesaikan ucapannya, seseorang lebih dulu memotong ucapannya.

"Udah nggak usah berantem, kalian udah gede juga," tegur seorang gadis yang memasang wajah galak dengan tangan berkacak pinggang. Namun, bukannya terlihat menakutkan, justru terlihat menggemaskan sebab dia yang memiliki wajah imut. Siapa lagi kalau bukan Grizelle Queensha Bratadikara.

"Iya maaf," ucap Ansel dan Athan bersamaan.

"Lo ngikut omongan gue?" tuduh Ansel.

"Dih, yang ngikutin lo siapa? Lo kali yang ngikutin gue," bantah Athan.

"Udah ngaku aja lah."

"Belum cukup lima menit udah mulai berantem lagi," geram Izel. Athan dan Ansel seketika diam membisu.

"Masih mau berantem?" tanya Izel dengan nada kesal. Ansel dan Athan serentak menggelengkan kepalanya. Raibeart juga Keisha, tanpa sepengetahuan mereka bertiga, keduanya tersenyum tipis.

"Bagus." Izel memasukkan kembali bekas pop mie itu ke dalam plastik lagi.

"Zel," panggil Ansel pelan.

"Apa?" jawab Izel sewot.

"Galak banget sih," kekeh Ansel. Tangannya terulur mengacak pelan rambut Izel yang terkepang dua namun tidak lagi rapi.

Raibeart berdeham, membuat semua perhatian tertuju padanya. "Cewek waktu itu," katanya singkat. Kali ini, semua orang langsung memahami ucapan Raibeart. Bagaimana bisa mereka melupakan itu? Seorang gadis yang Raibeart temui namun menghilang, dan sampai saat ini belum menemukan gadis itu.

"Iya, kenapa?" tanya Izel.

"Cari," titah Raibeart pada semuanya.

"Lo kan tahu, pas kita cari juga nggak ada," balas Athan.

"Bukan manusia kali," timpal Ansel asal. Izel memukul keras paha Ansel membuatnya meringis kesakitan lalu terkekeh pelan.

"Bisa jadi, kalo manusia pasti nggak bakal ngilang gitu, seenggaknya ada petunjuk apa kek," timpal Athan yang merasa heran dengan hilangnya gadis itu.

"Kita cari lagi," kata Keisha, walau ragu Athan, Izel, dan Ansel. Mereka mengangguk setuju.

"Bagi tugas lagi, masih mau kelompok yang dulu lagi nggak?" tanya Athan, tatapannya beralih pada Izel yang menjadi kelompoknya saat mencari keberadaan gadis misterius itu. Izel menggeleng pelan, lalu Izel menatap Ansel.

"Aku bareng Ansel boleh nggak?" tanya Izel pada Ansel.

"Emang seharusnya gitu, cil," jawab Ansel. Izel tersenyum senang.

"Gapapa kan, kak Athan?" tanya Izel memastikan. Athan mengangguk.

"Tanpa izin dia pun, kita bakal tetap sekelompok, Zel," kata Ansel, dan detik selanjutnya mendapat pukulan lagi di pahanya. Siapa lagi yang berani melakukannya selain Izel.

"Iri aja lo," cibir Athan.

"Dih, lo kali yang iri," bantah Athan.

"Nggak ada yang per..."

"Mulai," sela Izel dengan penekanan, membuat keduanya diam lagi.

"Gue sendiri," putus Raibeart sepihak, namun disetujui oleh semua orang.

"Lo bareng gue," putus Athan pada Keisha.

"Harus?" tanya Keisha dengan wajah datar.

"Harus, takutnya lo hilang juga lagi," jawab Athan. Keisha menghela napas pelan. Hei, ayolah, ia sudah besar, tidak mungkin hilang. Malas berdebat, Keisha mengangguk setuju.

"Bagi tugas," titah Raibeart.

"Oke, gue sama Keisha pantai bagian kiri, lo sama Izel bagian kanan," kata Athan membagi tugas, dan disepakati oleh mereka.

Kini tatapan Athan beralih pada Raibeart. "Lo sama kayak waktu itu gimana?" tawar Athan. Raibeart berdeham sebagai tanda setuju.

"Nggak ada yang boleh masuk ke jalan itu," peringat Athan sambil menunjuk bagian kirinya yang terdapat jalan yang tak tahu mengarah kemana.

"Dan itu," lanjut Athan sambil menunjuk bagian kanan di ujung yang terdapat jalan juga. Memang selama dua hari mereka berada di pulau kosong, mereka belum ada yang memasuki salah satu dari jalan tersebut.

"Oke," balas Keisha singkat. Sedangkan Raibeart hanya berdeham, dan Izel dan Ansel mengangguk setuju.

"Siang," ucap Raibeart.

"HAH?" teriak Athan. Izel dan Ansel serentak.

Siang?

Apanya yang siang?

"Sumpah nih orang buat gue mikir mulu," batin Athan.

"Siang apa sih?" batin Izel.

"Siang kita balik," ucap Keisha memperjelas ucapan Raibeart. Sekarang semuanya paham, tapi kenapa Keisha dapat memahaminya?

"Oke," jawab Athan, Izel, dan Ansel hampir bersamaan.

"Gimana kalo kita namain misi ini?" usul Athan.

"Ribet lo, nggak perlu," tolak Ansel.

"Gapapa, biar seru tau," bantah Izel yang tidak setuju dengan Ansel.

"Oke," putus Ansel. Daripada ia harus berdebat dengan Izel.

"Gue punya ide, gimana kalo misi ini kita namain 'Misi Mengungkap Gadis Misterius'?" saran Athan.

"Yang bener aja lo, kepanjangan woi!" sanggah Ansel. Benar, bukan, nama itu terlalu panjang?

"Heran gue sama lo, setiap usulan dari gue kayak nggak pernah lo setuju," ketus Athan yang merasa Ansel selalu menolak usulannya. Ansel baru hendak menjawab, namun seseorang lebih dulu berbicara.

"Oke," sela Raibeart. Semuanya dibuat cenganggung tidak biasa Raibeart mempedulikan hal seperti ini. Athan tertawa sambil menepuk-nepuk bahu Raibeart, seolah bangga karena mendukung usulannya.

Setelah itu, kelima remaja tersebut bangkit dari duduknya untuk bergegas pergi menuju tempat yang harus mereka kunjungi untuk mencari keberadaan seorang gadis yang sampai sekarang belum mereka temukan.

SURVIVAL MISSION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang